Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
”Etikabilitas” politik bagi elite adalah kebutuhan vital yang menutrisi ide dan misi mereka dalam memperjuangkan marwah demokrasi dan melindungi kesejahteraan rakyat. Tapi arena Pilpres, meminjam istilah gaul, bakal menjadi ajang peres bagi politisi. Peres berarti palsu atau bohong. Para politikus kelak menjadi tukang gombal yang membungkus manuver politiknya dengan dalih: demi kepentingan rakyat, untuk persatuan bangsa, menjaga NKRI, dan sebagainya.
" Baznas Tanggap Bencana merupakan Unit khusus dari Badan Amil Zakat Nasional ( BAZNAS) yang menangani perihal penanganan Kebencanaan"
Pada Pemilu 14 Februari 2024, bertepatan dengan hari kasih sayang, diharapkan tersaji pemilu yang sejuk tanpa perpecahan anak bangsa. Ini menjadi tugas para pemangku kepentingan pendidikan demokrasi bangsa. Pemilu serentak juga akan didukung teknologi guna meringankan tugas penyelenggara.
Penyelenggaraan pemilu tahun 2024 akan sangat kompleks. Karena masih dalam nuansa pandemi plus bayang-bayang persoalan klasik politik uang yang dampaknya luar biasa destruktif. Juga ada kecemasna atas politik identitas dan SARA.
Dalam UUD Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum pada pasal 167 ayat (1) dikatakan bahwa pemilu digelar 5 tahun sekali. Maka sesuai dengan ketentuan tersebut pemilihan umum akan digelar pada tahun 2024 lagi, tapi saat ini belum ada kepastian hari dan tanggal pemungutan suara
Kabupaten Pasaman merupakan suatu daerah yang berada di kawasan paling utara, wilayah Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini secara geografis terletak di pedalaman Pulau Sumatera bagian tengah dengan bentangan alamnya yang terdiri atas daerah perbukitan dan lembah, dengan ketinggian antara 150 m– 2281 m di atas permukaan laut
Realisasi tawaran Kapolri itu setidaknya bisa memperkecil skala kegaduhan pasca TWK dan pemecatan 56 pegawai KPK. Bukan hanya memperkecil jumlah eks-pegawai KPK yang jadi "penganggur berpolitik". Tapi juga akan menempatkan mereka pada posisi sebagai pejuang kepentingan individualnya. Bukan lagi sebagai pejuang marwah KPK dan pemberantasan korupsi.
Mungkinkah rakyat tidak hanya menjadi objek dari legislatif dan eksekutif, tetapi mampu menjadi subjek dalam menjaga keutuhan bangsa dan Negara yang sama-sama kita cinta.
Dibalik hiruk pikuknya pemilu, selalu ada aktor dibalik layar dalam kontestasi. Sebut saja mereka para kapitalis, orang yang menginginkan kekayaan sebanyak-banyaknya di alam Indonesia ini. Mereka membutuhkan seseorang yang mampu menjalankan misi dalam mengeruk keuntungan berjalan dengan lancar.
Sampai akhir bulan Juni 2021 tercatat ada lebih 10 parpol baru berniat terjun dalam kontestasi 2024. Jelas mereka menghadapi tantangan berat untuk dapat meraih suara. Apaltah lagi untuk mampu meraih kursi di Senayan. Saat ini sngat sulit mengubah persepsi publik yang minor terhadap parpol. Belum di suatu pandemi seperti saat ini. Pada saat yang sama, kontestasi kepresidenan juga bakal ramai melihat banyak tokoh muda paska persaingan Jokowi-Praboow yang digadang-gadang beberapa tahun teraakhir ini.
Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Lubuk Sikaping Periode 2021-2022 secara resmi telah dilantik, Rabu, 25 Agustus 2021 di gedung Kogusda Lubuk Siakping.
Kita tentu berharap akan mendapatkan pemimpin terbaik pada 2024 nanti. Tapi, juga perlu menyiapkan diri untuk mendapatkan pemimpin dengan kualitas medioker saja. Karena itu, pekerjaan rumah kita yang utama adalah penguatan kelembagaan demokrasi. Kita perlu, umpamanya, memastikan check and balances berjalan, demokratisasi internal di parpol terlembagakan dan juga terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Sayangnya perwujudan kebebasan masyarakat sipil itu terus terganggu. Gejala keterancaman itu terus bermunculan yang bersumber dari dua kutub. Kutub pertama adalah negara lewat sejumlah regulasi. Kutub kedua adalah dari masyarakat karena fenomena dominasi baru kelompok kuat pada golongan minoritas. Ada kecenderungan menebalnya sentimen identitas yang secara sepihak mengambil alih peran negara
Pembelengguan kebebasan berpendapat menjadi menonjol jika makna kritik dilekatkan dengan kata penghinaan dan ujaran kebencian. Kritik berbeda dengan penghinaan. Tipisnya perbedaan makna dua kata tersebut tidak dapat dijadikan kesempatan membonsai kritik. Ini era demokrasi.
Fungsi pendidikan Wisata merupakan sebagai wadah langsung bagi masyarakat akan kesadaran adanya potensi Wisata dan terciptanya Sapta Pesona di lingkungan wilayah di destinasi wisata dan sebagai unsur kemitran baik bagi Pemerintah propinsi maupun pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam upaya perwujudan dan pengembangan kepariwisataan di daerah. Adapun langkah-langkah pengembangan Wisata berbasis pendidikan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain.
Memang tidak ada rumusan baku, apa saja yang perlu dilakukan pada seratus hari pertama. Karena setiap daerah memiliki tantangannya sendiri. Meski sepatutnya pada 100 hari kerja pertama, kepala daerah terpilih sudah punya prioritas kerja. Bahkan prioritas kerja ditentukan jauh sebelum maju sebagai calon kepala daerah.
Seiring berjalannya waktu, prasangka-prasangka atas Daftar Pemilih Tetap yang dihasilkan KPU sudah terkikis dan berubah menjadi apreasiasi. Terbukti DPT digunakan sebagai basis vaksinasi oleh Kemenkes. Selain itu akan digunakan juga untuk perhelatan pilkades di berbagai wilayah di Indonesia. Terbaru DPT juga akan digunakan untuk data penerima manfaat oleh Kemenkop UKM. Tidak menutup lembaga/intansi lain akan ikut memanfaatkan.
DAMPAK urbanisasi menyebabkan sebagian masyarakat di suatu wilayah berpindah daerah ke kota atau kabupaten lain untuk mengais rezeki. Kondisi itu menjadi salah satu penyebab lahirnya tradisi mudik Kerinduan yang memuncak untuk bertemu keluarga dan sanak famili biasanya direalisasikan bertepatan pada momentum Lebaran.
Pendidikan merupakan hak setiap individu, tidak pembatasan tentang gender, umur, tempat dan lain sebagainya. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 menjelaskan bahwa’ setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” memomentum Hari pendidikan nasional 02 Mei 2021 hendaknya menjadi pemerataan pendidikan di setiap pelosok tanah air ini.
Perbedaan tradisi Ngabuburit antara dulu pada masyarakat pedesaan dan sekarang pada sebagian masyarakat perkotaan, sangat mencolok.Perbedaan nyata itu terletak pada nilai-nilai yang terkandung pada aktivitas Ngabuburit. Kalau dulu, tradisi Ngabuburit berisi nilai manfaat. Dalam hal ini, nilai manfaat pada proses selanjutnya menumbuhkan nilai yang lain, yaitu pendidikan. Misal seperti kualitas pendidikan yang dihasilkan pada aktivitas Ngabuburit dulu adalah menyehatkan dan menginspirasi. Bandingkan dengan sekarang, tradisi Ngabuburit benar-benar hanya menghabiskan waktu saja. Bahkan cenderung bernilai sia-sia. Salah-satu contohnya adalah jalan-jalan bergerombol mengendarai mobil atau motor, tidak ada nilai manfaat di situ malah justru tidak menyehatkan badan. Pertama, badan pengendara motor atau mobil kurang bergerak, cenderung membuat badan kaku. Kedua, hidung pengendara sering menghisap asap gas buang kendaraan bermotor.
Hingga akhirnya, berbicara kelambanan dan kurang cekatan dan cepatnya kinerja para kabinernya tersebut, presiden Jokowi mewacanakan soal reshuffle kabinet. Pertanyaannya adalah apakah perlu reshuffle kabinet Indonesia Maju saat ini?. Sejatinya, di tengah pandemi sekarang ini kalau ada agenda reshuffle merupakan waktu yang kurang tepat. Sebab, kalau dilakukan reshuffle ataupun penyegaran kabinet. Persoalannya, selajutnya apakah menteri yang baru langsung cepat beradaptasi dan beraksi dalam membuat kebijakan di masa sulit ini?. Jawaban belum tentu. Situasi saat ini, jelas berbeda dengan masa sebelum ada corona.
Spirit ummat muslim diIndonesia dalam hal menyambut dan menjalani ibadah pada bulan suci Ramadhan sudah tidak dapat dipungkiri lagi, ini berimplikasi pada bergemuruhnya rumah-rumah Allah SWT diseluruh pelosok tanah air.
Semenjak bergulirnya sikap final DPR dan Pemerintah yang menarik revisi UU Pemilu dari daftar prioritas Proglegnas 2021 ini, maka dikalangan civil soceity terus melakukan diksusi dan kajian-kajian menyikapinya. Termaksud dalam banyak cerita pengalaman teknis yang pernah di lalui. Keseluruhan kajian dan diskusi itu muaranya menyoroti ketika Pemilu dan Pilkada 2024 berjalan tanpa revisi UU Pemilu maka akan mengalami sejumlah masalah hukum dan kerumitan teknis apabila di selenggarakan pada tahun yang sama 2024 (April untuk Pemilu dan November untuk Pilakda). Dari soal terminologi electoral saja Pemilu dan Pilkada tetaplah berbeda karena Pilkada tetaplah bukan bagian rezim Pemilu itu sendiri, walau pelaksanaanya diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara Pemilu yang sama yakni KPU, Bawaslu, termaksud DKPP (satu kesatuan penyelenggara pemilu).
Politik memang selalu menggelitik. Siapa yang cerdik tak kena hardik. Saya menikmatinya sebagai tontonan yang semoga menjadi tuntunan. Siapa yang benar akan bersinar. Siapa yang salah akan mendapat masalah. Siapa yang licik akan menerima karmanya. Indonesia negara hukum. Bukan hukum rimba yang diberlakukan. Namun hukum yang berpihak pada kebenaran dan kejujuran. Keadilan harus diwujudkan bagi seluruh rakyat Indonesia. Siapa yang jujur akan mujur. Siapa yang bohong akan ompong. Pendidikan harus mampu mendidik orang jujur agar negara tak menjadi hancur. Itulah mengapa pendidikan karakter itu penting. Keadilan harus menjadi panglima di negeri ini. Politik memang menggelitik. Saya belajar sabar dari kisruhnya salah satu partai saat ini. Lebih enak jadi penonton daripada pemain. Penonton akan merasa lebih pintar dari pemain sepakbola. Semoga goal yang diciptakan para pemain terlihat indah. Seindah goal almarhum Diego Maradona dengan tangan Tuhannya.
Melihat perjalanan KIPP sudah 25 tahun sebagai pemantau pemilu sangatlah panjang. Bagaimana kemudian pemantau pemilu yang dilakukan oleh organisasi sipil menemui tantangan dan peluang dalam pelaksanakan pemantauan pemilu kedepannya. Pemantauan menjadi kunci bagi masyarakat atau publik untuk terlibat didalamnya. Lembaga non goverment dapat menggiring jalannya penyelenggaraan pemilu yang adil. Dibukanya ruang publik untuk terlibat dalam pemantauan pemilu harus dimaknai tidak sekadar publik harus melembaga dalam resmi pemantauan pemilu. Setiap individu publik berhak memantau jalannya pemilu, sehingga perlu digagas desain partisipasi masyarakat sipil. Pengalaman munculnya lembaga-lembaga pemantauan pemilu, terutama sejak akhir periode rezim Orde Baru sampai pemilu pascaresformasi, bisa menjadi potret pentingnya peran publik dalam menjaga pemilu agar menghasilkan para penguasa politik yang tunduk pada pemberi mandatnya, yakni rakyat.
Fenomena rebutan gula kekuasaan oleh elite partai politik tak kunjung padam. Mereka berhasrat berada dalam lingkaran kekuasaan, sebab hal itu memberikan kesenangan dan kebanggaan sebuah partai politik. Akibatnya sebuah koalisi tak lagi menjadi cara menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan, tapi hanya jadi ajang pembagian kue kekuasaan. Menyedihkan.
Siapapun , bahwa yang paling ‘was-was’ setelah Pilkada usai adalah aparatur sipil negara (ASN) di daerah, terutama para pejabat yang selama ini berada dalam ‘kotak’ birokrasi kepemimpinan sebelumnya. Kasus – kasus semacam ini adalah contoh, betapa hasil Pilkada akan sangat berpengaruh terhadap masa depan mereka (birokrasi). Itu fakta yang telah terjadi bertahun-tahun lamanya terutama sejak pilkada langsung diterapkan. Dan tak ada teori tentang dan sebagus apapun yang bisa mengalahkan fakta; bahkan kemudian teori akhirnya berkembang dan berubah karena ada fakta (falsification). Kita tinggal menunggu berita tentang siapa pejabat yang tetap dipertahankan, siapa yang akan digeser, siapa yang akan berpindah dari satu daerah ke daerah lain, termasuk kontroversi; misalnya seorang pejabat yang sebenarnya belum layak dari sisi kepangkatan namun ‘dipaksa’ untuk mendapatkan jabatan oleh sebab kedekatan.
Upaya menciptakan dan melakukan kebijakan yang inovatif tentu tidak hanya dilaksanakan oleh gubernur, bupati dan walikota sendiri. Usaha ini harus melibatkan sistem birokrasi yang juga inovatif. Kalau dalam sistem swasta pelaku pelayanan adalah karyawan/pegawai, maka di ranah publik pelakunya adalah para birokrat. Layaknya di ranah swasta, birokrasi merupakan ujung tombak pelayanan publik. Lihatlah para karyawan swasta dengan begitu antusiasnya melayani pelanggannya, hal yang sama mestinya juga dilakukan oleh pegawai pemerintah kepada rakyat. Dengan cara ini, maka harapan akan kesejahteraan yang dicita-citakan konstitusi bukan tidak mungkin dapat direalisasikan. Tentu saja, jika pemimpin daerah sudah memiliki formula mengatasi problem masyarakat dan para birokrat melayani rakyat dengan baik.
Pada posisi ini, kita dapat melihat bahwa peran strategis perjuangan KAHMI Pasaman tidak harus berada dalam ruang politik semata. Kepentingan umat merupakan hal yang utama untuk membebaskan masyarakat Pasaman dari jeratan kemiskinan, kerusakan lingkungan dan pengangguran yang cukup tinggi. KAHMI Pasaman ditantang untuk dapat menyegerakan kesejahteraan demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Pentingnya praktik politik yang lebih substansial dan strategis menjangkau seluruh umat dan masyarakat menjadi tantangan tersendiri bagi KAHMI Pasaman. Pembangunan kesejahteraan yang dilakukan oleh pejabat transisi saat ini terbukti belum menampakkan kemajuan yang cukup berarti. Pemerintahan transisi Pasaman nampak belum melahirkan prestasi yang dibanggakan sebab berbagai permasalahan di Pasaman belum juga terselesaikan dengan cepat dan baik. Oleh karena itu, keberadaan KAHMI Pasaman harus dihidupkan dengan kesantunan politik serta sikap kritis yang jelas terhadap pemerintah transisi Pasaman saat ini. Pola pikir dan cara berpolitik yang kritis menjadi pelepas dahaga masyarakat yang ’kekeringan’ keberpihakan pemerintah transisi Pasaman.
Pesta demokrasi yang akan digadang-gadangkan sebagai pemilihan serentak untuk semua jenjang pemilihan dari pemilihan legeslatif, presiden dan wakil presiden dan juga direncanakan pemilihan kepala daerah atau Gubernur dan wakil gubernur, Bupati/Walikota digelar serentak. Tapi apakah sistem dan penyelenggaraan kita sudah siap apabila semua pemilihan digabung di tahun yang sama? Tentu kita masih mengingat dengan jelas bagaimana pemilu serentak pertama kali digelar dengan menggabungkan pemilu legeslati, dan pemilu presiden dan wakil presiden secara bersamaan. Meskipun secara keseluruhan penyelenggaraannya sukses dan terlaksana. Tetapi tidak dapat kita napik kan bahwa ada beberapa cacatan yang menjadi bahan evaluasi untuk kebaikan ke depannya.