x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Tambah Jalan Tol di Ibu Kota

Jakarta sudah terlalu macet untuk ditambah jalan raya baru

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jalan raya, sebuah infrastruktur transportasi yang sangat vital. Dengan jalan raya itulah warga dapat melakukan mobilitasnya dengan efektif. Jalan raya juga bisa membuka akses masyarakat ke fasilitas-fasilitas layanan publik lainnya, seperti sekolah, rumah sakit dan sebagainya. Bahkan para pakar menyatakan bahwa jalan raya akan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi.

Tak heran kemudian banyak sekali pembangunan jalan tol di berbagai daerah. Pembangunan jalan tol itu diharapkan dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi di sebuah kawasan. Dengan jalan tol baru, ekonomi warga akan menggeliat.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana bila kemudian jalan tol itu juga dibangun di dalam kota Jakarta yang setiap harinya sudah macet oleh kendaraan bermotor?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana membangun 6 jalan tol baru dalam kota Jakarta. Enam jalan tol dalam kota di Jakarta nantinya akan dibangun sepanjang 69,77 kilometer.

Salah satu alasan Pemprov DKI Jakarta membangun 6 tol baru adalah untuk menambah rasio jalan dan pertumbuhan mobil pribadi, sehingga menjadi salah satu solusi dari kemacetan Ibukota. Nah, benarkah dengan membangun jalan tol baru di DKI akan menjadi solusi kemacetan lalu lintas di Jakarta?

Penelitian di berbagai negara terkait pembangunan jalan raya baru dan kemacetan lalu lintas justru menunjukan hal yang sebaliknya. Jalan raya baru justru akan menggerakan pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor. Dan itu artinya kemacetan lalu lintas akan semakin parah.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Califonia Amerika Serikat menunjukkan bahwa setiap 1% penambahan panjang jalan dalam setiap satu mil jalur akan menghasilkan peningkatan kendaraan bermotor sebesar 0,9% dalam waktu lima tahun (Hanson, 1995).

Di Mumbai, India misalnya, ketika panjang jalan diperpanjang dua kali lipat antara tahun 1951 and 2007, jumlah kendaraan bertambah 43 kali. Sebuah studi di University of California di Berkeley antara 1973 dan 1990 didapatkan bahwa untuk setiap 10% penaikkan kapasitas jalan raya (termasuk jalan tol), lalu lintas juga naik sekitar 9% dalam waktu 4 tahun. (1 Carol Jouzatis. “39 Million People Work, Live Outside City Centers.” USA Today, November 4, 1997: 1A-2A).

Hal yang sama juga ditunjukan pada studi kelayakan pembangunan jalan tol dalam Kota Jakarta (PT Pembangunan Jaya, Mei 2005). Dalam studi itu justru terungkap bahwa setiap pertambahan jalan sepanjang 1 kilometer di Jakarta akan selalu dibarengi pertambahan 1.923 mobil pribadi. Dapat dibayangkan berapa ratus ribu mobil lagi yang akan berkeliaran di Jakarta jika dibangun 6 jalan tol dalam kota baru sepanjang 69,77 km. Alasan untuk menyeimbangkan rasio jalan dan pertumbuhan mobil di Jakarta justru akan membuat sebuah lingkaran setan yang sulit untuk diurai.

Dan yang perlu diperhatikan juga, dampak dari melonjaknya pemakaian kendaraan bermotor pribadi di Jakarta akibat pembangunan jalan raya baru bukan hanya meningkatnya kemacetan lalu lintas, tapi juga polusi udara. Menurut dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan, dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P, seperti ditulis di kompas.com pada 2013 silam, mengungkapkan bahwa hanya dalam 81 hari dalam 1 tahun udara di Jakarta dikatakan bebas polusi. Akibatnya semakin meningkatnya biaya kesehatan warga kota.

Pada tahun 2010 misalnya, warga Jakarta membayar Rp 38,5 trilyun untuk pengobatan 6 jenis sakit/penyakit akibat pencemaran udara (US-EPA/UNEP/KLH/KPBB, 2012). Sementara menurut pakar lingkungan hidup Universitas Indonesia, Firdaus Ali, masyarakat juga harus menyediakan dana kesehatan lebih dari 5,8 triliun rupiah per tahun akibat polusi udara yang dipicu oleh kemacetan lalu lintas.

Biaya kesehatan warga kota akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya polusi udara akibat asap kendaraan bermotor yang pertumbuhannya difasilitasi oleh pembangunan enam jalan tol dalam kota.

Untuk Jakarta, bukan infrastruktur jalan tol yang dibutuhkan tapi infrastruktur transportasi massal. Pembangunan infrastruktur transportasi massal di Jakarta bertujuan agar para pengendara mobil pribadi berpindah ke moda transportasi publik sehingga kemacetan lalu lintas di Ibukota berlahan-lahan dapat diurai. Dan pembangunan infrastruktur transportasi massal itu tidak bisa diintrupsi oleh pembangunan jalan tol baru.

Dana untuk membangun 6 jalan tol dalam kota itu bisa dimanfaatkan untuk membangun transportasi massal sehingga lebih nyaman. Menurut hitungan dan analisis Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia,dana sebesar Rp 42 triliun itu bisa digunakan untuk merevitalisasi layanan bus Transjakarta beserta seluruh bus umum reguler yang bukan transjakarta. ITDP Indonesia menghitung bahwa revitalisasi sistem bus transjakarta dan angkutan umum reguler dengan dana sebesar Rp 42 triliun bisa mengangkut 1,5 juta orang per hari dan bisa memberi layanan gratis selama 20 tahun bagi penggunanya.

Indonesia bukan hanya Jakarta. Jika pun harus membangun jalan tol, seharusnya pembangunan jalan tol diarahkan ke luar Jakarta atau Jawa. Jakarta sudah terlalu macet untuk ditambah jalan raya baru. Jakarta lebih butuh pembangunan infrastruktur transportasi massal yang tidak diganggu oleh pembangunan jalan tol dalam kota.

Sumber foto pertama: https://www.slideshare.net/ramadhianbrian/paparan-6-ruas-jalan-tol-dalam-kota

#InfrastrukturKitaSemua

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB