x

Iklan

Edi Warsidi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mewujudkan Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak

Penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak sudah merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi jika bangsa ini menghendaki sumber daya manusia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Mewujudkan Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak

 

Oleh EDI WARSIDI

 

SEBAGAI unit sosial terkecil, keluarga memiliki tanggung jawab untuk mengemban fungsi eduktatif. Hal ini disebabkan di dalam keluarga anak mulai mengenal pendidikan. Sebagai pilar strategis, di dalam keluarga anak mulai diperkenalkan dengan berbagai masalah nilai budaya, moral, keterampilan, dan agama.

          Bertolak dari pilar keluarga tersebut, keberhasilan dan kegagalan pendidikan agama, moral, nilai, dan keterampilan sangat ditentukan oleh kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi edukatifnya. Akan tetapi, pada kenyataannya masyarakat kita kerap memvonis guru di sekolah atau ustaz/ustazah jika akhlak dan moral anak tidak menggembirakan. Kenyataan ini tentu harus mulai dikikis secara perlahan-lahan dengan cara melakukan instrospeksi dan selanjutnya perlu ada penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Pada umumnya, orang tua telah mengetahui bahwa anak merupakan amat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dibesarkan, diarahkan, dan dididk, terutama di lingkungan keluarga. Akan tetapi, kenyataan membuktikan bahwa pengetahuan akan hal itu tidak ditindaklanjuti dengan aksi/perbuatan. Oleh sebab itu, timbul kecenderungan orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada sekolah atau guru mengajinya. Mereka akan senang jika telah menyekolahkan anaknya atau menitipkan putra-putrinya kepada guru mengaji mereka. Hal ini menyebabkan orang tua apatis terhadap pendidikan anak dalam keluarga, padahal sebagian besar waktu anak justru dihabiskan di dalam lingkungan keluarganya.

            Kecenderungan tersebut tidak hanya terjadi pada keluarga yang orang tuanya awam akan pendidikan, tetapi justru mulai menggejala pada golongan intelektual. Mereka cenderung lebih mengutamakan pekerjaan dan kesibukannya sendiri daripada memperhatikan pendidikan anak-anak di keluarganya. Terlebih-lebih pada keluarga yang orang tuanya sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Dalam keluarga semacam ini, pendidikan keluarga hampir-hampir ”punah” sebab masing-masing sibuk mengurusi pekerjaannya. Dalam lingkungan keluarga seperti ini, anak akan tercukupi kebutuhan fisik dan materialnya, tetapi sangat menderita secara rohani. Akibatnya, anak mencari perhatian dengan melakukan berbagai perbuatan yang bertentangan  dengan nilai-nilai pendidikan. Bahkan, tidak jarang anak dari keluarga yang secara ekonomis tercukupi kebutuhannya dan pendidikan orang tuanya tinggi, tetapi akhlak dan moralnya berantakan. Satu penyebab utamanya adalah tidak kuatnya peran atau fungsi keluarga dalam mendidik anak-anaknya.

            Keberhasilan dan kualitas pendidikan keluarga sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu penciptaan iklim belajar dalam keluarga dan kualitas kemampuan orang tua dalam melaksanakan proses pendidikan. Semakin kondusif iklim belajar dalam lingkungan keluarga, semakin berhasil pendidikan keluarga tersebut. Semakin tinggi kualitas kemampuan orang tua dalam melaksanakan pendidikan keluarga, semakin berhasil pendidikan keluarga tersebut.

            Kendatipun kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pendidikan keluarga, tetapi keduanya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Kedua faktor tersebut harus berjalan secara simultan. Dalam keluarga yang iklimnya kondusif untuk belajar dan didukung oleh tingginya kualitas kemampuan orang tua dalam melaksanakan pendidikan keluarga, akan membawa akibat majunya pendidikan keluarga tersebut. Sebaliknya, kemandekan pendidikan keluarga akan terjadi jika kualitas kemampuan orang tua dalam melaksanakan pendidikan keluarga sangat rendah untuk belajar. Dari keluarga terakhir ini, biasanya kemerosatan akhlak/moral anak lahir.

            Mau tidak mau, suka atau tidak suka, penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak harus terus dihidupkan kembali jika kita menghendaki generasi yang berkualitas di masa depan. Sebaliknya, jika kita terlalu egois dengan segala kesibukan kita, janganlah kita berharap dapat melahirkan generasi yang berkualitas di masa depan. Semua pilihan ini tentu sangat ditentukan oleh tingkat kearifan, kebijakan, dan tanggung jawab kita sebagai pemegang amanat dari Tuhan Yang Maha Perkasa.

            Bagaimana upaya yang dapat diwujudkan dalam penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak? Jawaban atas pertanyaan ini sesungguhnya telah kita miliki, tetapi fakta menunjukkan bahwa apa yang yang telah kita miliki itu sering terlupakan. Oleh sebab itu, menurut hemat penulis, ada dua upaya penting untuk penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak.

            Pertama, penciptaan iklim belajar dalam keluarga. Kita semua telah mafhum bahwa keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam menjalankan fungsi edukatif. Dari keluarga ini, seorang anak mulai mengenal berbagai benda, norma, dan budaya yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Dari keluarga, anak mulai bersosialisasi dengan kehidupan. Oleh sebab itu, penciptaan iklim belajar yang kondusif oleh orang tua akan sangat membantu keberhasilan anak di kelak kemudian hari.

            Penciptaan iklim belajar ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, sepert  menyediakan sarana belajar, memberi anak-anak teladan yang baik, mengalokasikan waktu khusus untuk pendidikan mereka, dan memberi mereka perhatian yang sewajarnya.

            Anak-anak kita telah memiliki hak atas dirinya. Oleh sebab itu,  hal yang wajar jika mereka menuntut kehadiran orang tua di tengah-tengah mereka.

            Dalam keluarga yang memiliki iklim kondusif untuk belajar dan ditopang oleh kehangatan dan kasih sayang orang tua, akan melahirkan generasi berakhlak, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kepribadian yang mantap sebagai bekal mereka di masyarakat.

            Kedua, peningkatan mutu kemampuan orang tua dalam mendidik anak. Satu faktor yang menyebabkan gagalnya pendidikan dalam keluarga adalah rendahnya kemampuan orang tua dalam mendidik anak. Sebaliknya, faktor yang mendorong keberhasilan pendidikan keluarga adalah tingginya mutu kemampuan orang tua dalam mendidik anak itu. Bagaimana hal ini dikonkretkan dalam keluarga?

            Langkah awal, persepsi orang tua terhadap anak. Persepsi orang tua dan pendidikan ini sangat vital sebab segala sikap dan tindakan dibangun di atas persepsi. Jika orang tua mempersepsi negatif terhadap anak dan pendidikannya, sikap dan perbuatan si anak juga akan negatif. Sebaliknya, jika orang tua mempersepsi positif terhadap anak dan pendidikannya, dia akan bertindak positif pula. Oleh sebab itu, orang tua yang bijaksana akan senantiasa meningkatkan persepsi positifnya terhadap anak dan pendidikannya dengan cara meningkatkan pemahamannya terhadap konsepsi anak dan pendidikan secara benar.

            Langkah kedua, perhatian khusus kepada pendidikan anak. Persepsi positif terhadap anak dan pendidikan saja belumlah cukup. Orang tua sebagai orang dewasa dalam keluarganya memiliki tanggung jawab dan tugas untuk mendidik anak-anak mereka. Untuk itu di sela-sela kesibukannya, orang tua yang bijaksana akan mengalokasikan waktu dan tenaganya untuk memberi anak-anak perhatian khusus pada pendidikan. Mereka tidak menyerahkan sepenuhnya kepada guru di sekolah atau ustaz/ustazah di lingkungan rumah.

            Pemberian perhatian khusus kepada pendidikan anak tidak hanya dilakukan dalam tempo tertentu, tetapi dilakukan secara menyeluruh, baik dengan memberikan contoh/teladan yang baik, memeriksa dan meluruskan ucapan, sikap, serta tindakan anak yang salah dengan bijaksana, maupun memperhatikan kebutuhan akan pendidikan, dan sejenisnya.

            Langkah ketiga, penguasaan metode didaktik dan psikologi anak. Penguasaan metode didaktik dan psikologi anak merupakan unsur mutlak yang harus dimiliki para orang tua agar mampu menjalankan fungsi edukatif keluarganya. Hal ini disebabkan proses pendidikan tidak akan berjalan secara efektif dan efesien jika tidak didukung oleh penggunaan metodologi dan media yang tepat. Terlebih-lebih jika tidak memperhatikan tugas perkembangan anak secara psikologis. Proses pendidikan yang tidak memperhatikan metodologi yang tepat dan psikologi perkembangan dapat melahirkan insan yang salah asuhan. Oleh sebab itu, orang tua yang bijaksana akan berupaya meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan metodologi didaktik dan psikologi perkembangan anak.

Akhirnya, kita diingatkan kembali oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara—yang telah lama menegaskan bahwa keluarga merupakan bagian dari trisentra pendidikan. Di samping satuan pendidikan dan masyarakat, pendidikan keluarga merupakan dasar untuk pembentukan manusia Indonesia yang bermutu, baik secara fisik material maupun mental spritual. Oleh sebab itu, penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak sudah merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi jika bangsa ini menghendaki sumber daya manusia yang bermutu di kemudian hari.  

Edi Warsidi, editor yang menaruh perhatian pada masalah pendidikan.

 

 

 

 

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Edi Warsidi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu