x

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Permisi, Eskalator Juga Hak Tuna Netra ~ Cerita Cheta

Permisi! Saya tunanetra, maaf menghalangi jalan Anda, eskalator ini juga hak saya untuk menggunakannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Permisi adalah sebuah kata yang harusnya diucapkan dalam konteks kesopanan. Tapi sepertinya saat ini kata permisi sudah bergeser fungsinya menjadi sebuah sindiran. Kata permisi lebih sering diucapkan oleh seseorang yang ingin berjalan cepat cepat tetapi Ada orang lain di depannya yang menghalangi. Sehingga kata permisi perlu diucapkan dengan intonasi yang tinggi dan menyindir.

Seperti siang itu, sebuah suara besar dan berat berkata "Permisi...!!" Asalnya dari arah belakang posisi saya berdiri. Suara itu disertai dengan hentakan tangan di punggung yang meminta saya buru buru bergeser. Posisi saya saat itu sedang berada di ujung paling atas eskalator, akan menuju ke bawah. Bahkan belum sempat kaki saya menginjakkan anak tangga pertama. Ibu yang menyadari posisi saya saat itu buru buru menggenggam erat dan langsung berkata"Maaf Pak, anak saya tuna netra". Saya katakan pada ibu tidak perlu meminta maaf dan membiarkan mereka berjalan duluan. Lelaki itu diam tetapi istrinya bergumam meminta maaf.

Terlintas didalam pikiran saya, egois sekali orang itu. Bukankah eskalator itu adalah hak semua orang? Dan setiap orang berhak untuk berdiri atau menggunakan eskalator tersebut. Terlepas orang yang menggunakan seorang Tunanetra ataupun seorang yang awas. Bukankah perbedaannya hanya terletak pada giliran antriannya saja? Saat itu saya yang berada di depannya seharusnya mendapatkan giliran lebih dulu menginjakkan kaki di tangga pertama eskalator. Tetapi hanya karena saya tunanetra dan perlu memegang handle eskalator, saya memerlukan waktu yang lebih lama. Tetapi apakah itu hal yang salah?

Alasan terburu-buru tidak bisa dijadikan dasar untuk seseorang menyerobot antrian. Apalagi itu dilakukan di atas eskalator di dalam sebuah pusat perbelanjaan. Logikanya, orang yang berjalan bersama keluarga di dalam pusat perbelanjaan, pastilah tidak berada di dalam keadaan genting. Kalau bukan tidak sabar, hanyalah sebuah kebodohan yang tidak bisa membedakan mana bersikap tegas atau bersikap sombong.

Saya tidak tahu mental seperti apa itu, juga tidak tahu apa istilah untuk menyebutnya. Tetapi bila mental seperti itu banyak bersemayam di hati setiap orang Indonesia, bisa dibayangkan betapa besar potensi terburu-buru dan hasrat  merebut hak orang lain. Selanjutnya menghalalkan segala cara adalah sebuah kelaziman yang dimaklumi, atau malah dilakukan setiap orang. Maka bersemayam jiwa-jiwa kriminil yang tidak pernah disadari.

Sebagai tunanetra saya sudah bersikap adil, dengan tidak membuka tongkat di keramaian. Bila saya menggunakan hak saya, berupa tongkat sebagai alat bantu berjalan, tentu akan banyak orang yang merasa terganggu dan mungkin tercelakai. Tetapi pada faktanya lebih banyak orang melihat yang melanggar hak disabilitas, bukan didahului karena ketidaktahuan, melainkan egoisme yang tinggi.

Dalam benak sempat berpikir, mungkin saja saya pernah melakukan hal yang sama, dan saya lakukan itu dalam keadaan tidak sadar. Lalu saya kembali berpikir mungkin ini saatnya pembalasan. Hasil refleksi diri mengarahkan saya pada satu titik permaafan. Mungkin orang itu sama dengan saya, dia tidak sadar. Maka kesimpulannya, maafkan dia tapi berikan kesadaran pada orang lain dengan cara yang tidak menghakimi.

Jadi saya tidak perlu mengatakan "Permisi! Saya Tunanetra, maaf menghalangi jalan Anda, eskalator ini juga hak saya untuk menggunakan, bukan?"

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB