x

Topeng dengan wajah Joko Widodo dan Mantan Presiden Pertama Soekarno di kenakan oleh simpatisan saat kampanye perdana Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan di Lapangan Thor Gelora Pancasila, Surabaya (17/3). Kampanye yang di hadiri Ketua Umum PDI-Per

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dana untuk Penguatan Partai~Faisal Djabbar

Data Komisi menyebutkan bahwa 32 persen dari sekitar 500 orang yang sudah ditangani Komisi merupakan kader atau tokoh partai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

FAISAL DJABBAR

Peneliti Kebijakan Publik dan Politik Komisi Pemberantasan Korupsi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Komisi Pemberantasan Korupsi merekomendasikan negara agar menaikkan jumlah pendanaan bagi partai politik. Komisi mengusulkan agar negara dapat mendanai sekitar 50 persen dari total pengeluaran partai. Hasil perhitungan Komisi terhadap 10 partai di DPR, dibutuhkan Rp 9,3 triliun untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin mereka.

Usul KPK ini bertujuan mencegah praktek korupsi dan gratifikasi oleh kader partai. Data Komisi menyebutkan bahwa 32 persen dari sekitar 500 orang yang sudah ditangani Komisi merupakan kader atau tokoh partai. Pendanaan partai menjadi isu penting pembenahan pengelolaan partai.

Saat ini hampir semua partai di Indonesia menggantungkan dirinya pada dana yang berasal dari pengurus elite partai. Kebutuhan dana yang relatif besar untuk menggerakkan roda partai di satu sisi dan sumbangan dana dari negara yang sangat kecil di sisi lain membuat partai amat bergantung pada sumbangan orang per orang atau kumpulan orang. Karena itu, pengaruh elite pengurus partai menjadi sangat besar dalam menentukan arah kebijakan partai.

Apabila negara setuju menaikkan bantuannya hingga 50 persen, negara perlu menyediakan dana sekitar Rp 4,7 triliun. Alokasi bantuan keuangan ini diharapkan dapat menutup biaya administrasi (fixed cost) dan kegiatan rutin (variable cost) partai. Komposisinya, 25 persen diperuntukkan bagi biaya administrasi dan kesekretariatan serta 75 persen untuk kegiatan rutin yang diprioritaskan pada aktivitas pendidikan politik, rekrutmen, kaderisasi, dan tata kelola partai.

Konstitusi pun telah menempatkan peran, fungsi, dan tanggung jawab strategis partai dalam penyelenggaraan negara. Partai juga punya posisi sentral dalam penentuan pelbagai posisi jabatan publik. Baik-tidaknya pengelolaan negara berawal dari rekrutmen dan seleksi calon pejabat publik oleh partai. Karena itu, lumrah jika negara memiliki "saham" memadai dalam pembiayaan pengelolaan partai.

Ada beberapa kelebihan bila negara menaikkan bantuan dana bagi partai. Pertama, pemenuhan dana dari negara memberikan motivasi bagi kader partai untuk tidak melakukan korupsi demi mendapatkan dana untuk membiayai partainya. Kedua, bila pendanaan dari negara dapat dilakukan seiring dengan penghematan dana kampanye, "perang" spanduk, poster, dan panggung hiburan yang mengotori ruang publik akan dapat dikurangi secara drastis. Bila pendanaan negara dilaksanakan paralel dengan pembatasan pengeluaran partai, partai akan lebih memperhatikan penggalangan massa sejak awal melalui pendekatan bertahap pada konstituen, tidak mendadak tenar saat kampanye, yang untuk itu memerlukan biaya amat besar.

Ketiga, pengaruh penyumbang (pemodal) dan elite partai dapat dikurangi. Keempat, pemerintah dapat melakukan audit laporan keuangan partai secara lebih menyeluruh dibanding kondisi saat ini.

Walaupun begitu, tentu saja masih ada kekurangannya. Pertama, tetap ada potensi yang membuat partai menjadi partai kartel pemerintah karena sebagian besar dana partai berasal dari pemerintah yang sedang berkuasa. Kedua, bila pengawasan atas pembatasan pengeluaran partai tidak berjalan efektif, negara akan sangat dirugikan, karena seluruh manfaat pola ini tidak tercapai, padahal negara sudah mengeluarkan dana yang relatif besar untuk partai. Tiga, kebutuhan dana partai yang dianggap pantas masih perlu perhitungan secara cermat

Untuk itu, usul KPK untuk menambah bantuan dana bagi partai hanya akan tercapai bila syarat-syarat berikut ini terpenuhi. Pertama, pengeluaran partai harus dibatasi, agar tujuan portofolio negara memegang 50 persen saham partai dapat terpenuhi. Kedua, ada pengawasan ketat atas pengeluaran partai agar negara bisa memastikan dananya tetap dominan, minimal setara, dibanding sumber pendanaan lainnya.

Memang harus diakui bahwa sejumlah pihak masih skeptis terhadap rekomendasi KPK ini. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menolaknya karena ketidakpercayaan mereka pada partai. Mereka hanya akan setuju subsidi diperbesar bila politikus partai tidak lagi korup.

Untuk mengatasi penolakan-penolakan di atas, kenaikan subsidi pendanaan partai oleh pemerintah bisa dilakukan secara berkala, lalu dilakukan evaluasi. Indikator-indikator yang bisa digunakan untuk mengukur efektivitas subsidi adalah sejauh mana kepemimpinan oligarkis pada partai dapat berkurang, berapa kecil frekuensi korupsi yang terkait dengan kader atau pengurus partai, dan seberapa minimal jumlah orang non-partai yang menjabat jabatan publik karena membeli nominasi dari partai yang mengusungnya. Kemudian, setelah dua atau tiga tahun, diharapkan terjadi perbaikan.

Bersamaan dengan penambahan dana negara, partai diwajibkan lebih terbuka. Transparansi partai berbentuk sejumlah hal. Pertama, partai mempublikasikan laporan pemasukan dan pengeluarannya, baik bantuan negara maupun sumbangan lain. Kedua, partai memasukkan ke laporannya ihwal sumbangan yang berasal dari kader internal partai, terutama pengurus yang membiayai hampir seluruh kegiatan operasional mesin partai. Ketiga, pemerintah melaksanakan audit investigatif bila ada indikasi kuat pelanggaran.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler