x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 31 Mei 2019 12:15 WIB

Apa Kabar Masyarakat Sipil?

Masyarakat sipil dapat menjadi rapuh justru bukan oleh tekanan, melainkan oleh tawaran untuk bergabung ke dalam lingkaran kekuasaan. Daya kritis yang semula menjadi kekuatan dalam memperjuangkan kehendak rakyat, kini menjadi lunglai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Walaupun pilar-pilarnya sudah terpenuhi secara formal, yakni dengan adanya lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, masyarakat demokrasi dalam kenyataannya masih memerlukan kehadiran aktivisme sosial yang lahir dari masyarakat sendiri. Rakyat masih butuh kelompok terorganisasi lain di luar institusi negara mengingat aspirasi rakyat tidak selalu diserap dan diwujudkan oleh lembaga-lembaga tadi.

Sebagai hasil pemilihan umum, para anggota parlemen (DPR Pusat dan Daerah, maupun DPD) berasal-muasal dari rakyat. Mereka dipilih untuk dapat mewakili kepentingan dan menyuarakan kehendak rakyat. Bahkan, peran dan fungsi mereka tecermin  pada nama institusinya: Dewan Perwakilan Rakyat. Realitasnya, para anggota lembaga legislatif kerap lebih mewakili kepentingan dan menyuarakan kehendak partai tempatnya bernaung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika kekuatan [baca: kapabilitas, kompetensi, sumber daya] eksekutif tidak mampu diimbangi dengan baik oleh legislatif, kepentingan rakyat kerap kurang terlindungi. DPR yang kuat akan mampu mengimbangi eksekutif dan mampu melakukan fungsi check and balances secara efektif. Manakala eksekutif lebih kuat, legislatif cenderung mengikuti kemauan eksekutif. Para anggota legislatif juga lebih tunduk kepada partai politik, sehingga dikenal istilah ‘petugas partai’.

Dalam situasi ketika lembaga yudikatif juga kurang dapat diandalkan, rakyat berpaling kepada anggota masyarakat sipil, seperti lembaga swadaya masyarakat. Kepada anggota masyarakat sipil inilah, rakyat menaruh harapan agar aspirasi mereka diperjuangkan. Memang bukan perkara mudah memperjuangkan aspirasi dari luar institusi formal seperti DPR, tapi tekad untuk memperjuangkan kepentingan rakyat tidak mudah padam.

Kelompok-kelompok kepentingan, yang seringkali sosoknya tidak tampak di muka publik tapi kehadiran pengaruhnya begitu terasa, merupakan tantangan tersendiri bagi masyarakat sipil. Bahkan, menguatnya pengaruh swasta—khususnya korporasi besar—dalam urusan-urusan pemerintahan maupun politik menjadikan kerja masyarakat sipil semakin tidak mudah. Hingga kemudian, para aktivis masyarakat sipil direkrut ke dalam kekuasaan dan menempati berbagai posisi, suara yang dulunya begitu lantang, kini hanya sayup-sayup dan bahkan tak terdengar sama sekali. Akankah eksponen masyarakat sipil juga akan terperangkap oleh kepentingan pihak-pihak lain?

Masyarakat sipil diperlukan pula untuk menjaga stabilitas negara dengan mengurangi dominasi peran negara. Kemandiran masyarakat sipil memungkinkan mereka melakukan kontrol terhadap sepak-terjang ketiga institusi negara. Masyarakat sipil yang beragam dapat menjadi ajang pengorganisasian beraneka kepentingan secara demokratis. Masyarakat sipil yang kuat berpotensi mendorong peningkatan partisipasi warga dalam urusan-urusan publik.

Kuatnya masyarakat sipil juga dapat menghalangi dominasi pemerintah dan partai politik. Sayangnya, masyarakat sipil dapat menjadi rapuh justru bukan oleh tekanan, melainkan oleh tawaran untuk bergabung ke dalam lingkaran kekuasaan. Daya kritis yang semula menjadi kekuatan dalam memperjuangkan kehendak rakyat, kini menjadi lunglai. Suara lantang aktivis sosial terkesan tidak lagi konsisten. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu