Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
KOMITMEN pemerintah sangat besar bagi kemaslahatan rakyat di tengah pandemi Covid-19. Hal itu ditunjukkan lewat tahun anggaran 2021 yang sebesar Rp 1.439,9 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kontribusi nyata pemerintah yang semestinya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Pemerintah Indonesia menginisiasi kebijakan Satu Data Indonesia. Dengan terintegrasi, semua data yang dihasilkan diharapkan tidak lagi mengalami tumpang tindih. Namun, sksesibilitas data yang berkualitas menjadi sebuah tantangan.
Setidaknya ada 1,75 juta guru honorer di Indonesia, atau 52,1 persen total 3,3 juta guru yang ada. Pemerintah pusat sudah responsif membuat kebijakan bagi honorer untuk menaikkan kesejahteraan mereka. Tetapi, kmasih belum cukup kuat untuk menjadi sebuah kepastian di daerah. Regulasi yang dikeluarkan masih lambat disikapi di bawah. Hal ini bahkan bisa berlarut-larut, membuat harapan honorer terus tergantung.
Kebinekaan Indonesia ini adalah jati diri bangsa. Jati diri dalam keberagaman bangsa yang semestinya bisa dibanggakan selama-lamanya, dimanapun dan dalam situasi apapun.
Keberadaan paguyuban wali siswa juga hampir mati suri selama pandemi. Padahal mereka bisa lebih diberdayakan di kelas parenting Covid-19 ini. Fokusnya adalah penguatan penyadaran menghadapi efek jangka panjang Covid-19 dan semangat herd immunity.
Bagi akal waras, dalam situasi pandemi sangat darurat ini kurang pas untuk saling menyalahkan. Banyak yang memaknai lonjakan pandemi ini dengan tawakkal, selain berbagai ikhtiar. Masih ada harapan mengatasi pandemi. Vaksinasi Sinovac telah dijamin, dan pemerintah sudah mendatangkan tabung oksigen bantuan negara lain. Semua lintas sektor juga sudah digerakkan membantu vaksinasi, mulai TNI-Polri, BUMN, hingga organisasi kemasyarakatan.
Kata titi; banyak banyak mengemuka saat kampanye. Titip yang diucapkan ini menjadi suatu yang akhirnya bisa mengikat sebagai hubungan transaksional terkait pilihan suara. Lalu, praktik kotornya pun bisa berbentuk money politick, menitipkan suara untuk dipilih dengan (iming-iming) imbalan uang atau barang.
Demi menjauhkan dari ancaman pandemi corona, waktu belajar anak-anak di sekolah untuk sementara diganti dengan pembelajaran daring. Itu pun seadanya. Akan tetapi, perlu disadari bahwa terlalu lama dan berlebihan terpapar dunia daring, akan lebih beresiko bagi tumbuh kembang anak dalam jangka lebih panjang.
MASIH adakah ruang bagi debat penundaan pilkada serentak 9 Desember 2020 nanti? Jawabnya, tetap ada! Terlebih, jika ancaman klaster pandemik pada hajat pilkada sudah benar-benar bisa diprediksi. Pihak berwenang pun harusnya lebih terbuka terkait antisipasinya. Tidak harus menunggu kondisi jadi force major, setelah kasus dan korban terjadi. Kalau jadi digelar apa yang mesti dilakukan agar pilkada serentak ini benar-benar aman dan tetap menjadi momen perwujudan harapan publik?
PILKADA Serentak dipastikan tetap digelar 9 Desember 2020 mendatang. Keputusan dilematis memang, karena pandemi corona masih belum bisa dikendalikan kapan berakhir. Tak ayal, isu Covid-19 pun menjadi komoditas dalam dinamika dan kontestasi pilkada tahun ini. Dan disertakannya protokol Covid-19 dalam ketentuan peraturan pilkada menjadikan semuanya jelas. Disiplin dan penegakan protokol Covid-19 bisa diberlakukan tiap saat, kepada siapapun yang terlibat dalam kepemiluan. Jika tidak dipatuhi, ada resiko dan konsekuensi yang harus ditanggung pelanggarnya.
Artikel ini mencoba memberi alternatif sekaligus mengingatkan, bagaimana pilkada di tengah pandemi harus tetap responsif terhadap kemungkinan dan kerawanan apapun, agar tetap aman dan tetap berkualitas produknya.