x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Lupa, Kita Ini Bersaudara

Janganlah kita mengorbankan persaudaraan yang amat bernilai hanya untuk mendudukkan seseorang di kursi kekuasaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di Jogyakarta, cegat-mencegat terjadi di antara para pendukung kedua pasangan capres-cawapres. Aksi kekerasan tidak terhindari; yang lemah jadi sasaran. Untuk apa? Jelas, aksi kekerasan (apa lagi pengeroyokan) tidaklah perlu. Tidak ada keuntungan apapun yang diperoleh dari pertikaian, terlebih lagi di antara sesama warga yang untuk menyambung hidup pun perlu perjuangan (kadang-kadang atau seringkali ekstra keras).

Rakyat seyogyanya tidak usah ikut gontok-gontokan seperti politisi yang sedang berebut kursi. Biarlah politisi saja yang sibuk bersilat lidah, beradu argumentasi sampai teriak-teriak, dan menciptakan kegaduhan. Mereka ingin terlihat ciamik di hadapan rakyat dengan memperlihatkan kehebatan dan jasa tapi sembari menyembunyikan kekurangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rakyat semestinya bertindak bagaikan ‘tuan’ dan ‘puan’ sebab rakyatlah yang punya suara. Politisi menawarkan janji-janji agar rakyat terbujuk. Tapi, rakyat punya kebebasan untuk memberikan suara kepada siapa yang ia inginkan. Mestinya, tanpa buju rayu dengan kenaikan gaji, misalnya, sebab ini akan mengurangi kenyamanan. Jangan mudah tergoda oleh bujuk rayu beraroma politis.

Apakah aksi kekerasan itu tersulut oleh emosi? Ketika individu-individu berkumpul dan membentuk massa, banyak hal berubah: orang jadi lebih berani dan kadang-kadang melampaui batas, ‘spirit kelompok’ menjadi lebih menonjol ketimbang karakter individu, nalar individu tertekan oleh nalar kelompok atas nama, misalnya, kebersamaan, solidaritas, ke-kita-an.

Ikatan emosional mudah terbentuk di antara pendukung dan yang didukung, sehingga sering terjadi emosi pendukung tersulut manakala yang ia dukung diejek. Pepatah lama mengatakan: hati boleh panas, tapi kepala harus tetap dingin. Pepatan ini lebih mudah diucapkan ketimbang dipraktikkan, sebab manakala hati mendidih, kepala pun tidak lagi mampu berpikir jernih. Ketika inilah gesekan antar pendukung bisa meletus.

Tapi memang benar bahwa kepala (dan hati) harus tetap dingin. Ketika emosi tersulut oleh kejadian tertentu, ingatlah selalu bahwa kita ini bersaudara. Jikalaupun punya pilihan berbeda, lain partai, beda capres, kita bersaudara melalui jalur-jalur lain. Kita mungkin punya hubungan darah melalui eyang, kita bersaudara karena pernikahan, kita barangkali bertetangga, atau pernah jadi murid dan guru, pernah satu kelompok pendakian gunung, dan banyak lagi jalur persaudaraan.

Jadi, sebagai rakyat, janganlah silau oleh retorika para politisi yang cenderung mempertajam pemisahan antara ‘kita’ dan ‘mereka’. Jangan biarkan retorika politisi menciptakan ketidaknyamanan dalam persaudaraan kita yang sudah terjalin selama ini. Jangan sampai persaudaraan dengan kawan lama yang puluhan tahun tidak bertemu tiba-tiba retak kembali gara-gara beda pilihan capres atau partai.

Sebagai rakyat, boleh saja kita mendukung seseorang, tapi tetaplah bersikap kritis. Gesekan di jalan-jalan terjadi lantaran kita mendukung dengan membabi buta. Kita ini saling bersaudara, apapun latar belakang kita. Janganlah kita mengorbankan persaudaraan yang amat bernilai hanya untuk mendudukkan seseorang di kursi kekuasaan. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler