x

Iklan

Era Sofiyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Juli 2019

Selasa, 16 Juli 2019 19:43 WIB

The Agent Of Change, Sebagai Upaya Membangun Paradigma Kesehatan Masyarakat

Dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak pernah kusangka lelaki yang begitu lembut tutur katanya, harus mengalami penderitaan yang amat sangat di paruh waktu senjanya. Kupikir hanya penyakit tua yang diidapnya, ketika dia harus bolak-balik RS. Hingga satu kesempatan, aku berlebaran kerumah nya sekaligus memastikan kondisinya telah membaik. Ternyata harapanku sirna melihat kenyataan di hadapanku. Sedih nian hati ini, melihatnya hanya terbaring lemah diatas dipan. Aku hanya mampu menggenggam tangan keriputnya tanpa banyak bicara . Tubuhnya yang dulu lincah mencari nafkah kini ringkih tak ada daya. Suaranya yang dulu hangat memanggil namakupun nyaris tak terdengar. Lelaki yang sangat kuhormati, bahkan konon ketika aku lahir, dialah yang menyematkan namaku, harapannya kelak aku menjadi perempuan gemilang. Yang Lebih menyakitkan, kulihat lubang selebar jempol menganga tepat dilehernya, tertancap alat bernapas sebagai pengganti hidungnya yang tidak berfungsi.

Ah, tembakau itu. Andaikan waktu masih bisa diputar ulang.

 ***

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengenai gaya hidup sehat mungkin akan lebih tepat kita sebut sebagai “good life and healthy” sebagaimana jinggle iklan sebuah minuman “healthy inside fresh outside”. Sehat dari dalam tubuh, juga segar diluar, begitulah kira-kira maksud yang terkandung. Sama seperti kita, yang juga harus mengupayakan sehat lahir dan batin. Sehat kondisi tubuh, sehat saku dan sehat fikiran, dan lain sebagainya.Jika semua telah terpenuhi maka bisa dikatakan hidup kita telah mendekati kehidupan yang sempurna, tapi jelas manusia tidak ada yang sempurna. Namun kita bisa membuat hidup kita sempurna dengan sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita maupun orang lain. Gaya hidup yang sehat adalah gaya hidup atau kecenderungan seseorang melakukan sesuatu yang menyehatkan jasmani. 

Dalam visi “Indonesia Sehat 2025” dikatakan bahwa lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

Dalam Indonesia Sehat 2025 perilaku masyarakat diharapkan bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).

Selain memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan, masyarakat selayaknya juga mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Program Pengendalian penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular cenderung terus meningkat dan telah mengancam sejak usia muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan, yakni penyakit tidak menular menjadi beban utama, sementara beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sendiri sedang mengalami double burden diseases, yaitu beban penyakit menular dan penyakit tidak menular sekaligus meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Secara lebih detail, penyakit tidak menular PTM merupakan penyebab kematian di dunia. Beberapa penyakit tidak menular ini meliputi penyakit jantung sebesar 45 persen. Kanker sebesar 22 persen, penyakit pernapasan sebesar 9 persen, dan diabetes sebesar 4 persen. Di Indonesia sendiri kecenderungan penyakit tidak menular juga meningkat dari tahun ke tahun.

Hal ini didukung oleh hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 dan 2013 yang menyatakan bahwa ada kecenderungan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular ini. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan secara terintegrasi dengan Susenas Maret (Badan Pusat Statistik). Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.  Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%.
Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur.

Yang lebih mencemaskan, sejak tahun 2013 prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, yaitu 7,2% (Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan 9,1% (Riskesdas 2018). Data proporsi konsumsi minuman beralkohol pun meningkat dari 3% menjadi 3,3%. Demikian juga proporsi aktivitas fisik kurang juga naik dari 26,1% menjadi 33,5% dan 0,8% mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Hal lainnya adalah proporsi konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk 5 tahun, masih sangat bermasalah yaitu sebesar 95,5%.

Sejak tahun 2016, Indonesia sejatinya telah memperkenalkan gerakan masyarakat sehat (GERMAS) untuk pengendalian PTM yang berfokus pada tiga kegiatan. Yaitu, melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, mengkonsumsi buah dan sayur serta memeriksakan kesehatan secara rutin. Ironinya, pengendalian merokok belum menjadi kegiatan awal GERMAS, meskipun rokok telah menjadi faktor risiko utama PTM di Indonesia.

Pertama, meski ikut merumuskan, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang merupakan konvensi negara-negara anggota WHO sebagai dasar pengembangan kebijakan pengendalian tembakau melalui beberapa strategi dan telah ditandatangani oleh 173 negara. Kedua, banyaknya industri rokok di Indonesia membuat kebijakan dan regulasi pengendalian rokok menjadi lambat. Indonesia belum meratifikasi FCTC, sehingga rokok dijual cukup murah bila dibandingkan dengan negara tetangga. Indonesia juga merupakan negara yang masih membolehkan penjualan rokok batangan.

Ketiga, Indonesia adalah negara yang masih menyiarkan iklan rokok di media massa, termasuk elektronik, media digital dan luar ruang, sementara lebih dari 140 negara sudah melarang iklan rokok dalam semua bentuk. Sponsorship pada kegiatan olah raga dan seni yang melibatkan anak muda menyebabkan rokok semakin erat dengan remaja. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan rokok mudah diakses dan jumlah perokok meningkat, terutama di kalangan usia muda.

Keempat, Pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) juga belum sepenuhnya berjalan dengan optimal. Selain implementasi belum optimal, baru seperempat kabupaten atau kota saja yang menerapkan kebijakan KTR. Kelima, untuk meningkatkan implementasi provisi WHO FCTC, pada tahun 2008 WHO mengembangkan cara praktis dan efektif biaya yang berorientasi pada pengurangan demand, yaitu MPOWER (Monitor penggunaan tembakau dan pencegahannya; Perlindungan terhadap asap tembakau; Optimalkan dukungan untuk berhenti merokok; Waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau; Eliminasi iklan, promosi dan sponsor terkait dengan tembakau; dan Raih kenaikan cukai tembakau). Indonesia telah menjalankan MPOWER, tetapi menurut WHO masih belum optimal pencapaiannya.

***

Kanker tenggorokan akibat kecanduan merokok menjadi satu diantara sekian banyak tantangan yang harus di hadapi Indonesia dewasa ini.  Pemberdayaan masyarakat, kerjasama lintas sektor dengan sistem-sistemnya yang terintegrasi, dan profesionalisme merupakan kata-kata kunci dalam pengejawantahan Paradigma Sehat menuju Indonesia Sehat yang sama-sama kita dambakan. Sebagai paradigma, dan juga sebagai pengawal (the guardians) dari kesehatan individu, kesehatan keluarga, dan kesehatan masyarakat, sebagai pengawal harkat dan martabat manusia; yang tidak dapat dihilangkan dan dicabut dari dirinya karena ia merupakan bagian dari kemanusian.

Lebih jauh lagi, pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi promosi kesehatan yang sangat potensial untuk pencegahan dan pe-ngendalian faktor risiko PTM.  Prinsip pertama, pelibatan seluruh populasi dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari dan mendorong mereka untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan. Kedua, mengatasi penentu kesehatan dengan pendekatan ke hulu yang berarti usaha bekerja sama dengan berbagai sektor pada setiap tingkatan, dari lokal ke nasional. Para dokter kini, para tenaga kesehatan, kita semua, tentu saja harus menjadi “the agent of change” untuk mempromosikan kesehatan manusia, bersamaan dengan melindungi dan mempromosikan hak-hak manusia tersebut.

 

Ikuti tulisan menarik Era Sofiyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler