Tantangan Mendidik Anak di Era Perubahan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBProses pendidikan pada anak-anak membutuhkan peranan lembaga-lembaga kemasyarakatan, yaitu keluarga.
Oleh EDI WARSIDI
SETIAP interaksi sosial selalu menggugat adanya kemapanan sosial. Begitu pula dalam masyarakat—sebagai salah satu ruang interaksi sosial dan komponen sosial, selamanya akan selalu mengalami proses perubahan sosial dan budaya yang ada di dalamnya. Berbagai perubahan ini dapat terjadi pada nilai-nilai sosial, pola perilaku, wewenang dan kekuasaan, serta lembaga-lembaga sosial/kemasyarakatan, termasuk kelompok anak-anak.
Sebagai salah satu bagan dari masyarakat, kelompok anak-anak tidak luput pula terkena bias perubahan sosial dan budaya. Berbagai dampak perubahan ini ada yang dapat dianalisis secara cepat (revolusioner) dan ada yang secara lambat (evolutif), bergantung pada prosesnya. Mengingat hal ini, proses pendidikan pada masa anak-anak harus dilakukan dengan mempertimbangkan proses perubahan dengan mempertimbangkan sosial dan budaya yang ada di sekitar mereka sehingga memerlukan berbagai upaya penyesuaian.
Dalam upaya penyesuaian, proses pendidikan pada anak-anak membutuhkan peranan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakatan yang menjadi pemeran utama dalam lakon penyesuaian pendidikan adalah keluarga. Dalam operasionalnya, dituntut keterlibatan orang tua. Oleh sebab itu, setiap orang tua harus membekali diri dengan pengetahuan dan wawasan yang memadai tentang hal mendidik anak dalam suasana sosial dan budaya yang selalu berubah.
Pendidikan Masa 5 Tahun Pertama
Kepribadian seseorang biasanya ditentukan oleh proses pendidikan pada masa lima tahun pertama (balita). Kepribadian seseorang tidak dapat diwarisi sejak lahir sebagai sesuatu yang telah jadi. Hal yang diwarisi hanyalah presdiposisi atau kecenderungan untuk berkembang dengan cara tertentu. Dalam konteks inilah penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak/kepribadian seorang anak sesuai dengan yang diharapan.
Anak usia balita memiliki kemampuan yang tanggap dalam menyerap dan menyimpan berbagai kesan dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya. Ibarat sebuah komputer atau alat rekam, daya serap dan daya ingat anak balita mampu menyimpan berjuta informasi dan berbagai rangsangan yang didapatnya. Hal ini mengharuskan para orang tua dan keluarga untuk mengupayakan suatu jaminan agar apa yang apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan anak balita adalah hal yang tidak merugikan kepribadiannya kelak, baik secara psikologis maupun secara emosional. Berbagai kesan awal ini memiliki pengaruh yang kuat untuk pembentukan kepribadian.
Penguatan Peran Keluarga Sangat Strategis
Dalam proses pendidikan, keluarga atau rumah tangga memberikan fungsi dan peran sebagai lembaga pendidikan akhlak dan moral. Oleh sebab itu, haruslah diciptakan suasana keluarga yang harmonis, menyejukkan, dan dihiasi dengan tradisi akhlak dan moral tinggi. Dari situasi keluarga demikian dimungkinkan sekali akan tercipta ”berbagai produk” yang diharapkan, yaitu anak-anak yang saleh dan bertakwa. Mereka yang saleh dan bertakwa ini akan mengangkat nama baik keluarganya.
Jika keluarga kehilangan fungsinya, pendidikan anak-anak diserahkan sepenuhnya pada lembaga-lembaga pendidikan formal saja, hal ini akan fatal akibatnya. Boleh jadi, fenomena kenakalan anak-anak/remaja usia sekolah erat tautannya dengan tidak berfungsinya keluarga sebagai lembaga pendidikan akhlak dan moral. Di sisi lain, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal belum maksimal mengemban misi moral untuk peserta didiknya.
Pendidikan terhadap anak-anak tidak terlepas dari kemampuan sosok ibu dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam mendidik anak. Oleh sebab itu, para ibu yang kerap disebut ”madrasah utama dan pertama” harus membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan mendidik anak. Seorang ibu harus mengetahui pola pendidikan yang harus ditransfer pada anak-anaknya, berdasarkan situasi dan kondisinya. Ibu juga harus selektif dalam menyikapi perilaku anak-anaknya. Ibu jangan lekas melarang atau memarahi anak-anaknya sebelum mengetahui manfaat dan bahayanya. Seringnya ibu memaahi atau melarang akan menghambat daya kreativitas anak.
Dengan pembekalan pendidikan pada ibu, ia akan mengetahui komunikasi yang baik untuk anak-anaknya melalui bahasa seorang ibu. Ia juga harus cerdas memilihkan berbagai jenis permainan dan lingkungan bermain yang tepat bagi anaknya. Dalam hal ini, peran ibu menjadi sangat penting bagi seorang anak. Ibu menjadi figur utama untuk anaknya. Ibu menjadi tempat curhat dan membagi kebahagiaan. Bahkan, ibu menjadi ”surga” bagi anak-anaknya.
Anak Diajari Memecahkan Masalah
Perubahan sosial dan budaya sering menimbulkan masalah bagi anak-anak. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya mendidik anak-anaknya agar selalu tegar menghadapi berbagai masalah hidup dan mampu memecahkannya. Hindarkan kebiasaan memanjakan anak sebab hal ini dapat menyebabkan anak selalu bergantung pada orang lain. Masalah sudah ada sejak seseorang baru lahir dan akan ada sepanjang hayat. Sementara itu dalam proses penyelesaiannya muncul berbagai hambatan, seperti hambatan fisik dan hambatan komunikasi.
Dalam memecahkan masalah, ada sikap khas yang perlu ditanamkan pada anak, yaitu minat untuk memecahkan masalah, rasa percaya diri, berani mengambil risiko—yang berarti tidak mudah frustrasi, dan berani mengembangkan sikap terbuka dan mengajarkan anak berani menuangkan aspirasinya. Dari hal ini, anak akan mampu menciptakan berbagai alternatif, menentukan pilihan, dan menyeleksi informasi serta tanggap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul akibat perubahan sosial dan kebudayaan yang dihadapainya.**
EDI WARSIDI adalah penulis, praktisi pendidikan dan editor buku
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Tantangan Mendidik Anak di Era Perubahan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBHobi yang Diedukasi
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler