x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 16 Juli 2019 14:37 WIB

Jokowi-Prabowo ‘Ngrasani’ Rakyat?

Kita tak tahu, dan juga tidak diberitahu, apa yang berlangsung di balik panggung—hanya sedikit orang yang tahu, bahkan dalam sebagian momen hanya Jokowi dan Prabowo yang tahu apa yang mereka bicarakan, apa yang masing-masing katakan, apa yang mereka pikirkan, dan apa yang mereka rasakan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Akhirnya, Joko Widodo bertemu dengan Prabowo Subianto. Pertemuan terjadi setelah diberitakan berkali-kali sejumlah upaya ditempuh agar kedua capres itu bertemu. Walaupun begitu, banyak orang tetap kaget ketika pertemuan berlangsung di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta. Kabarnya, banyak orang terdekat Prabowo tidak tahu rencana pertemuan itu, termasuk Amien Rais—meskipun sebenarnya Amien telah dikirimi surat oleh Prabowo sehari sebelum pertemuan, tapi Amien belum sempat membacanya karena tengah berada di Yogyakarta [entah kenapa tidak berbicara melalui saluran telepon?].

Banyak orang kaget karena terkesan tiba-tiba, ujug-ujug, padahal sesungguhnya tidak ada yang tiba-tiba. Sudah ada proses yang dilalui. Bahkan, dikabarkan di media, ketika Jokowi sedang menghadiri KTT ASEAN di Bangkok, 22-23 Juni lalu, Prabowo ‘kebetulan’ juga sedang berada di ibukota Thailand itu. Media mengabarkan, keduanya tidak sempat bertemu karena jadwal kegiatan Jokowi padat, tapi orang-orang dekat mereka katanya bertemu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Begitulah adanya, banyak peristiwa yang barangkali penting karena menyangkut nasib orang banyak hanya diketahui oleh segelintir orang. Ketika komunikasi terbuka kurang atau bahkan tidak membuahkan hasil, padahal sudah telanjur diketahui orang banyak, komunikasi terbatas pun ditempuh—ada yang memakai istilah ‘operasi senyap’.  Dalam operasi senyap, bila pertemuan tidak jadi berlangsung karena ada penolakan atau kesepakatan belum tercapai, tidak ada pihak yang malu di depan umum.

Dalam operasi senyap, diusahakan sesedikit mungkin orang yang tahu dan terlibat. Jauh  lebih banyak orang yang tidak tahu dan memahami apa yang sebenarnya terjadi, mengapa, bagaimana, kapan, maupun siapa. Di negeri ini, peristiwa serupa itu telah berlangsung sejak berpuluh tahun yang lampau. Bahkan banyak rahasia peristiwa yang jauh teramat penting telanjur dibawa mati oleh para pelakunya.

Apa yang seharusnya terang-benderang ternyata tetap diselimuti kabut. Apa yang berlangsung di depan mata, kita tidak juga paham. Apa yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga tidak sepenuhnya menggambarkan apa yang tidak terlihat dan yang tak terdengar. Banyak orang berusaha memaknai pertemuan Jokowi-Prabowo di stasiun MRT, percakapan di gerbong kereta, dan ngobrol di restoran dengan latar gambar punakawan—semua berusaha ditafsirkan. Apakah tafsir itu benar, mungkin iya, tapi barangkali juga meleset.

Yang jelas, apa yang terlihat di depan mata, dan foto-fotonya beredar di beragam media,  adalah panggung  depan untuk dilihat oleh masyarakat luas. Kita tak tahu, dan juga tidak diberitahu, apa yang berlangsung di balik panggung—hanya sedikit orang yang tahu, bahkan dalam sebagian momen hanya Jokowi dan Prabowo yang tahu apa yang mereka bicarakan, apa yang masing-masing katakan, apa yang mereka pikirkan, dan apa yang mereka rasakan [ditambah malaikat dan Gusti Allah, tak peduli sampeyan percaya atau tidak].

Pertemuan di stasiun MRT itu niscaya bukanlah dadakan, seperti seseorang bilang kepada sahabat, “Eh, yuk kita ketemuan di stasiun, habis itu ngopi ya.” Ada proses politik yang kita tidak tahu dan tidak diberitahu, bahkan sejak dulu ketika dikabarkan Prabowo menolak menerima kedatangan utusan Jokowi, atau malah mungkin sejak sebelumnya. Jika Prabowo tidak segera memutuskan kapan bertemu, boleh jadi ia dihadapkan pada dilema: antara memikirkan kepercayaan yang diamanahkan pendukungnya untuk berjuang terus atau ‘ya sudah, pilpres sudah selesai dan saya sudah berusaha melalui MK, sementara hasil tidak berubah, barangkali lebih baik bertemu’.

Karena banyak yang tidak tahu, wajar saja jika ada pendukung Prabowo yang memprotes lantaran kaget kok tiba-tiba Prabowo berubah sikap? Bagi kebanyakan orang, tidak terlihat ada tanda-tanda yang berseliweran bahwa Prabowo akan bertemu, jadi mereka protes. Protes ini wajar, karena mereka sudah menitipkan kepercayaan, sementara ada proses-proses yang banyak orang tidak tahu—mungkin Prabowo merenung, mencari ilham, ngobrol dengan entah siapa, banyak jalanlah untuk sampai kepada keputusan bertemu Sabtu, 13 Juli lalu.

Akan lebih bagus bila Prabowo kemudian mengatakan langsung tentang apa yang mereka bicarakan agar salah paham di antara para pendukungnya tidak berlarut-larut. Agar tidak ada prasangka dan syak wasangka ataupun kecemasan. Banyak juga yang bertanya-tanya, “Apa sih yang diobrolkan di stasiun, gerbong kereta, maupun di restoran sembari makan enak dan tertawa-tawa itu?” Mudah-mudahan saja kedua orang yang di dunia manusia disebut kaum elite itu bukan sedang ‘ngrasani’ kita, wong cilik, yang telah bersedia memberikan suara pilihnya di bilik-bilik TPS untuk mereka berdua. Kalaupun keduanya ‘ngrasani’, mudah-mudahan saja ‘ngrasani’ demi kebaikan masa depan kita. Sebab, di antara dua orang yang bertemu tidak ada yang ketiga kecuali Gusti Allah—tak peduli sampeyan percaya atau tidak. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler