Bagi saya keyakinan itu adalah wilayah privasi, kepercayaan yang dimiliki oleh setiap orang. Keyakinan itu independen, merdeka dan absolut. Sebagai manusia, wajib menjaga keyakinan berdasarkan kemerdekaan pribadi. Entah mau beragama entah mau berpolitik, entah menjadi seniman, guru atau anggota DPR keyakinan itu tidak bisa diperjualbelikan. Keyakinan melekat dalam setiap pribadi manusia. Jika manusia sudah bosan dengan keyakinan yang sebelumnya digadang-gadang sebagai pilihan terbaiknya, ia bisa berubah haluan dan mencari keyakinan berdasarkan kata hatinya atau suara hati nuraninya. Persoalannya adalah kadang keyakinan menjadi sekat untuk bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Dalam negara dengan pengetahuan toleransi masih terbatas, keyakinan bisa menjadi batu sandungan dalam menjalin hubungan sosial. Masayarakat masih terkotak-kotak dan aliran, suku, ras, ideologi yang melekat yang memberi kesempatan mayoritas menekan minoritas. Keyakinan itu bisa masuk dalam wilayah agama, pilihan politik, pilihan pekerjaan.
Keyakinan juga merunut pada kepercayaan bahwa apa yang sedang dilakukan saat ini dengan nyaman adalah pilihan yang tepat. Keyakinan bisa berhubungan dengan kenyamanan, kedamaian saat menjalaninya. Tapi keyakinan fanatik akan membuat penciptaan konflik yang bisa berujung pada tragedi ( Kriminal, kebengisan, penyakit masyarakat, ujaran-ujaran kebencian yang dipicu oleh fanatisme pribadi, atau fanatisme kelompok )
Dogma-dogma yang digelontorkan di telinga, terngiang-ngiang sampai melewati alam bawah sadar membuat manusia merasa harus menyingkirkan orang lain yang tidak sejalan dan sepikiran. Reaksinya adalah melontarkan isu-isu, membuat fitnah-fitnah tanpa fakta jelas, hanya untuk memenagkan keyakinannya.
Agama dan Konflik Abadi
Sejak agama muncul konflik keyakinan selalu hadir dan berbuah perang, pembunuhan, pertaruhan kalah menang dalam membela agama menjadi doktrin utama agama untuk meyakinkan pengikutnya bahwa ajaran agama merekalah yang terbenar. Maka agama perlu mencetak tokoh-tokoh yang bisa menjadi penghapal ayat, pembicara unggul, pejuang yang siap membela tanpa takut menderita bahkan berani bunuh diri demi keyakinan pada agama yang diyakininya. Agama menjadi ajang kontestasi untuk sebuah keyakinan bahwa Tuhan adalah milik sepenuhnya agama dengan latar belakang sejarah nabi-nabi yang menemukan ajaran baru dari agama –agama lama yang dipertanyakan kebenarannya. Karena setiap agama meyakini bahwa merekalah yang terbenar maka terjadi konflik yang berimpas pada penumpasan keji kepada agama yang berbeda. Perang agamapun tidak terhindarkan dan itu berlangsung sampai hari ini. Dalam setiap agama ada penganut fanatik, yang sudah tercuci otaknya untuk membela dengan taruhan nyawa. Ada orang dengan intelegensi tinggi untuk membuat buku, penghapal luar biasa yang bisa mengingat ayat-ayat sampai sedetail-detailnya sehingga bisa meyakinkan orang untuk memberi satu keyakinan dan kebenaran pada agama yang dianut. Dalam setiap agama ada yang mempercayai keyakinan dengan bertindak nyata meresapi ajaran kebenarannya dengan menghindari konflik dan lebih pada sebuah kepercayaan bahwa agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku. Iman itu milik pribadi dan tidak perlu memaksa orang lain berpindah keyakinan karena persoalan keyakinan adalah tanggung jawab pribadi terhadap Tuhan melalui baju agama yang sedang disandangnya.
Apakah Tuhan mempunyai Agama?
Hal ini tentu akan menimbulkan polemik. Manusia tidak akan bisa menjangkau alam pikiran Tuhan. Siapakah Tuhan, Siapakah Allah, Siapakah Thao, siapakah Sang Hyang Widhi, Sang Maha Zat?Bahkan aliran kepercayaan yang berada di luar agama meyakini kehadiran Tuhan. Tuhan itu sumber utama adanya dunia, adanya alam semesta, adanya matahari dan tata surya, serta galaksi-galaksi di ranah pengetahuan manusia. Manusia hanya bisa meraba dengan keterbatasan pikiran dan bathinnya, tetapi tidak akan bisa menguak misteri keilahian Tuhan. Kelahiran, kehidupan, kematian adalah sisi terdekat dari pengetahuan dan keagungan Tuhan. Bahkan orang atheis sekalipun tetap akan mengakui ada Aktor besar yang bisa menciptakan alam semesta itu demikian dahsyatnya.
Pertanyaannya apakah Tuhan juga mempunyai agama. Bukankah agama itu ciptaan manusia, hasil dari pencarian manusia dalam menjawab misteri spiritualitas manusia yang tidak terbatas. Agama hidup karena penganutnya, berkembang karena ajaran-ajarannya dimulai oleh pencerahan dari nabi-nabi yang menyebarkan wahyu keselamatan yang akan memberi pancaran kedamaian bagi setiap penganutnya. Tapi jika ternyata sampai saat ini pemicu utama perang, konflik perpecahan adalah agama, bagaimana bisa agama bisa dijadikan untuk pembawa terang dunia jika setiap saat selalu dihantui ketakutan oleh karena konflik atas nama agama.
Kadang-kadang orang-orang di luar agama yang hanya meyakini bahwa manusia akan damai jika bisa berdamai dengan alam semesta, melindungi alam dan menganggap alam adalah ibunya yang harus dihormati, dilindungi dan dikasihi bisa menerapkan ajaran kasih Tuhan dengan begitu sempurna. Sedangkan orang beragama, bahkan sangat khusuk menjalaninya menerapkan tindakan salah dalam membela keyakinannya dengan merampas kebebasan beragama dan berkeyakinan manusia lain selain agama yang dipeluknya. Agamapun dijadikan kontes pengetahuan, kontes kebenaran, kontes klaim terbesar pemeluknya. Dimunculkannya debat-debat lintas agama, mempertentangkannya, membanding-mbandingkannya dan menarik-narik umat agama lain untuk tunduk dan akhirnya mengakui bahwa agam merekalah yang unggul dalam kontes tersebut. Lalu bagaimana kedudukan Tuhan diantara agama-agama yang sangat yakin Tuhan milik mereka.Tuhan mungkin hanya tersenyum dan berkata.
“Ada-ada saja manusia, Saya diperebutkan, dipertentangkan dijadikan sumber konflik, dijadikan alasan untuk membunuh dan mengobarkan perang.”
Penulis meyakini Tuhan itu tidak perlu dibela, tidak perlu ditarik-tarik dalam ranah konflik. Tuhan hidup dalam setiap jiwa mansuia, dalam setiap detak jantung dan nafasnya. Ia berada di mana-mana, di segala sudut manapun dalam alam semesta ini. Bahkan pada dunia yang tidak terjangkau dalam wilayah logika dan keimanan manusia. Tuhan adalah Maha Segalanya. Manusia hanyalah debu dari seluruh kebesaran kuasa Tuhan. Memikirkannya dengan segenap jiwa, alam pikiran dan alam bawah sadarpun manusia tetap tidak akan bisa menjangau misteri kuasa Ilahi.
Manusia hanya perlu percaya bahwa Tuhan itu ada, selalu mendengar, selalu mengikuti kemanapun manusia berada. Soal agama, keyakinan itu adalah cara manusia menemukan keilahian dengan tradisi, tata cara, aturan-aturan yang nyaman dalam setiap bathin manusia yang beragama apapun agama maupun aliran kepercayaannya. Jadi marilah hidup damai dengan tanpa konflik hanya karena membela sebuah keyakinan. Tuhan itu milik semua manusia dan makhluk alam semesta. Damai di hati damai di bumi.
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.