x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membaca Buku, Berlatih Berpikir

Membaca buku membuat otak kita terlatih untuk berpikir dan berimajinasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Televisi itu sangat mendidik. (Buktinya) Setiap kali ada orang menyalakan televisi, saya pergi ke ruang lain dan membaca buku.”

--Groucho Marx

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Setiap hari kita berpikir, malah kita sering melakukannya tanpa menyadari bahwa kita sedang berpikir. Hadir di rapat, membaca koran, menyusuri situs-situs, atau menonton teve, kita berpikir. Mungkin kita memang berpikir, tapi sambil lalu, tidak fokus. Rumor, data, link, status instagram, iklan, maupun informasi lain datang bertubi-tubi. Sebagian besar dari informasi yang membanjir itu tidak mampu kita proses, apa lagi kita cerna. Kita berpikir sepotong-sepotong, beralih-alih perhatian.

Begitulah, saat ini situasinya demikian berlebihan. Ada jalan keluar sederhana bila kamu pusing dengan semua itu: matikan televisi, laptop, sunyikan (jika tak mau mematikan) teleponmu, ambil buku dan berkonsentraliah. Kini saatnya bagimu untuk berkonsentrasi pada satu fokus: materi yang sedang kamu baca—sejarah, biografi, novel, puisi, apapun.

Membaca buku memang sangat berbeda dengan membaca komentar di media sosial, yang banyak di antaranya tidak terlampau penting bagi hidupmu. Kamu akan ditarik-tarik kepada beragam agenda yang direncanakan orang lain. Buku menuntut perhatianmu. Buku melibatkanmu dalam membaca kata-kata dan memahami maknanya. Apa yang membedakannya dari menelan informasi dan komentar yang berseliweran di jagat maya ialah bahwa selagi kamu membaca buku, pikiranmu bekerja aktif, imajinasimu berkelana, dan saraf-saraf otakmu berusaha mencerna.

Dibandingkan memproses gambar atau ucapan—seperti ketika menonton sinetron di televisi, secara neurobiologis kegiatan membaca mengajukan tuntutan yang lebih besar. Seperti dikatakan Maryanne Wolf, direktur Center for Reading and Language Research di Tufts University dan penulis buku Proust and the Squid: the Story and Science of the Reading Brain, kita diajak untuk mengonstruksi pemahaman, kita didorong untuk menghasilkan narasi sendiri, kita distimulasi untuk berimajinasi.

Untuk memahami konsep dan gagasan yang dituangkan penulis dalam bukunya, kamu harus berpikir. Semakin sering membaca buku, semakin terasah kemampuan berpikirmu, saraf-saraf otak jadi semakin tajam dan peka. Karena saat membaca kamu terlibat aktif, konsentrasimu semakin meningkat, fokusmu semakin tajam. Ini berguna manakala kamu dihadapkan pada situasi kacau dan kamu dituntut untuk berkonsentrasi pada fokus tertentu. Mengapa? Sebab otakmu sudah terlatih untuk mengabaikan hal-hal yang tidak penting dan bersifat mengganggu.

Membaca, seperti dikatakan banyak ahli, adalah proses memahami teks yang ditulis. Latar belakang pembaca, pengalaman hidupnya, pengetahuannya, kemampuan bahasanya, maupun ketangkasan berpikirnya memengaruhi sedalam apa ia memahami teks ini. Lantaran itu, buku yang sama bila dibaca oleh orang-orang yang berbeda sangat mungkin menghasilkan pemahaman yang berlainan. Sebagian pembaca mungkin tidak mengerti apa-apa, sebagian lagi mengerti separuhnya, sedikit orang mungkin memahaminya dengan baik meskipun belum tentu ia setuju dengan apa yang ditulis.

Ada satu klise yang sudah berusia tua, bunyinya: “membaca adalah latihan bagi pikiran”. Meskipun sudah klise, pernyataan ini benar adanya. Kebugaran mental dan pikiran sama pentingnya dengan kebugaran tubuh atau fisik. Seperti halnya tubuh kita, otak kitapun perlu latihan setiap hari agar tetap bugar. Sayangnya, kita lebih suka menonton teve atau menekuni media sosial atau melatih otot di pusat kebugaran tapi mengabaikan kegiatan membaca buku.

Kebiasaan membaca buku setiap hari akan menyegarkan saraf-saraf otak kita, sebagaimana kalau kita pergi ke gym dan mengangkat barbel. Saraf otak yang terlatih akan memudahkan kita memahami sesuatu, berimajinasi, mengenali pola-pola, dan aktivitas lain yang memerlukan pikiran. Latihan ini memperkuat kemampuan dan keterampilan berpikir kita. Dihadapkan pada materi bacaan yang relatif sukar, otak kita tidak menemui rintangan yang berarti sebab sudah terlatih.

Jika akhirnya kamu setuju dengan gagasan penulis buku, maka itu bukan sekedar mengiyakan tanpa pemahaman. Jika akhirnya kamu menolak pandangan penulisnya, maka itu didukung oleh argumen yang kuat sebab saraf-saraf otakmu sudah terasah dalam berpikir karena kamu teratur membaca buku. Bacaan yang beragam membuat kita terbiasa dengan cara berpikir penulis yang berbeda-beda. Salah satu manfaatnya, kamu tidak akan mudah terperangkap, misalnya saja, informasi menyesatkan yang sekarang ini menyesaki dunia maya. (Foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler