x

Iklan

Parliza Hendrawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pak Mar 20 Tahun di Empat Lawang, Hangat dan Bersahabat

tetap bersahabt meskipun lebih dari 20 tahun tidak pernah bertemu. itulah guruku

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PAK MAR, bagi saya begitu akrab dengan kata itu. Nama lengkapnya Maryana, seorang guru perantau asal Magelang, Jawa Tengah. Dalam hitungan saya, pak Mar telah mengabdi sebagai tenaga pendidik kabupaten Empat Lawang sudah 20 tahun. Karirnya dibuka ketika pimpinan Muhammadiyah Kabupaten Lahat menuntunnya untuk mengabdi di SMP Muhammadiyah di desa Lingge. Ia juga sempat mengajar saya di SD Muhammadiyah di desa yang sama. Lingge ketika itu masih menjadi bagian dari kabupaten Lahat sedangkan sekarang desa yang berada di kecamatan Pendopo Barat ini menjadi bagian Empat Lawang. 

Ahad, 3 Maret yang lalu, saya tergerak untuk berkomunikasi langsung dengan pak Mar yang terlahir di Kaliangkrik, Magelang, Jawa Tengah, 3 juli 1965. Melalui media facebooks messenger, ia bercerita banyak hal. Ia membuka cerita kalau kedatangan ke desa Lingge persis pada 14 Agustus 1988 setelah sempat bermalam di kota Lahat. Ketika itu ia baru saja menyelesaikan studi. Tak lupa ia menceritakan, ketika itu ia berdua dengan juga seorang guru yang bernama Djirjani. Roomatenya itu, hingga saat ini masih tinggal di kota Lahat. 

Di desa Lingge, pak Mar dan Djir, tinggal di kediaman Pak Lasim, seorang guru dan juga pemuka Muhammadiyah di desa itu. Masa penuh kenangan berlangsung cukup lama. Dalam ingatannya, ia sempat mengajar di Muhammadiyah untuk mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, IPS dan Pramuka. Skill itu ia juga bagikan pada peserta didiknya di SMP N 1Pendopo. "Kami oleh pengurus Muhammadiyah Lahat disebarkan keseluruh SMP di kabupaten itu dan terdamparlah kami di SMP Muhamadiyah Lingge," katanya membuka memori. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kenekatan dan juga niat yang tulus membawa berkah bagi pak Mar. Tidak butuh waktu terlalu lama baginya untuk menyandang status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ia diberikan kesempatan tes CPNS pada bulan September 1988. Alhamdulillah kata Pak Mar, ia dapat diterima menjadi PNS sejak 1 Maret 1989. Meskipun telah menyandang status PNS ia tetap mengabdikan diri di Muhammadiyah Lingge sampai tahun 1992 "Sesudah itu saya mengabdi di SMP N1 pendopo sampai tahun 2006," ujar suami dari Surayem ini. 

Ayah dari Rizkia Nur Handayani dan Rizkia Nur Rahmadhani menambahkan pada bulan Juli 2006, ia diminta oleh ketua Yayasan Khairasni untuk memajukan MTS Al-Khair. Berkat tangan dingin ia bersama tim di sekolah agama itu,  di tahun yang sama  MTs Al- Khair bisa melaksanakan ujian Nasional secara mandiri. Setelah berhasil ujian sendiri, pak Mar mutasi ke Magelang. Selanjutnya pada bulan juli 2008, pak Mar mulai bertugas di SMP N 2 Kaliangkrik, Magelang. 

Aroma Bekasam Masih Lengket

Tahun 1988, ketika pak Mar baru saja memulai petualangan di daerah di ujung Sumatera Selatan ini, Lintang masih begitu dikenal dengan tingkat gangguan keamanan yang tinggi. Selain itu secara sosial, budaya terdapat perbedaan yang cukup kental: Pak Mar  dengan kelembutan budaya Jawanya harus menghadapi watak keras dari sebagain besar penduduk setempat. Namun itu tidak membuat nyalinya ciut. Bahkan semakin membuatnya tertarik untuk menyelami budaya, adat-istiadat, bahasa dan juga kuliner setempat.

"Setelah satu minggu saya sudah mulai bisa membaur," ujarnya. Maka iapun mulai mengikuti jejak warga setempat utama warga di desa Lingge. Bersama pak Lasim misalnya, yang tak lain merupakan tokoh masyarakat setempat yang juga merupakan sang “induk semang”, Pak Mar kerap diajak menghadiri hajatan. Naa, disaat pergi kondangan inilah untuk pertama kalinya dia mencicipi masakan setempat yang dikenal dengan Bekasam. Makanan tersebut memiliki aroma yang menyengat karena terbuat dari nasi dan campuran ikan yang difermentasi. 

Disaat mencicipi hidangan tersebut, perutnya terasa belum bisa menerima. Ada rasa mual bahkan mungkin agak sedikit jijik manakala melihatnya tersaji di talam hidangan. Bahkan Ia sempat mengira kalau dirinya menyentuh kotoran. "Paling berkesan sewaktu diajak makan sambal Bekasam sama pak Lasim. Rasanya mau muntah," ujarnya. Pengalaman lain yang begitu berkesan baginya manakala ia diajak ke Talang (kebun) untuk memetik Kopi maupun mencari buah Durian. "Yang kedua pengalaman paling berkesan waktu diajak mutir kawo dan nunggu Durian di Talang Soli," katanya dengan lokan Lintang yang kental.

PAK MAR, I call him from 1988 until now. I knew pak Mar when he came to Lingge Village for the first time, August 1988. At that time I was still very young. Maybe, I just 9 or 10 year old when I was in 5th or 6th level in Muhammadiyah Lingge primary school. After that, I see pak Mar again when I was in first class of SMPN 1 Pendopo, Lahat (now being part of empat lawang regency). In 1991, when I was in second class of SMP, I moved to SMPN VI Bengkulu city. From that time until now, I have never met him physically. But we still communicate each other by using media social. “He is still friendly and humble,” EEN

Ikuti tulisan menarik Parliza Hendrawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB