x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 28 Mei 2019 15:54 WIB

Bertarung di Ruang MK, Bertempur di Ruang Publik

Mampukah para hakim konstitusi membebaskan diri dari pengaruh berbagai opini dan wacana yang berlalu-lalang di ruang publik, sehingga mereka mampu membuahkan keputusan yang jujur dan adil di ruang pengadilan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kubu Prabowo Subianto akhirnya maju ke Mahkamah Konstitusi. Di hadapan para hakim konstitusi, para pengacara Prabowo akan beradu argumentasi dan bukti dengan para pengacara Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para pengacara Prabowo menghadapi tantangan untuk mampu membuktikan tudingan kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2019. Apabila para hakim tidak berhasil diyakinkan, keputusan MK tidak akan menguntungkan kubu Prabowo.

Kubu Prabowo maju ke Mahkamah Konstitusi dengan tingkat kepercayaan kepada institusi tersebut yang tidak sepenuhnya 100%. Amien Rais bahkan sudah mengungkapkan sikap pesimistisnya terhadap upaya legal ini. Namun Prabowo ingin mencoba ikhtiar ini walau mungkin juga disertai keraguan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai pemutus akhir dalam perselisihan mengenai hal-hal yang terkait konstitusi, fungsi dan tanggungjawab MK memang berat. MK bukan hanya menjadi penafsir dan pengawal konstitusi, tapi juga sebagai penegak demokrasi. Para hakim konstitusi dibekali wewenang besar untuk memutus perkara mengenai sengketa pemilihan umum dengan tujuan menegakkan pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Jujur dan adil menjadi kata kunci, dan ini pula yang dipersoalkan oleh kubu Prabowo.

Keputusan MK bersifat final, lantaran tidak ada penafsir yang lebih tinggi atau di atas MK. Kewenangan yang besar ini sekaligus menjadi godaan bagi para hakim konstitusi. Bila tidak hati-hati, jujur, berani, dan adil, para hakim dapat tergelincir dengan memenangkan pihak yang semestinya kalah.

Integritas para hakim, termasuk hakim konstitusi, merupakan isu yang hingga kini masih diperbincangkan. Para hakimlah yang menjaga imparsialitas dan independensi MK sebagai institusi. Merekalah yang harus menjaga martabat MK dari kemungkinan intervensi pihak-pihak lain terhadap proses penyelesaian perkara. Secara teoritis, para hakim harus mampu memutuskan perkara tanpa terpengaruh pendapat, kepentingan, maupun tekanan dan desakan pihak lain.

Sayangnya, dalam catatan sejarah MK, sudah ada dua orang hakim—termasuk Ketua MK—yang telah menggoreskan tinta buruk dengan membiarkan dirinya terkena suap. Kejadian ini membuat sebagian warga masyarakat meragukan keteguhan para hakim MK terhadap intervensi dari luar.

Kredibilitas para hakim juga menjadi bahan pertanyaan mengingat hakim-hakim MK diajukan oleh Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR. Bagaimana jika terjadi sengketa yang melibatkan Presiden? Mampukah hakim pilihan Presiden bersikap independen dalam memutuskan perkara? Mampukan hakim MK melepaskan diri dari utang budi kepada DPR? Pengadilan sengketa Pilpres 2019 akan menjadi batu ujian bagi para hakim dan institusi MK.

Pertanyaan beraroma keraguan itulah yang kemudian menjadi narasi yang beredar di ruang publik, media sosial khususnya, terkait dengan sengketa Pilpres. Pertarungan argumentasi dan bukti di ruang pengadilan Mahkamah Konstitusi agaknya sudah didahului oleh pertempuran wacana di ruang publik: media massa dan media sosial.

Sebagian jurnalis telah mengungkapkan bocoran isi gugatan dan bukti yang akan diajukan oleh kubu Prabowo. Bagi sebagian media, isu ini terlalu seksi untuk dilewatkan. Selanjutnya, muncullah berbagai komentar mengenai isi gugatan dan bukti tersebut. Pertempuran opini pun tidak terhindari.

Mampukah para hakim konstitusi membebaskan diri dari pengaruh berbagai opini dan wacana yang berlalu-lalang di ruang publik, sehingga mereka mampu membuahkan keputusan yang jujur dan adil di ruang pengadilan? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler