x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sungai Dari Eden

Penemuan DNA dan konsekwensinya bagi teori evolusi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Sungai Dari Eden

Penulis: Richard Dawkins

Tahun Terbit: 2016

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Richard Dawkins Foundation for Reason & Science                          

Tebal: 94

ISBN:

Debat – lebih tepatnya pertikaian antara Kreasionis dan Evolusionis (Darwinian) marak sejak Darwin mempublikasikan buku “The Origin of Species”. Buku tersebut mengungkapkan bahwa spesies makhluk hidup tidak diciptakan satu per satu, melainkan berevolusi dari yang sangat sederhana menjadi makhluk yang kompleks. Sejak saat itu kedua pihak terus menerus memperdebatkan bukti-bukti, teori-teori, logika-logika dan sebagainya. Penemuan DNA oleh Crick dan Watson tidak menghentikan debat antara kedua kubu ini. Bahkan kedua kubu memakainya sebagai landasan debat.

Buku ini menjelaskan teori Darwin melalui pewarisan genetic (DNA). Pewarisan dari generasi ke generasi ini diibaratkan oleh Richard Dawkins (RD) sebagai aliran Sungai dari Eden. Aliran sungai yang membentuk cabang-cabang yang menghasilkan spesies-spesies yang berbeda. RD juga menjelaskan beberapa pertanyaan yang sering menjadi pangkal debat antara kelompok kreasionis dengan Darwinian.

Penemuan DNA oleh Crick dan Watson adalah sebuah revolusi di dunia biologi. Sebab dengan ditemukannya DNA ini maka kode sebuah spesies tidak lagi didasarkan kepada ciri-ciri fisiknya, tetapi telah digantikan dengan kode digital. Dengan menggunakan kode digital ini maka evolusi makhluk hidup menjadi lebih mudah untuk dimengerti.

RD menjelaskan teori Darwin dengan menggunakan dasar kode digital DNA ini. RD meringkaskan teori Darwin sebagai kemampuan mereplikasi, termasuk kesalahan-kesalahan kecil yang sesekali terjadi. Replikasi yang terus-menerus dan berada di lingkungan yang berbeda menyebabkan rangkaian DNA yang kuat dan sesuai dengan kondisinyalah yang berhasil mengalir ke hulu.

RD mula-mula menjelaskan tentang hebatnya para leluhur. Leluhur hebat karena mereka mewariskan genetik kepada keturunannya. Makhluk yang gagal mempunyai keturunan adalah makhluk yang lemah. Induvidu-individu tersebut lemah dan tidak layak disebut sebagai leluhur.

Setelah menjelaskan konsep tentang leluhur, RD kemudian membahas tentang kesalahan pemahaman tentang gen yang diperbaiki saat diwariskan. Menurut RD yang benar adalah gen yang baiklah yang berhasil melewati proses pewarisan. Gen buruk mungkin berhasil ikut terwariskan bersama dengan gen baik. Namun pada akhirnya hanya gen baiklah yang bisa terus-menerus terwariskan sejalan dengan perjalanan jaman. Untuk menghindari pertanyaan dari pembaca yang terlalu dini, yaitu pertanyaan tentang serangga-serangga yang mandul seperti rayap, tawon dan semut misalnya, RD buru-buru memberi penjelasan bahwa mekanisme pengasuhan oleh saudara terjadi di alam. Meski memiliki gen yang sama, tetapi ada tawon yang mandul ada tawon yang mampu melakukan aktivitas seksual sehingga bisa menurunkan keturunan. Mampu melakukan pewarisan gen.

Penyebab utama perpisahan spesies bukanlah karena kesalahan-kesalahan kecil proses replikasi. Pemisahan spesies disebabkan karena pemisahan georgrafis yang kebetulan. Buku ini juga memuat kegagalan 99% dari calon spesies, sehingga hanya 1% yang berhasil menjadi spesies baru. Sehingga spesies-spesies yang merupakan cabang-cabang sungai induk ini adalah memang spesies yang bisa bertahan. Dari pemetaan gen tersebut bisa diperkirakan asal induk dari cabang-cabang sungai tersebut dan kapan kira-kira waktu pemisahan terjadi. Perubahan kombinasi dalam satu sitokrom c akan menyebabkan perbedaan spesies. Perubahan kombinasi ini terjadi dalam waktu yang konstan yang disebut sebagai teori jam molekuler. Misalnya babi dan manusia sama-sama berjarak sama, yaitu 45 perbedaan kombinasi. Meski jarak perbedaan kombinasinya sama, tetapi kombinasinya berbeda. Itulah maka babi dan manusia berbeda.

Untuk menjelaskan bagaimana sel-sel yang membentuk organ dan kemudian individu bekerja, RD menjelaskan bahwa satuan gen yang sangat unik yang menggerakkan berbagai reaksi yang berbeda, terpisah dalam waktu yang bersamaan. Rangkaian reaksi kimia yang terjadi tergantung dari gen mana yang diaktifkan. Perbedaan gen yang bekerja ini membuat sel-sel yang membelah membentuk organ-organ yang berbeda. RD juga menggunakan analogi dengan origami. Kertas yang sama tetapi karena terjadi pelipatan yang berbeda (khususnya pada fase gatrulasi di saat embrio) akan membentuk bentuk yang berbeda.

Proses pelipatan yang terjadi berulang-ulang ini menyebabkan sebuah individu tidak akan sama persis dengan individu lainnya. DNA-lah yang membuat sebuah individu unik. Selanjutnya, DNA mana yang akan mempunyai kesempatan untuk melanjutkan ke generasi berikutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Jika lingkungan mendukung DNA tersebut, maka DNA tersebut akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk berlanjut ke generasi berikutnya. Sedangkan untuk menjelaskan ras, RA menggunakan pemisahan geografis dalam waktu yang lama sehingga tidak terjadi percampuran darah di antara mereka.

Tentang asal-usul manusia RD menggunakan teori Hawa dari Afrika, atau disebut Hawa Mitokondria. Mitokondria sendiri mempunyai saudara jauh bernama bakteri. Bakteri-bakteri yang dijinakkan dan hidup bersama dalam sel dan bersatu membentuk sel besar inilah awal dari makhluk yang lebih kompleks (Teori Lynn Margulis). Nah manusia terdiri dari banyak mitokondria yang saling bergantung. Uniknya mitokondria hanya diwariskan melalui ibu. Sehingga dengan melihat DNA mitokondria kita bisa menelusuri siapa sesungguhnya leluhur kita. Dengan meneliti DNA, ilmuwan di Berkeley menemukan bahwa asal-usul manusia, adalah dari Afrika. Hawa mitokondrial dari Afrikalah yang mula-mula menyebar ke bagian lain dari dunia ini. Mereka keluar dari Afrika kira-kira 250 ribu tahun yang lalu. “Bukti” penelitian DNA mitokondria ini selaras dengan penelitian berbasis fosil yang juga mengatakan bahwa asal-usul manusia adalah dari daratan Afrika.

Dalam menjawab tentang evolusi tak mungkin terjadi karena proses yang menguntungkan harus didukung oleh kondisi yang sempurna. Proses tawon yang tertipu oleh bentuk anggrek yang dikira pasangan betinanya, tidak mungkin terjadi apabila si anggrek bentuk dan baunya belum sempurna saat berjumpa dengan si tawon. Artinya harus ada penciptaan bentuk dan bau anggrek yang sempurna untuk bisa menipu sang tawon. Jawaban RD, tawon mudah ditipu. Sebab mata tawon saat sang anggrek belum sempurna juga tahap evolusiya masih pada tahap yang lebih sederhana. Menurut saya kurang memuaskan karena jika tawon mudah ditipu dengan anggrek yang belum sempurna, mengapa sang tawon hanya memilih jenis anggrek yang bentuk dan baunya sudah sempurna? Bukankah banyak anggrek yang bentuk dan baunya hampir sama? Tetapi mengapa tawon tidak menggauli anggrek-anggrek yang mirip tersebut? Atau mengapa tidak ada tawon yang evolusinya sejajar dengan evolusi anggrek lain yang terpisah dari nenek moyangnya?

Tentang pertanyaan kenapa yang sering diajukan oleh para kreasionis kepada Darwinian, RD tidak menjawabnya, tetapi malah membalikkan seakan-akan penciptaan itu saling bertentangan. Saat kita meneliti citah, kita menemukan bahwa semua bentuk organ citah dirancang dengan sangat baik untuk menangkap antelop sehingga si citah bisa mendapatkan makanan. Sedangkan sebaliknya, jika kita meneliti antelop, kita menemukan bahwa semua organ tubuhnya didisain sedemikian rupa supaya ia bisa menghindari citah dan membuat citah mati kelaparan. Jika demikian, apakah antelop dan citah diciptakan oleh dua tuhan yang berbeda?

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler