x

Adegan film Penumpasan Penghiatan G30S/PKI. tube.7s-b.com

Iklan

Parliza Hendrawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kisah Film G 30 S/PKI dan Rumah Kades

FILM G 30 S/PKI merupakan tontonan ‘wajib’ bagi kami warga yang tinggal di desa yang sangat jauh dari kota

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

FILM G 30 S/PKI merupakan tontonan ‘wajib’ bagi kami warga yang tinggal di desa yang sangat jauh dari kota. Selepas magrib, biasanya warga berjalan kaki mulai mendatangi rumah kepala desa (Kades) yang jarak hampir 1 KM dari pusat perkampungan. Melewati hutan dan perkampungan yang gelap semakin membuat menonton tayangan tersebut membekas hingga kini.

Saya belum menyelesaikan jenjang Sekolah Dasar Muhammadiyah di desa Lingge, kecamatan Pendopo Barat, Empat Lawang, Sumatera Selatan. Ketika itu hanya mengikuti jejak teman sebaya dan orang-orang yang lebih dewasa menonton tayangan yang hingga kini masih penuh kontroversial itu. Ceritanyapun tidak begitu jelas karena biasanya hanya nonton pada awal film diputar atau dipenghujung tayangan menjelang tanda “the end” ditampilkan. Biasanya saya tertidur pulas dipangkuan kakak, Ali Hanafia.

Selain karena tertidur, sebenarnya saya tidak menikmati tayangan tersebut karena ngeri mendengar musik yang melatari tayangan tersebut. Bahasa sekarang mungkin bisa disebut tayangan yang tak ramah anak sehingga perlu pendampingan dari orangtua. Apalagi sering terdengar suara tembakkan, hardikkan dari mereka-mereka yang berpakaian tentara maupun sipil. Meskipun demikian saya hampir setiap tahun menonton tayangan tersebut. Biasanya cerita “utuh” film G 30 S/PKI saya dapatkan dari kakak dan teman yang membedah tayangan tersebut di sekolah keesokan harinya.  Sehingga saya benar-benar membenci Partai Komunis Indonesia (PKI).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lupa berapa persisnya usia saya ketika itu tetapi yang jelas saat itu dikisaran penghujung tahun 1980an. Waktu itu, di desa yang berjarak sekitar 10 jam dari kota Palembang ke arah Bengkulu itu belum ada penerangan listrik dari PLN. Hanya segelintir warga yang mampu membeli genset termasuk pak Kades waktu itu. Untungnya kami memiliki pak Kades yang baik hati membuka ruang bagi warganya.

Segala hal tekait dengan gerakan G 30 S/PKI, masih sangat menarik untuk dicermati. Ada pihak yang pro dan ada pula pihak yang kontra. Seperti diketahui, baru saja terjadi peristiwa pengepungan gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia oleh ratusan massa karena menggelar diskusi terkait dengan peristiwa 1965. Senin dini hari tadi, ratusan massa juga merusak kantor LBH Jakarta karena dianggap menggelar acara yang terkait dengan kebangkitan Partai Komunis Indonesia. Padahal menurut laporan wartawan Tempo, di gedung hanya ada acara seni bertajuk Asik Asik Aksi.

Selain peristiwa di YLBHI, peristiwa 65 juga sempat menjadi sorotan akibat TNI menggelar nonton bareng film G-30-S. Padahal film itu sudah lama tidak ditayangkan karena dirasa tak akurat. Adapun TNI berdalih ajakan tersebut untuk menguatkan pemahaman terhadap sejarah. (pharliza@gmail.com)

Ikuti tulisan menarik Parliza Hendrawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB