x

Iklan

Jefri Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 Juli 2019

Senin, 8 Juli 2019 17:39 WIB

Hitam Putih Hendrajoni

Namun prestasinya dalam memajukan daerah yang ia pimpin tentu tidak bisa dinafikan. Dan sangat susah mencari dalil kegagalan mantan perwira polisi itu dalam memimpin daerahnya. Yang ada hanya lah perbedaan pandangan politik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tiga tahun terakhir Pesisir Selatan berkembang cukup pesat. Satu persatu masalah diurai dan diselesaikan oleh Bupati Hendrajoni-Wakil Bupati Rusmal Yul Anwar. Sarana dan pra sarana dipugar dan dibangun baru.

 Pasar-pasar rakyat yang merupakan tulang punggung ekonomi direhab agar menjadi tempat yang nyaman bagi masyarakat dalam bertransaksi. Infrastruktur di daerah yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera itu dibenahi. Ribuan rumah masyarakat yang tidak layak huni diperbaiki.

Pariwisata di daerah itu tumbuh dan berkembang yang kemudian menjadi salah satu primadona bagi wisatawan. Salah satu sektor yang menjadi fokus utama duet kepemimpinan itu untuk mengejar ketertinggalan Pessel dari daerah lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika kita menengok kebelakang, sebut saja 10 tahunlalu, Pessel masih sepi. Kendaraan belum banyak berlalu lalang karena memang daerah tersebut bukanlah jalur strategis seperti jalur tengah lintas Sumatera.

Namun belakangan ini Pessel telah ramai. Bus-bus pariwisata yang mengangkut wisatawan saban hari berlalu lalang mengangkut wisatawan untuk melihat objek wisata di daerah tersebut. Effeknya, ekonomi di sekitar objek wisata tersebut ikut bergeliat. Tapi Hendrajoni juga bukan seorang pesulap yang dapat merubah segalanya dalam sekejap.

Bagi yang mengenalnya, Hendrajoni dikenal tegas dan ceplas-ceplos. Kadangkala pernyataannya menjadi pro-kontra dan perdebatan. Karena gaya kepemimpinan Hendrajoni tersebut masih baru di Sumatera Barat. Dan mungkin Hendrajoni satu-satunya pemimpin demikian. Sehingga publik kaget dengan adanya seorang bupati demikian.

Namun prestasinya dalam memajukan daerah yang ia pimpin tentu tidak bisa dinafikan. Dan sangat susah mencari dalil kegagalan mantan perwira polisi itu dalam memimpin daerahnya. Yang ada hanya lah perbedaan pandangan politik.

Akibat perbedaan pandangan politik itu orang-orang mencoba mencari alasan untuk memperkuat argumentasi soal kegagalan Hendrajoni. Namun dia juga bukanlah pribadi sempurna. Dan kita harus adil melihat konteks tersebut.

Jauh sebelum perhelatan pemilu presiden dan legislatif, Hendrajoni belum kesohor seperti sekarang. Tapi pesta demokrasi lima tahunan itu membuat masyarakat mengenal dirinya, lantaran ia membuat keputusan untuk mendukung Capres Joko Widodo. Pilihan itu membuat dia menjadi sasaran bullyan oleh masyarakat Sumbar yang mayoritas memilih Prabowo Subianto.

Kendati Hendrajoni tahu bahwa pilihan diambil itu tidak populer, namun dia tidak bergeming. Karena ia sadar bahwa keputusan tersebut sangat baik bagi daerah dan masyarakatnya. Apabila dia mementingkan karir politiknya pribadi tentu saja dia akan mendukung Prabowo atau seperti kepala daerah lainnya yang bermain aman.

Apalagi, saat itu status Hendrajoni masih sebagai Ketua Partai Amanat Nasional (PAN). Namun karena dia seorang pemimpin untuk ratusan ribu rakyatnya, jabatan itu dia tanggalkan. Dia pun telah siap menjadi bullyan, amukan dan caci-maki publik. Semua itu dia tahan dan senyumannya tetap mengembang dibalik kumis tersebut. Tujuannya hanya satu untuk daerah yang berpenghuni hampir 500 ribu orang.

Sikap Hendrajoni tersebut juga mengingatkan kita pada para pendiri bangsa kita di masa lalu yang rela mengorbankan diri sendiri untuk kepentingan orang banyak. Seperti saduran dari kata-kata Bung Karno biarlah saya yang robek, nanti sejarah akan menjelaskannya.

 

Ikuti tulisan menarik Jefri Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler