Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Gerakan mahasiswa 23-24 September 2019 telah mencatat sejarah kelahirannya sebagai generasi pejuang pembaharu bangsa, melawan kekuasaan tokoh reformasi 1998 yang sudah tersandera kekuasaan oligarki.
Terpilihnya Pimpinan KPK dan persetujuannnya merevisi UU KPK yang mengkhianati jiwa reformasi, membuktikan Presiden Jokowi tidak berdaya menentang kepentingan oligarki.
Bila Pemerintah tidak mampu mengatasi akar persoalan Papua serta keliru menanganinya, akan memperkuat gerakan separatisme yang dapat berujung terlepasnya Papua dari NKRI.
Penyerahkan 10 nama Calon Pimpinan KPK oleh Presiden Jokowi ke DPR, dan bersamaan dari arah sebaliknya, penyerahan RUU KPK dari DPR ke Presiden, memberi makna kedua institusi tersebut saling menguatkan mengkebiri KPK, dijadikan hidup segan mati tak mau.
Penggiat anti korupsi mendesak Presiden Jokowi agar menolak 10 nama Calon Pimpinan KPK dari hasil kerja Pansel KPK, tampaknya kecil kemungkinan nama tersebut berubah saat diajukan ke DPR, maka siap-siap Rakyat dan Penggiat Anti korupsi menuntut di DPR.
Gejolak Papua akan selalu menjadi masalah bagi setiap era Pemerintahan RI, karena akar persoalan sesungguhnya ada di Jakarta, yaitu kekuasaan politik oportunis mencederai tujuan berbangsa.
Birokrasi seperti monster gurita yang selain makin menggurita juga berkembang biak beranak pinak, yang berusaha menjinakkan atau menghalanginya -mereka menyebutnya reformasi birokrasi- akan menjelma jadi gurita. Formalitas demokrasi dan supremasi hukum akan dilahap gurita birokrasi dan menambah kekuatannya, memang begitulah sifat tabiatnya birokrasi. Birokrasi tidak dapat dibunuh, karena sejatinya lahir dan tumbuh bersamaan dengan lahirnya negara.