Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Kita perlu belajar banyak kepada orang-orang terdahulu yang hidup di zaman berabad-abad jauhnya sebelum peradaban modern hadir. Peradaban modern memang menyejukkan seolah memberi kesegaran, namun tidak berarti kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Tidak semua permasalahan masyarakat dapat diselesaikan dengan kemajuan teknologi. Bahkan bisa dibilang, jika berandai-andai, keadaan dulu lebih baik dibanding abad modern, jika Abu Nawas diserahi kekuasaan untuk memimpin sekarang.
Tulisan ini sebenarnya bukan ingin mempermasalahkan yang ‘’sudah-sudah’. bukan pula memperkeruh keadaan yang genting sekarang akibat Pandemi. Keadaan sudah terlanjur keruh jadi untuk apa diperkeruh lagi? Bahkan sudah keruh saat pemerintah sibuk membahas terowongan silaturrahmi Istiqlal-Katedral dengan tujuan untuk membangun simbol toleransi umat beragama. Bagi saya toleransi memang cara nomor satu untuk merawat persatuan, namun terowongan sama sekali tidak ada hubungannya.
Lawan dari kata rahmat adalah kerusakan. Kerusakan timbul akibat perbuatan manusia yang menyeleweng dari norma dan nilai yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Tindakan manusia yang mengakibatkan kerusakan tersebut berasal dari kecenderungan manusia untuk membahayakan sesama manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya adalah melanggar aturan pshycal distancing saat wabah pandemi, merupakan tindakan yang bukan hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang banyak.
Pandemi Covid-19 harus di sikapi dengan sikap moral sebagai bangsa yang mengakui asas ketuhanan dan kemanusiaan dalam konstitusinya. setiap wabah yang menimpa bangsa ini harus dinilai sebagai ujian agar bangsa ini dapat berbenah diri menjadi lebih baik lagi.