x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Anies-Sandi Tak Terbendung di Putaran-II Pilkada DKI 2017

Daya pikat ini berpotensi menjadi magnet yang membuat pemilih wanita di DKI – tua, muda ataupun yang sudah janda – kepincut memilih Anies-Sandi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah semua rapi-rapi paska putaran pertama Pilgub DKI, lazimnya, yang kalah akan bersedih, dan pemenang bergembira. Tapi pertarungan untuk dua kubu yang lolos ke putaran kedua, 19 April 2017, baru saja dimulai.

Dan mengacu pada sejumlah variabel, pertarungan putaran kedua sebenarnya dapat disebut sudah selesai: Anies-Sandi cenderung akan amat sulit dibendung gerak lajunya untuk mengalahkan Ahok-Djarot. Dan menjadi early-warning bagi kubu Ahok-Djarot. Ini argumentasinya:

Pertama, jika disuruh pilih, kira-kira pilih mana di antara dua alternatif: memenangkan Anies Sandi atau mengalahkan Ahok-Djarot? Sebagian besar pemilih Agus-Sylvi cenderung akan memilih: membuat Ahok-Djarot kalah di putaran kedua. Alasannya terlalu banyak untuk diuraikan satu per satu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hitungan sederhananya begini: berdasarkan rekapitulasi hasil 5 quick count, jika dirata-rata, suara Agus-Sylvi sekitar 17 persen (berjumlah sekitar 960.000 pemilih), dengan asumsi jumlah partisipasi Pilgub DKI 2017 mencapai 80 persen (atau setara sekitar 5,6 juta pemilih) dari DPT yang berjumlah sekitar 7,1juta jiwa. 

Dengan menggunakan asumsi yang paling moderat sekalipun, dua pertiga pemilih Agus-Sylvi yang 17 persen tersebut, diperkirakan bakal berpindah ke Anies-Sandi. Sementara sepertiga sisanya mungkin beralih ke Ahok-Djarot. Hasilnya adalah Anies-Sandi bakal unggul sekitar 2 persen di Putaran Kedua Pilgub DKI (Lihat tabel ilustrasi).

Namun jika menggunakan asumsi ekstrem, tetap ada kemungkinan semua pemilih Agus-Sylvi bakal bedol desa pindah ke kubu Anies-Sandi. konsekuensinya, potensi kekalahan Ahok-Djarot akan semakin besar.

Kedua, kita tahu, Ahok sempat mengalami penurunan elektabilitas pada Desember 2016 sampai awal Januari 2017, kemudian perlahan mengalami rebound dan hasil maksimalnya adalah 43 persen suara (hasil quick count). Artinya segitulah plafon maksimal potensi suara Ahok-Djarot.

Sebaliknya, potensi suara Anies-Sandi belum mencapai plafon maksimalnya. Sebab suara yang berseberangan dengan Ahok-Djarot terpecah dua di putaran pertama. Memasuki putaran kedua, sebagian besar suara kontra Ahok yang tadinya memilih Agus-Sylvi diasumsikan cenderung akan menyatukan barisan di kubu Anies-Sandi.

Ketiga, dua kubu yang bertarung di putaran kedua, dari segi kekuatan relatif sama kuat dan sama lemahnya. Termasuk dalam soal dukungan pundi-pundi logistik. Karena itu, jika diajak atau dipancing bermain sabun, kubu Anies-Sandi memiliki kapasitas untuk melayaninya.

Sekedar contoh, pada putaran pertama, kubu Anies-Sandy membayar “honor” relawan saksi dan relawan quick count internalnya, dengan jumlah yang hampir sama dengan jumlah honor yang didistribusikan oleh kubu Ahok-Djarot untuk relawan saksi dan relawan quick count internalnya.

Keempat, karena itu, saya menilai pasangan Anis-Sandi adalah sparing-partner yang mampu mengimbangi keunggulan Ahok-Djarot, dalam berbagai segi. Artinya, semua item keunggulan Ahok-Djarot dapat dengan enteng diimbangi oleh Anies-Sandi. Bahkan di bidang program kerja pun, di mana Ahok-Djarot diuntungkan karena posisinya sebagai petahana, Anies-Sandi akan dapat mengimbanginya dengan mengatakan begini: saya dan Sandiaga Uno dapat melakukan semua prestasi kinerja Ahok-Djarot dengan cara dan hasil yang lebih baik, dan juga lebih santun.

Kelima, saya membayangkan, di masa puncak kampanye untuk putaran kedua, kubu Anies-Sandi akan sangat berhati-hati memainkan isu primordial (etnis dan agama). Namun bila kubu Ahok-Djarot mulai bermain jor-joran di Medsos – seperti yang mereka lakukan pada putaran pertama – pada akhirnya isu primordial tetap akan dimainkan. Kenapa tidak?

Keenam, banyak orang lupa bahwa pada Pilpres 2014, Anies Baswedan adalah figur pendukung utama Jokowi. Anies Baswedan bahkan kadang berani pasang badan untuk melawan argumen-argumen kelompok-kelompok Islam yang biasa disebut radikal. Artinya, jika aksi-aksi kelompok Islam nantinya menyatukan barisan di sisi Anies-Sandi, pengamat siapapun tetap akan sulit menempatkan Anies di keranjang “kanan yang radikal”.

Ketujuh, ada beberapa keunggulan Anies-Sandi yang sulit diimbangi oleh Ahok. Salah satunya adalah keunggulan karakter personality. Sebab bahkan Ahok sendiri pun “mengakui” keunggulan Anies Baswedan dan juga Sandiaga Uno dalam soal kesantunan. Malah Ahok dengan gaya jumawanya pernah menegaskan, bahwa gayanya yang dianggap banyak orang tidak santun itu, adalah bawaan orok. Dalam hal ini, untung ada Pak Djarot, yang akhirnya ketiban pekerjaan tambahan: sibuk memberikan sentuhan kesantunan kepada Ahok.

Kedelapan: ada satu poin yang belum banyak digarap oleh para pengamat, peneliti, netizen dan blogger, yang bahkan mungkin relatif sangat berjasa mendongkrak perolehan suara Anies-Sandi di putaran pertama: kekuatan dan daya pikat sosok Sandiaga Uno.

Silahkan memutar ulang rekaman gambar seluruh penampilan Sandiaga Uno dan penonton akan berkesimpulan begini: santun; meski amat kaya raya, tapi tetap tampil bersahaja; senyumnya susul-menyusul di wajahnya; perilaku tawadhu’nya di setiap moment terkesan sangat genuine, tak dibuat-buat; tutur kata dan kalimatnya sangat runut dan sistematis, meskipun terkesan masih kurang bobot politiknya; dan yang pasti, ganteng yang dibalut dengan fostur tubuh yang ideal dan atletis.

Dengan begitu, Sandiaga Uno boleh dibilang merepresentasikan “Indonesian’s Dream” yang menjadi obsesi generasi muda Muslim pribumi Indonesia, yang sukses di bidang ekonomi di usia yang relatif masih sangat muda. Daya pikat ini sangat berpotensi menjadi magnet yang membuat pemilih wanita di DKI – yang tua, muda ataupun yang sudah janda – akan kepincut memilih Paslon Anies-Sandi di putaran kedua pilgub DKI.

Dengan delapan variabel di atas, saya merasa cukup aman untuk berkesimpulan sementara bahwa Ahok-Djarot cenderung akan dipaksa gigit jari pada Putaran Kedua. Dan hanya kecurangan sistematis yang mampu menghadang gerak maju Paslon Anies-Sandi.

Bisa jadi analisis ini terkesan terlalu berlebihan. Tapi jika kubu Ahok-Djarot meremehkannya, maka barangkali yang paling barangkali adalah: pertarungan akan segera berakhir bahkan sebelum dimulai.

Syarifuddin Abdullah | 16 Februari 2017 / 20 Jumadil-ula 1438H.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler