x

Ilustrasi stroke. autoimuncare.com

Iklan

Dewa Made

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

'Diteror' Penjaja Produk Asuransi, Data Pribadi Kita Bocor?

Mudahnya para telemarketer penawar produk asuransi atau perbankan mengakses data pribadi kita patut dipertanyakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Matahari baru saja siap-siap meninggi ketika tiga panggilan telepon, masuk bergantian. Tak satupun dari nomor itu yang saya kenal. Biasanya, saya hanya mengabaikan panggilan-panggilan dari nomor tidak dikenal. Namun kali ini panggilannya cukup rewel. Hanya berselang beberapa menit, panggilan keempat muncul. 

Saya mulai penasaran dan sedikit khawatir kalau ini adalah panggilan darurat dari sanak keluarga. Sehingga pada panggilan keempat ini, saya putuskan untuk mengangkatnya.

"Selamat pagi", sapa seorang perempuan diujung telepon. "Apa benar ini dengan bapak ..(menyebut nama lengkap saya)...?".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Wah siapa ini, bisa tahu nama lengkap padahal jarang saya bagikan", pikir saya.  Tanpa sadar saya merasa masuk jebakan dengan menjawab,"Iya, dengan siapa saya bicara?".

"Saya ingin mengucapkan selamat, Anda telah menang langganan gratis asuransi xxx selama 3 bulan dan untuk selanjutnya bla..bla..bla!", sahut perempuan itu.

Saya pun mulai bernafas lega karena telepon yang masuk ternyata bukan panggilan darurat. "Maaf, saya sudah memiliki asuransi yang ditanggung perusahaan", sahut saya dengan tenang dan sombong. Padahal, asuransi dari perusahaan bersifat sementara dan runtin berganti setiap tahunnya.

Rupanya perempuan ini tidak menyerah, dia memanfaatkan nada kesopanan saya saat menolak tawaran itu. Dia mulai mengeluarkan jurus marketingnya. Saya naik pitam, "Saya tidak tertarik ya Mbak". Tut...tut...tut... (dengan terpaksa menutup telepon). Dan 'teror' tawaran asuransi pagi itu pun berakhir.

Ini bukanlah pengalaman pertama ditelepon orang tak dikenal seperti itu. Sebelumnya, pernah juga diburu telemarketer produk asuransi lain serta penawaran kartu kredit.

Sebenarnya, bukan masalah penawaran itu yang mebuat kesal, melainkan tentang bagaimana mereka bisa mendapat data pribadi saya. Terlebih, saya tidak pernah merasa membagikan data pribadi secara sembarangan.

Berbeda dengan SMS 'mama minta pulsa' atau undian berhadiah abal-abal, nomor kita bisa didapat akibat sering jajan sembarangan (membeli pulsa di konter yang tidak resmi). Saya telah membuktikan hal ini. SMS undian berhadiah itu lenyap tat kala beralih membeli pulsa hanya lewat fasilitas perbankan.

Saya hanya bisa menebak, satu-satunya sumber data yang bisa valid mengetahui nomor telepon selular dan nama lengkap adalah: (1) ketika mengisi formulir perbankan, (2) pengajuan kartu kredit, atau (3) data HRD perusahaan yang pernah saya isi. Saya ingat betul kapan dan dimana saya membubuhkan nama lengkap dan nomor telepon.

Masalahnya, apakah data-data pribadi semudah itu diakses para telemarketer penawar produk asuransi?

Atas pengalaman ini, saya pikir wajar kalau saya meragukan keamanan data  registrasi ulang pelanggan selular. Apalagi ada pencantuman nomor kartu keluarga. Ini artinya nama ibu kandung yang biasanya diminta saat pembukaan rekening, juga kita setorkan ke provider.

Kalaupun registrasi kartu selular memang sangat mendesak, saya berharap pemerintah memulai membangun kepercayaan publik dengan menelusuri sumber data para telemarketer. Sehingga tidak 'meneror' orang dengan tawaran-tawaran komersilnya. Apalagi, bukankah kita berhak melakukan tindakan hukum jika data kita diperoleh secara ilegal?

 

 

Ikuti tulisan menarik Dewa Made lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu