x

Apel kebangsaan Rabu 29 November di Monas. MARIA FRANSISCA

Iklan

Hans Z. Kaiwai

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merawat Nilai Kebangsaan

Kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia adalah perekata keutuhan negara dan bangsa Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah sejak dari awal para the founding father (pendiri bangsa) sadar bahwa bangsa Indonesia harus berdiri diatas nilai persatuan. Oleh karena bangsa Indonesia terbentuk dari kepelbagaian suku bangsa. Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara yang membuktikan bahwa kita, dari yang banyak ragam suku, bahasa dan agamanya, telah bersepakat menjadi satu­—Indonesia. Untuk itu, nilai kebangsaan yang perlu dipelihara terus oleh penerus bangsa adalah membangun integrasi kemajemukan kita, dan bukan melakukan segregasi perbedaan kita.  

Banyak catatan sejarah di dunia yang mendokumentasikan bagaimana segregasi etnis dan agama telah melahirkan penderitaan bagi umat manusia. Perjuangan dan pengorbanan Marthen Luther King, Jr, misalnya, dengan perlawanan tanpa kekerasan yang meruntuhkan sekat-sekat dan belenggu segregasi (pemisahan berdasarkan ras) di Amerika pada 1954 hingga1967. Kita tak mungkin lupa praktik politik Apartheid (pemisahan rasial) yang pernah diberlakukan di Afrika Selatan pada 1948-1991. Bahkan saat ini pun ada penderitaan suku Rohingya di Mynmar sebagai akibat dari segregasi suku dan agama. Semua cerita ini barulah penggalan rekaman segregasi etnis dan agama yang turut menghiasi sejarah dunia.

Sekarang pun, perjalanan sejarah bangsa Indonesia sedang menampaki masa-masa krisis dan ujian. Apakah nilai kebangsaan yang dirawat adalah membangun integrasi bangsa dengan beragam suku, bahasa dan agama atau sebaliknya melakukan segregasi diantara kita. Padahal, sesungguhnya saat awal berdirinya negara ini, kita yang terdiri dari bermacam suku-suku bangsa, dan berasal dari berbagai agama dan kepercayaan telah sepakat melahirkan negara Indonesia yang dibangun diatas dasar Pancasila, UUD 1945, Kebhinnekaan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga, jika dalam ujian ini kita gagal, maka Indonesia akan bergerak mundur bahkan terjebak dalam segregasi etnis dan agama yang merusak nilai kebangsaan kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Indonesia–negara dengan penganut agama Islam terbesar–telah menjadi negara demokrasi yang banyak diakui oleh pemimpin negara-negara di dunia. Suatu prestasi berdemokrasi dalam perjalanan sejarah bangsa—terutama ketika melalui era reformasi yang ditandai dengan mengamandemen UUD 1945 sebanyak empat kali—untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, sesuai nilai-nilai kebangsaan yang termuat dalam hukum dasar NKRI, yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Kita tidak perlu mempertentangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan dengan nilai-nilai kebangsaan dan demokrasi yang bersifat universal yang ingin kita bangun dan rawat di dalam negara dan bangsa Indonesia. Sehingga tatanan kehidupan demokrasi yang kita rawat adalah menjaga nilai persatuan ditengah-tengah kemajemukan kita. Ataukah negara Bhineka Tunggal Ika hanya sekedar semboyan yang tidak perlu kita maknai dalam realita kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sehingga lalu kita terjebak pada keinginan segregasi suku dan agama agar kita hidup lebih aman menurut pandangan kelompok dan kalangan kita sendiri.

Untuk itu, maka dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam dinamika penyelenggaran pemerintahan maupun gerak kehidupan bermasyarakat di Indonesia, kita pun harus percaya bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machsstaat). Sehingga berbagai persoalan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang terjadi perlu kita adili melalui sistem hukum dan mekanisme peradilan yang kita anut, serta  kita tidak membiasakan diri untuk memaksakan kehendak untuk memengaruhi kekuasaan kehakiman negara ini.

Biarlah catatan sejarah segregasi suku dan agama yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa-bangsa lain di dunia, kita jadikan pelajaran dan pengingat. Dan bahwa meletakan dasar dan merawat nilai kebangsaan, utamanya sila ke tiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia adalah suatu keniscayaan.  Oleh karena itu adalah nilai kebangsaan yang penting, khususnya bagi kita yang memang berasal dari berbagai suku, bahasa dan agama, maka wajib kita merawatnya.

Jadi riwayat kehidupan beragama dan bermasyarakat dengan pelbagai suku-suku bangsa di Indonesia yang toleran dan damai, patut menjadi nilai kebangsaan yang selalu kita rawat bersama, karena bangsa Indonesia ini harus dilanjutkan oleh penerus bangsa ini dengan nilai-nilai kebangsaan yang telah diletakan dan dibangun oleh generasi sebelumnya. Dan semoga generasi kita sekarang ini bukan generasi yang menghianati apa yang telah diletakan dan dibangun generasi sebelumnya, karena sejarah bangsa Indonesia pun telah membuktikan bahwa Pancasila itu sakti.

Ikuti tulisan menarik Hans Z. Kaiwai lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

8 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB