x

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Anggaran Riset Minim, Bikin Malaysia Unggul di Depan

Sebab, tanpa anggaran yang memadai untuk riset, Indonesia akan semakin tertinggal dalam persaingan global.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Minimnya Anggaran Riset Kita

Iklim riset di Tanah Air belum juga menggembirakan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang disetujui DPR beberapa hari lalu, jatah dana penelitian masih jauh dari angka ideal sekitar 1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, seperti yang telah dibuktikan oleh banyak negeri di dunia, riset merupakan modal sebuah negara untuk maju.

Dalam RAPBN 2018 itu, jumlah total anggaran riset untuk seluruh lembaga penelitian belum jelas benar. Namun dipastikan kenaikannya tidak signifikan dibanding tahun ini yang hanya berjumlah sekitar Rp 23 triliun atau sekitar 0,23 persen PDB. Bandingkan anggaran riset kita ini dengan Malaysia, yang mengalokasikan 2,8 persen PDB-nya atau sekitar Rp 150 triliun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anggaran riset ini semakin kecil saja ketika dibagi ke setiap lembaga penelitian. Dana riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, misalnya, total menjadi hanya Rp 1,3 triliun, naik sedikit dari tahun ini yang sebesar Rp 1,27 triliun. Anggaran lembaga riset lainnya, seperti BPPT, Batan, dan Lapan, juga hanya naik tipis.

Seharusnya pemerintah bisa mengalokasikan dana yang lebih memadai untuk bidang riset. Toh, kebutuhan dana riset yang diusulkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi juga tidak banyak, hanya sekitar Rp 40 triliun, meskipun menurut mereka angka idealnya sekitar Rp 100 triliun. Memenuhi kebutuhan anggaran untuk riset juga lebih penting ketimbang, misalnya, menggelontorkan sekitar Rp 600 miliar untuk gedung baru DPR, karena gedung lama masih layak pakai.

Sebab, tanpa anggaran yang memadai untuk riset, Indonesia akan semakin tertinggal dalam persaingan global. Saat ini, negeri kita hanya menghasilkan sekitar 6.000 riset dalam setahun, sementara Malaysia menghasilkan sekitar 25 ribu riset, Singapura 18 ribu, dan Thailand 12 ribu riset. Menurut Bank Dunia, di bidang sains, yang merupakan nyawa dalam segala riset, negeri kita tertinggal sekitar 72 tahun.

Memang anggaran yang besar tidak serta-merta membuat riset menjadi maju, karena negeri kita juga memiliki masalah dengan jumlah peneliti. Saat ini jumlah peneliti di Indonesia baru sekitar 89 peneliti per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Korea Selatan yang memiliki rasio 4.000 peneliti per 1 juta warga atau Singapura yang memiliki rasio 7.000 peneliti per 1 juta warga.

Karena itu, jumlah peneliti harus terus digenjot. Idealnya, dengan jumlah penduduk 250 juta orang, kita punya 200 ribu peneliti. Dalam hal ini kita punya harapan. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan persis 20 persen dari PDB pada RAPBN 2018.

Pada saat yang sama, lembaga penelitian juga harus mengembangkan pendanaan ke pihak swasta. Di negara maju seperti Amerika dan Korea Selatan, sekitar 80 persen dana riset sudah berasal dari swasta dan sisanya dari pemerintah. Sedangkan di Indonesia terbalik, hanya 20 persen dari swasta.

Untuk itu, riset yang dilakukan lembaga penelitian perlu menimbang kebutuhan masyarakat dan industri, selain terus melakukan riset dasar. Dengan cara ini, hasil riset bisa segera terasa manfaatnya. Tentu saja pemerintah dalam hal ini harus pula menyiapkan regulasi terkait, misalnya paten hasil penelitian yang dimanfaatkan industri. *

 

Editorial Koran Tempo, Kamis, 2 November 2017

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler