x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Trump dan Kegaduhan Fakta Alternatif

Apakah saat ini era di mana apapun dilakukan untuk memanipulasi persepsi publik, termasuk dengan menyajikan fakta alternatif?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pertempuran dalam ‘mengkreasi persepsi publik’ telah mendorong banyak pihak menempuh berbagai cara. Dan ini berlangsung di mana-mana. Di sini hoax menjadi bagian dari pertempuran ini maupun untuk tujuan lain. Sementara itu, di AS, di samping mencipta dan menyebarluaskan hoax atau fake news sebagai cara untuk melakukan dis-informasi (penyesatan), orang-orang tengah berbicara mengenai era post-truth.

Dalam konteks post-truth, sebuah istilah yang oleh tim Oxford Dictionaries dinobatkan sebagai The Word of the Year 2016, tafsir atas sebuah fakta dianggap sebagai kebenaran, bahkan melebihi fakta itu sendiri. Fakta menjadi tidak penting, yang lebih penting dan benar adalah tafsir. Dan kini, alternative facts menjadi kata yang tengah banyak dibicarakan. Bagaimana mungkin ada ‘fakta alternatif’?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keriuhan pembicaraan mengenai frasa ‘fakta alternatif’ bermula dari wawancara antara Chuk Todd dengan Kellyane Conway, salah satu konselor Presiden Donald Trump, dalam acara Meet the Press. Todd, selaku pembawa acara, bertanya kepada Conway tentang pernyataan juru bicara Gedung Putih Sean Spicer yang menyebut jumlah orang yang menghadiri pelantikan Donald Trump merupakan yang terbesar, lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang menghadiri pelantikan Barack Obama, 2009.

“Mengapa Spicer menyatakan kebohongan?” tanya Todd kepada Conway. Todd mengajukan pertanyaan itu berdasarkan hasil perbandingan foto pelantikan Trump dan pelantikan Obama, dan terlihat jelas bahwa jumlah orang yang menghadiri pelantikan Obama jauh lebih banyak.

“Janganlah terlampau dramatis mengenai hal ini,” jawab Conway. “Anda (kepada Todd) menyatakan bahwa itu kebohongan, tapi juru bicara kami Sean Spicer menyampaikan fakta alternatif.” Todd menjawab, “Fakta alternatif bukan fakta. Itu dusta.” Conway menjawab, “Menghitung kerumunan lebih dari 1 juta orang bukan sains eksakta dan pernyataan Spicer tidak dapat dibuktikan benar atau salah.”

Dalam konteks memanipulasi persepsi, seperti dilakukan oleh Conway, pilihan kata menjadi demikian penting. Ia begitu cerdik memilih istilah ‘alternative facts’ yang dengan cepat memantik ingatan banyak orang yang mencium aroma Orwellian—terpilihnya Trump dan pemakaian frasa ‘alternative facts’ dianggap mendorong banyak warga membeli novel distopian klasik George Orwel, 1984.

Walaupun banyak kritikus mencium aroma Orwellian, boleh jadi Conway mengambil frasa itu dari buku Trump (yang ditulis oleh Tony Schwartz selaku ghostwriter) yang terbit pada 1987. Judulnya, Trump: The Art of the Deal. Dalam buku ini, Trump mengatakan bahwa ‘orang-orang ingin memercayai sesuatu yang paling besar dan paling hebat serta paling spektakuler’. Melebih-lebihkan sesuatu bukan tindakan yang salah dan merupakan bentuk promosi yang sangat efektif, tulis Trump. Schwartz mengaku dialah yang menemukan frasa ‘alternative facts’ dan mengklaim bahwa Trump menyukainya.

Sejak memasuki perbendaharaan kata-kata Inggris, melalui Prancis Abad Pertengahan (ke-16), alternate terus mengalami pergeseran makna. Dalam bahasa Latin, sebagaimana disebutkan oleh Ben Zimmer, kata kerja alternate bermakna ‘melakukan satu hal dan kemudian hal lain’. Seiring waktu, maknanya berbeda: ‘tersedia sebagai kemungkinan atau pilihan lain’.

Di awal abad ke-20, para penulis sains-fiksi mengandaikan dunia lain yang mereka sebut realitas alternatif. Lalu, pada 1960an, sebagian orang menawarkan pemakaian kata alternatif dalam konteks aktivitas dan pendekatan yang tidak konvensional atau menantang kemapanan. Orang lalu mengenal istilah musik alternatif, kedokteran alternatif, sejak 1980an.

Banyak orang dapat menerima semua pergeseran makna itu, tapi banyak orang tersengat ketika frasa ‘fakta alternatif’ dimunculkan sebagai upaya menenggelamkan fakta obyektif. Publik yang memiliki sedikit informasi yang benar akan mudah menelan fakta alternatif dan menganggapnya sebagai kebenaran.

Apakah di negeri kita ‘fakta alternatif’ merupakan barang baru? (Foto: khalayak pelantikan Trump (kiri) dan khalayak pelantikan Obama (kanan))***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

3 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB