x

Massa menggelar aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 9 Oktober 2014. Dalam orasinya mereka mendukung Pemerintahan Jokowi-JK untuk memberantas Mafia Migas dan Tambang melalui perpendek rente perdagangan minyak mentah untuk efesiansi dan ke

Iklan

Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mafia Migas Hambat Pembangunan Kilang Minyak~Fahmy Radhi

Ada indikasi bahwa Mafia Migas berada di balik kegagalan dalam membangun Kilang Minyak baru, maupun Proyek RDMP.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mafia Migas Hambat Pembangunan Kilang Minyak

Fahmy Radhi

 

Pembubaran Petral, anak perusahaan Pertamina yang diyakini sebagai sarang Mafia Migas, tidak serta-merta melenyapkan Mafia Migas. Mereka masih saja gentayangan dalam pemburuan rente, dengan menggunakan beberapa modus. Salah modusnya adalah upaya menghambat secara sistemik pembangunan Kilang Minyak, agar volume impor BBM semakin meningkat. Peningkatan volume impor BBM menjadi sasaran empuk Mafia Migas dalam memburu rente.

Sudah hampir 20 tahun, Pertamina tidak pernah membangun Kilang Minyak sama sekali. Padahal kilang yang dioperasikan selam ini merupakan kilang-kilang tua-renta. Bahkan kilang yang dibangun pada zaman Penjajah Belanda, Kilang Balik Papan (1894) dan Kilang Plaju (1903), masih saja digunakan. Sedangkan Kilang Minyak yang dibangun Pertamina umumnya juga sudah relatif tua, di antaranya Kilang Dumai (1971), dan Kilang Cilacap (1976), serta Kilang Kasim, yang terkahir dibangun pada 1997.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bukannya tidak ada upaya Pertamina sama sekali untuk membangun Kilang Minyak baru, namun setiap kali upaya membangun Kilang Minyak selalu saja muncul hambatan sistemik, yang dapat membatalkan realisasi pembangunan Kilang Minyak baru. Bahkan, bebarapa investor sudah menyatakan komitmen untuk bekerja sama dengan Pertmaina untuk membangun Kilang Minyak baru, lagi-lagi selalu gagal di tengah jalan.

Ada indikasi bahwa Mafia Migas berada di balik  kegagalan dalam membangun Kilang Minyak baru, maupun Proyek RDMP. Hasil kajian Tim Anti Mafia Migas menemukan adanya hambatan sistemik pembangunan Kilang Baru tidak hanya di Pertamina saja, tetapi juga muncul di beberapa Kementerian terkait. Akibat ulah Mafia Migas tersebut, rencana pembangunan Kilang Minyak baru dalam kurun waktu 20 tahun selalu mengalami kegagalan. Tidak berlebihan dikatakan bahwa siapa pun yang ikut berperan dalam menghambat pembangunan Kilang Minyak baru merupakan bagian dari Mafia Migas.

Kebutuhan pembangunan Kilang Minyak baru merupakan suatu keniscayaan bagi Pertamina untuk direalisasikan dalam waktu dekat ini, apa pun hambatan yang mengahadang. Mengingat kondisi Kilang Minyak Pertamina umumnya sudah tua-renta, sedangkan konsumsi BBM di dalam negeri selalu meningkat hingga mencapai 1,5 juta barel per hari, di antaranya sekitar 800 ribu barel per hari harus diimpor. Volume impor BBM sebesar itu, selain meningkatkan ketergantungan terhadap BBM impor, juga berpotensi menguras devisa yang dapat melemahkan nilai rupiah teradap dollar Amerika Serikat.

Mangingat urgensi pembangunan Kilang Minyak tersebut, siapa pun Direktur Utama Pertamina yang dipilih harus mempunyai komitmen untuk membangun Kilang Mainyak Baru. Tujuannya, selain memenuhi kebutuhan untuk mengolah minyak di Kilang Minyak dalam negeri guna menurunkan volume impor BBM yang semakin meningkat, juga untuk memberantas Mafia Migas. Pembangunan sejumlah Kilang Minyak baru tidak hanya mengurangi ketergantungan impor BBM, tetapi sekaligus menjadikan mimpi buruk bagi Mafia Migas dalam pemburuan rente dari impor BBM.

Selain mempunyai komitmen membangun Kilang Minyak dalam rangka untuk memberantas Mafia Migas, Direktur Utama Pertamina harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya: profesional di bidang Migas, berintegritas, dan independen dari kelompok kepentingan, termasuk Mafia Migas. Untuk kriteria profesional di bidangnya, calon Direktur Utama dari internal lebih memenuhi kriteria professional, ketimbang dari eksternal Pertamina. Beberapa existing direktur Pertamina selama ini sudah membuktikan profesionalitas di bidangnya bisa dipertimbangkan.

Kriteria berintegritas dari existing direktur dapat ditelusuri dari track record yang bersangkutan selama menjadi direktur, baik pada saat menjadi direktur anak perusahaan Pertamina, maupun saat menjadi direksi Pertamina. Salah satu ukuran kriteria berintegritas yang bisa digunakan adalah direktur bersangkutan tidak pernah terindikasi penyelewengan dan tindak pidana korupsi pada saat menjabat direktur.

Sedangkan kriteria independen, calon Direktur Utama harus mempunyai keberanian untuk menolak intervensi pihak kelompok kepentingan yang merugikan Pertamina. Direktur Utama yang tidak independen dan bisa disetir berpotensi menjadikan Pertamina sebagai “Sapi Perahan” bagi kelompok kepentingan, termasuk Mafia Migas.

Komitmen Direktur Utama Pertamina untuk membangun Kilang Minyak baru tidak hanya akan memangkas volume impor BBM dan membrantas Mafia Migas, tetapi juga menerapkan Program Nawa Cita Presiden Joko Widodo dalam mencapai kemandirian pemenuhan kebutuhan BBM di dalam negeri. Oleh karena itu, perlu menjadi pertimbangan untuk memilih Direktur Utama Pertamina yang mempunyai komitmen dan kompetensi dalam meujudkan rencana pembangunan Kilang Minyak.

 

(Dosen UGM dan Mantan Anggota Tim Anti-Mafia Migas)

Ikuti tulisan menarik Fahmy Radhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler