x

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi sejumlah Menteri Kabinet Kerja bidang perekonomian dan Pimpinan lembaga keuangan saat konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi di Istana Merdeka, Jakarta, 9 Seprember 2015. Tempo/ Aditia Noviansyah

Iklan

Cak Mun

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Masihkah Menanti Son Goku?

Dahulu kala, orang nomor satu ini selalu punya terobosan-terobosan yang tidak diduga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam Dragon ball GT (Grand Touring) -serial anime yang pertam akali diliris pada tanggal 7 Februari 1996 di salah satu stasiun TV swasta ternama di Jepang, dikisahkan petualangan Son Goku, Trunks, dan Phan menjelajahi galaksi untuk mengumpulkan Black Dragon ball guna menyelamatkan Bumi yang akan hancur dalam waktu setahun. Cerita dimulai ketika kaisar Pilaf, tokoh antagonis yang digambarkan oleh Akira Toriyama sebagai seorang anak kecil yang entah -untuk menjelaskan keabsurd-an dan kedunguannya, menggunakan Black Dragon ball untuk mengubah Son Goku kembali menjadi kecil.

Pada episode ketiga, secara tidak sengaja pesawat luar angkasa yang ditumpangi oleh ketiganya mengalami kerusakan vital dan memaksa mereka melakukan pendaratan darurat di planet terdekat.Planet tersebut baru diketahui bernama planet Imecha saat mereka hendak pergi meninggalkannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Planet yang aneh." Gerutu Phan, cucu perempuan Son Goku melihat kondisi masyarakat planet Imecha. Para pedagang tidak ada bedanya dengan pemeras, memaksa membeli barang dengan harga yang tidak masuk akal. Tarif sewa hotel juga jauh lebih tidak masuk akal. Setiap detiknya begitu bernilai mahal dan mencekik siapa saja yang berurusan.

Adalah kaisar Don Kia. Raja planet Imecha yang menjadi penyebab liar dan brutalnya penduduk planet dalam mencari uang. Sistem yang diterapkannya membuat masyarakat saling sikut, saling tikam dan tanpa belas kasihan demi kepentingan nominal. Seperti sebuah monopoli, segalanya milik Don Kia. Para penduduk harus meminjam dan menyewanya dengan harga yang teramat mahal.

Jangan harap akan ada revolusi. Bahkan tidak ada suara-suara sumbang yang berani menentang secara terang-terangan. Terlalu otoriter. Tidak ada yang berani melawan Don Kia dan Radjic sebagai tangan kanannya.

Imecha -sebuah planet yang jauh sekali letaknya dari Bumi. Bahkan ada keraguan NASA sudah menemukan planet sungguhan semacam itu. Namun rasanya nasib dan problematika mereka tidak kalah berbeda dengan apa yang sedang menimpa sebuah negara di planet Bumi. Tidak-tidak, jangan katakan itu Indonesia. Karena dari sisi alfabetis, keduanya jelas tidak bisa disamakan.

Konon jauh di sana, sebuah negara di planet Bumi tengah berada dalam ombang-ambing bahtera ketidakstabilan. Saat pemerintahannya tengah mengalami krisis kepercayaan karena dinilai lamban menangani kasus seorang aparatur negara, entah apa lagi yang ada dibenak para petinggi sehingga mengambil langkah kebijakan yang tidak populer di kalangan masyarakat luas.

Pemotongan subsidi, kenaikan harga bahan bakar minyak, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga berkali lipatnya tarif pembuatan STNK membuat resah masyarakat. Kantong-kantong rakyat jelata semakin merintih dan menjerit jika kesemuanya itu dipadukan dengan setumpuk problematika-problematika yang belum terpecahkan sampai saat ini. Pungutan-pungutan liar, oknum-oknum nakal yang bermain di belakang layar dan tikus-tikus kantor masih menjadi PR bersama yang susah nian dikerjakan.

Tentunya, tidak ada yang berharap negara itu akan mengalami sebuah fase yang menyedihkan layaknya planet Imecha. Sebenarnya berbagai solusi sudah coba digalang orang nomor satu di negara tersebut. Duhulu kala, orang nomor satu ini selalu punya terobosan-terobosan yang tidak diduga-duga. Anda ingat, bagaimana pelonjakan harga di pasar-pasar dapat dinetralisir dengan strategi "blusukan" yang luar biasa menjadi ikonnyasampai saat ini. Lalu, anda masih ingat juga bagaimana strategi diplomasi ala  meja makan dapat menghentikan keributan antar para pencari nafkah jalanan. Tapi maaf pakkalau saya terlalu naif, sepertinya kali ini terlalu kompleks.

Memang dalam ajaran agama, asas untuk berprasangka baik adalah sebuah anjuran kebajikan. Namun adakalanya asas tersebut akan dilanggar jika terdapat indikasi yang mau tidak mau memalingkan prasangkaan baik dalam diri penganutnya. Menaikkan tarif pembuatan STNK misalkan, bisa jadi merupakan sebuah langkah bijaksana yang ditempuh demi pengurangan jumlah kendaraan di jalan yang kian hari kian bertambah. Namun ketika kenaikan itu disertai kenaikan harga komoditas lainnya, tentuitu sudah menjadi batas pemakluman dan rasionalitas prasangkaan baik kita.

Cobalah dengan teori manapun. Bahkan dengan teori Ilmu mantiq, di mana selama kita menggunakan berbagai macam muqaddimat (premis) yang tepat, maka ia akan menghasilkan sebuah natijah (value) yang sama dan tepat pula. Bahwa kenaikan harga hanya akan menyengsarakan rakyat kecil belaka. Bahwa pajak yang terus merangkak menuju angka yang nir-masuk akal membuat kita merasa seperti menyewa, bukan lagi memiliki.

Di titik inilah raja Don Kia sepertinya menjelma menjadi satu kesatuan negara. Bukan lagi satu buah Individu yang bernafas dengan paru-paru, tapi sebuah kompleksitas makhluk yang bernafas dengan kapitalisme. Segalanya uang. Segalanya serba nominal. Hanya tinggal menunggu waktu, rakyat saling mencekik demi memenuhi tuntutan perekonomiannya.

Entah siapa yang lebih beruntung, kedatangan Son Goku ke planet Imecha menjadi sebuah solusi instan bagi mereka. Cukup mengalahkan Radjic, masalah mereka selesai. Tapi tidak dengan negara yang sedang bermasalah ini. Bolehlah ia bangga sebagai negara demokratis, tidak otoriteris seperti planet Imecha. Tapi barangkali karena kedomekratisannya, karakter masyarakat yang tercipta kurang garang sebagaimana yang diharapkan. Tentu, si-orang nomor satu ini bolehlah berharap mampu merangkul kembali kepercayaan masyarakat dengan strategi jitunya. Atau boleh pula ia berharap akan muncul sosok ratu adil, joker, Son Goku yang menyelesaikan masalahnya secara instan. Tapi, sampai kapankah kita menunggu Son Goku jika bayangan Daud A.S dan Jalut mulai berkelebatan?

Oleh: Munandar Harits Wicaksono

mahasisiwa S1 Universitas Al-Ahqaff, Hadramaut, Yaman.

Ikuti tulisan menarik Cak Mun lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu