x

Iklan

Dwi Septian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aksi Saling Lapor, Ada Aroma Kekuasaan dan Dendam

Aksi saling lapor jaman sekarang ini menunjukkan bahwa budaya bangsa sudah mulai ditinggalkan. Budaya musyawarah yang seharusnya dikedepankan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maraknya aksi saling lapor jaman sekarang ini menunjukkan bahwa budaya bangsa sudah mulai ditinggalkan. Budaya musyawarah yang seharusnya dikedepankan dalam menyikapi beragam konflik dan perbedaan, ternyata sekarang berbalik menggunakan emosi dan amarah serta penuh kebencian. Fenomena ini mengindikasikan adanya aroma-aroma kekuasaan dan dendam diantara orang-orang yang berkonflik tersebut.

Budaya saling lapor ini selalu menyuguhkan satu hal, yaitu dalam masalah harus ada orang atau kelompok yang tampil sebagai objek untuk kepentingannya. Maka budaya saling lapor terkait dengan persoalan identitas artinya memperkenalkan, menunjukkan dan mengatakan kepada publik bahwa saya (kami) ada.

Menyitir perkataan Rene Descartes:  Saya (kami) melaporkan Anda maka saya (kami) Ada. Akibatnya bandul hukum berkeadilan dipolitisasi demi afirmasi identitas. Budaya saling lapor bertendensi selalu mencari-cari musuh untuk menunjukkan kegemilangan subjektif di depan publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lagi-lagi ujungnya pada kekuasaan... Entah kekuasaan dalam skala kelompok maupun skala politik. Lihat saja sekarang ini, tren saling lapor mulai menjalar ke partai politik hingga institusi. Siapapun yang menghalangi jalannya kekuasaan atau proses mencapai kekuasaan pasti akan memunculkan kebencian dan dendam yang mengakar. Itulah sikap dan sifat buruk yang harus ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia.

Jangan sampai pemangku kepentingan menggunakan momentum dan kesempatan 'Aji Mumpung', yang diartikanselagi memiliki kekuatan sehingga menjadi arogan dan berkehendak seperti membalas dendam.

Salah satu yang diafirmasi dari budaya saling lapor ini adalah potensi konflik yang muncul atas nama kebencian. Budaya saling lapor menegasi dialog intersubjektivitas. Pasalnya, penyelesaian konflik yang dihasilkan dari budaya saling lapor tidak disertai niat untuk mencapai solusi bersama, tetapi intens politis demi kemenangan diri atau kelompok.

Muncuatnya aksi saling lapor juga tak lepas dari kurangnya rasa kenyamanan masyarakat dengan kondisi politik saat ini. Kenyamanan dan kesejukan yang seharusnya diberikan oleh para pemangku jabatan menjadi hilang rasanya di masyarakat.

Ikuti tulisan menarik Dwi Septian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler