x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Esai: Percakapan Diam

Hirukpikuk berita yang ditayangkan media seringkali membuat hidup ini kian frustasi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dengan dua gelas kopi hitam Sumatera asli kiriman seorang teman, sebenarnya lengkap sudah pertemuan sepagi ini untuk menambah hangatnya percakapan. Namun entah kenapa, wajah sendu Gerimis masih tetap bertahan meski telah kupancing dengan beragam candaan.

Sungguh. Menghadapi kondisi yang demikian ini, diam-diam aku sendiri jadi merasa sedikit frustasi. Terbersit keinginan untuk mengakhiri pertemuan ini, dan berharap kedatangan Matahari agar kebekuan di antara kami mencair kembali.

Akan tetapi harapan itu pun tampaknya masih jauh untuk menjadi kenyataan. Matahari pun kalau sudah terjebak dalam keadaan seperti ini, biasanya lebih memilih untuk memejamkan matanya lagi dalam waktu yang sulit ditentukan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sambil menyeruput kopi, kutatap wajah sendu Gerimis yang tertekuk dengan tatapan yang tepat jatuh pada meja. Memang harus kuakui, meskipun diselimuti kesenduan yang teramat dalam, malah membuatnya semakin mempesona saja dari biasanya.

Tanpa terasa, aliran darah di sekujur tubuhku seakan berdenyut kencang. Gerimis yang belakangan ini seringkali datang bertandang, baru sekarang ini benar-benar lebih menyita perhatian.

Benarkah aku telah jatuh hati kepada Gerimis yang duduk di depanku ini, dan berharap untuk tetap bersamaku lebih lama lagi. Padahal dalam setiap pertemuan sebelumnya, bahkan sewaktu beberapa saat tadi, aku seringkali merasa tak sudi untuk bersua lama-lama, dan ingin dia untuk segera beranjak pergi.

Tiba-tiba aku tergeragap, bak maling yang terperangkap saat Gerimis mengangkat wajahnya, sementara matanya yang tajam menatap.

“Hari ini aku membawa kabar duka lagi. Semalam telah terjadi kembali teror bom di kota London, Inggris,” katanya dengan lirih.

Mendengar kabar yang disampaikan barusan, kehangatan yang baru saja mendekap erat pun seketika lenyap menghilang. Tubuhku langsung menggigil disergap ketakutan yang menghujam.

Bencana alam, perilaku seksual yang menyimpang, penculikan, teror bom, rebutan lahan penghidupan, juga berebut kursi kekuasaan dengan cara-cara yang barbar, seakan tak hentinya disampaikan Gerimis dalam setiap pertemuan.

Perutku seketika terasa mual, seakan diaduk tangan raksasa yang tak berperasaan. Kepala terasa pusing seakan dikelilingi ribuan bintang yang berpendar-pendar.

Brakkk!!! Tubuhku terjatuh, ambruk menimpa meja. Sementara Gerimis pergi tanpa pamit lagi, dan berganti dengan Hujan yang begitu lebatnya.***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler