x

Bersatu pasca pilpres

Iklan

Alfin Riki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 15 Juli 2019 15:25 WIB

Pentingnya Kampanye Rekonsiliasi Pasca Pemilu 2019 oleh Generasi Muda dan Media

Pada tanggal 17 April 2019 yang lalu, bangsa ini menggelar suatu agenda besar dalam penyelenggaraan demokrasi. Pada hari tersebut lebih dari 187 juta pemilih baik di dalam negeri atau luar negeri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pada tanggal 17 April 2019 yang lalu, bangsa ini menggelar suatu agenda besar dalam penyelenggaraan demokrasi. Pada hari tersebut lebih dari 187 juta pemilih baik di dalam negeri atau luar negeri untuk pertama kalinya akan memilih secara serentak calon anggota legislatif (Pileg) dan Capres-Cawapres (Pilpres). Dengan adanya keserentakan, Pemilu tahun 2019 memiliki beberapa perbedaan dengan Pemilu tahun 2014. Mulai dari penyelenggaraan, jumlah parpol peserta pemilu, hingga metode penghitungan suara parpol. 

PerbedaanPmendasar dari penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 yakni keserentakan. Pada tahun 2014, Pileg dan Pilpres diselenggarakan secara terpisah. Perbedaan itu ditandakan dengan digabungkannya UU Pileg, UU Pilpres, dan UU Penyelenggaraan Pemilu menjadi hanya UU Pemilu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, jumlah partai politik (parpol) yang berlaga di Pemilu 2019 dibandingkan Pemilu 2014 juga berbeda. Pada Pemilu 2014 lalu, pemilu diikuti oleh 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal Aceh. Sedangkan pada Pemilu 2019 diikuti oleh 16 partai politik nasional ditambah 4 partai politik lokal di Aceh.
Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, akhirnya pada Minggu (30/6/2019), Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menggelar rapat pleno terbuka dan menetapkan pasangan capres-cawapres Joko Widodo – Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pilpres 2019. Pasangan nomor urut 01 tersebut terpilih sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2019-2024 dengan perolehan suara sebanyak 85.607.367 suara atau 55,50% dari total suara sah nasional. Rapat pleno tersebut digelar KPU menyusul putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa hasil pilpres 2019. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres 2019 yang sebelumnya diajukan pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.


Dengan demikian, usai sudah rangkaian kontestasi politik dalam pemilu 2019 ini. Setelah rangkaian perdebatan, juga gugatan yang menyertai, baik di masa kampanye hingga masa-masa pengumuman hasil, kini pasangan presiden dan wakil presiden terpilih sudah ditetapkan secara sah. Setelah penetapan presiden dan wakil presiden terpilih dari KPU tersebut, semua pihak kembali mempererat tali persaudaraan dan persatuan.


Kita berharap, semua pihak bisa menerima hasil dari seluruh rangkaian mekanisme pemilu tersebut dengan jiwa besar. Kita juga berharap, segala macam perdebatan yang marak selama masa-masa kampanye hingga beberapa bulan belakangan, bisa mereda dan kita semua bisa kembali bergandengan tangan mengukuhkan persaudaraan sebagai sebuah bangsa. Penetapan pasangan presiden dan wakil presiden RI terpilih oleh KPU beberapa hari yang lalu mesti bisa mengakhir segala perselisihan dan perdebatan tersebut. Kendati demikian, persoalan tersebut menyisakan pertanyaan penting diantaranya soal rekonsiliasi. KBBI mengartikan “Rekonsiliasi” sebagai tindakan menyembuhkan hubungan persahabatan untuk kembali ke keadaan semula. Rekonsiliasi kebangsaan, dengan demikian bisa diartikan sebagai upaya menyembuhkan kembali hubungan persaudaraan dan persatuan bangsa, setelah sebelumnya retak atau koyak oleh menguatnya perdebatan, caci maki, dan kebencian.


Kemudian, kita sebagai masyarakat khususnya generasi muda juga memiliki tugas dan andil yang sama besarnya untuk mengkampanyekan rekonsiliasi kebangsaan. Di sini, dunia maya atau terutama media sosial bisa menjadi alat yang sangat ampuh untuk menggelorakan rekonsiliasi kebangsaan. Dengan gawai di tangan, setiap individu mesti aktif menyuarakan pesan-pesan perdamaian. Di media sosial, ekspresi-ekpresi permusuhan dan kebencian sudah saatnya dilenyapkan, diganti ekspresi-ekpresi yang mengedepankan persaudaraan, kasih sayang, dan kepedulian dengan sesama. Kita bisa kembali menyapa, berkomentar secara ramah dan damai, dengan orang-orang yang kemarin mungkin berbeda pandangan politik dengan kita. Di sini, kata-kata atau bahasa penuh etika, adab, dan sopan santun menjadi hal yang sangat penting dikedepankan dalam mengupayakan rekonsiliasi di media sosial. Jangan ada lagi kata-kata penuh kebencian, permusuhan, dan caci maki di kolom komentar. Tak boleh ada lagi unggahan-unggahan provokatif dan membagikan konten-konten yang memancing keributan, begitu pula media-media arusutama.
Semua mesti merenung, melakukan refleksi, dan melihat secara jernih apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh bangsa ini. Kini, sudah tak ada relevansinya lagi untuk terus melakukan perdebatan, apalagi mengumbar permusuhan dan kebencian. Pilpres telah usai dan pemimpin terpilih sudah ditetapkan. Tak ada guna terus memelihara kebencian dan permusuhan.

Yang lebih penting dan yang kita butuhkan sekarang adalah suara-suara ramah dan damai yang mengajak untuk kembali bergandengan tangan, menguatkan kerja sama dan gotong royong untuk menciptakan keharmonisan demi kehidupan bangsa yang lebih baik ke depan.
Dalam konteks ini peran generasi muda menjadi signifikan. Dengan penguasaan teknologi informasi yang dimiliki generasi muda dapat berpartisipasi dalam meredam konflik komunikasi di media, mereduksi pembuatan dan penyebaran berita hoax, meluruskan informasi yang keliru. Generasi muda juga bisa berpartisipasi dengan mengendalikan diri untuk tidak terjebak menggunakan teknologi untuk perilaku negatif. Seperti membuat dan menyebar hoax dan perilaku lain yang melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


Pemilu dan seluruh rangkaian prosesnya yang aman, damai, sukses dan berintegritas adalah dambaan bersama. Namun itu tidak datang dengan sendirinya. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa. Termasuk generasi muda dan para stakeholders pemilu untuk mewujudkannya. Komitmen itu hanya dapat terbangun ketika semua pihak mau memaknai pilpres secara komprehensif, bukan mengejar hasil semata, tetapi mematuhi peraturan tertulis maupun tidak tertulis dalam proses pemilu serta menghormati norma, etika, dan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan komitmen itu maka kondisi politik di tanah air pasca Pemilu 2019 akan tetap kondusif.

Ikuti tulisan menarik Alfin Riki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu