x

Iklan

jefri hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kiprah Orang Minang Dari Masa ke Masa Hingga KPK.

Majalah Tempo tahun 2000 dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia pada abad ke-20 merupakan orang Minang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Publik Sumatera Barat kembali digemparkan setelah Patrialis Akbar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gemuruh penangkapan tersebut juga mengguncang Indonesia, karena yang bersangkutan adalah Hakim Mahkamah Kontitusi yang merupakan lembaga tinggi Negara dalam sistem  ketatanegaraan Indonesia.

Khusus di Ranah Minang, peristiwa yang paling menghebohkan untuk ketiganya kalinya. Kehebohan pertama terjadi ketika Irman Gusman digelandang oleh komisi anti rasuah tersebut ke tahanan dan pekan lalu giliran Emirsyah Satar diberikan status tersangka oleh KPK.

Baik Irman, Emirsyah dan Patrialis bukanlah berdarah campuran atau blasteran tapi merupakan tokoh tulen Minang. Darah minang  mengalir deras ditubuh mereka dari kedua orang tuanya. Irman Gusman dan Emirsyah merupakan orang Bukittinggi, merujuk dari kedua ibu mereka. Karena di Minang garis keturunan berasal dari Ibu atau lazim disebut Matrilineal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan orang tua laki-laki Irman Gusman berasal dari Kota Padang Panjang yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.  Dan Ayah Emirsyah asli Sulit Air, Kabupaten Solok, dimana daerah itu terkenal dengan perantau-perantau sukses yang tersebar di berbagai penjuru dunia.

Patrialis Akbar juga keturunan Minang tulen, asli Padang Kota—istilah di Sumbar apabila seseorang berasal dari Kota Padang. Wikipedia menyebut, Ibu mantan Menkumham berasal dari Kelurahan Kampung Jua.

Ketiga tokoh tersebut merupakan keturunan dari keluarga terpandang, mendapat pendidikan terbaik dan punya karir cemerlang di bidang masing-masing. Patrialis merupakan seorang politisi Partai Amanat Nasional (PAN) dan pernah duduk sebagai wakil rakyat di Senayan, sebelum dia menjabat sebagai Menkumham dan Hakim MK.

Sedangkan Irman Gusman punya latar belakang sebagai ekonom dan pengusaha dan pindah haluan sebagai politisi. Irman sebelum ditangkap KPK, terpilih sebagai ketua DPD dua priode. Dan Emirsyah mulus menjadi orang nomor satu di Maskapai Penerbangan milik pemerintah, Garuda Indonesia Airways.

Kiprah ketiga tokoh tersebut membuat orang Minang bangga karena dari masa ke masa urang awak selalu memberikan peran dan kontribusi bagi negeri ini. Mulai dari zaman pergolakan sampai era reformasi hingga saat ini.

Orang Minang tidak hanya terkenal sebagai perantau tapi juga merupakan kelompok terpelajar. Mereka sukses di berbagai bidang profesi. Baik di tingkat local, nasional hingga mancanegara. Saya pernah baca di Harian Kompas beberapa tahun lalu yang menyebut bahwa suku Minang merupakan salah satu etnis yang mendapat pendidikan terbaik. Dua etnis lainnya adalah Batak dan Minahasa.

Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia pada abad ke-20 merupakan orang Minang  3 dari 4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra Minangkabau.

Keberhasilan tokoh-tokoh Minang tak mampu ditulis disini apabila disebut satu-persatu.  Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis Jawa, yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia.

Namun kiprah urang awak yang tercatat dalam tinta emas sejarah negeri ini harus tercemar oleh ketiga tokoh diatas. Ini merupakan pil pahit bagi masyarakat Sumatera Barat. Susah dimengerti dan dipahami bagi rakyat Sumbar melihat kenyataan ini lantaran kebanggaan yang teramat besar apabila melihat setiap tokoh Minang sukses di perantauan.

Orang Minang perlu rasanya melakukan evalusi, apa sebenarnya yang membuat semua terjadi, apa yang salah. Kita sebagai orang Minangkabau tak bisa lagi larut dalam eforia sejarah sehingga membuat Minang terlena lalu terpelanting dan terkubur dalam karena godaan uang dan jabatan.

Minang kedepan harus mampu bangkit dari keterpurukan ini. Untuk Bapak dan Mamak kami yang masih berkarir di rantau sana sering-seringlah menengok kampuang halaman, tengok cucu dan kamanakan. Lihat Rumah Gadang dan Surau kita agar tidak tersesat di perantauan. Dan jangan permalukan kami yang di kampuang.

Sumber : Wikipedia.

Ikuti tulisan menarik jefri hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

2 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB