Gus Dur vs Anies Baswedan: Non-Muslim Jadi Gubernur

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anies: Muslim harus milih gubernur Muslim. Gus Dur: Muslim harus milih gubernur yang pandai untuk pemerintahan, jujur, dan baik, walau nonMuslim.

Anies Baswedan: Muslim Harus Milih Calon Gubernur Muslim

Bagi Anies Baswedan, seorang Muslim harus memilih gubernur Muslim. Hal itu dapat disimpulkan dari jawabannya ketika ditanya Najwa Shihab dalam program TV “Mata Najwa” bulan Januari 2017 (klik di sini, menit ke 5:47):  

Najwa Shihab (NS): “Pertanyaan saya belum terjawab Mas Anies: sependapat dengan sikap politik FPI, gubernur harus orang Islam?”

Anies Baswedan (AB): “Kalau kita berbicara tentang ayat Quran, jelas, di situ dikatakan itu. Tapi, kalau sudah sampai pada keputusan politik, maka itu serahkan pada rakyat. Karena itulah ada proses demokrasi.”

NS: “Jadi Anda tidak sependapat?”

AB: “Tentang?”

NS: “Tentang sikap politik FPI Gubernur harus orang Islam?”

AB: “Sebagai seorang Muslim, saya mentaati Al-Maidah 51.”

***

Dari jawaban Anies Baswedan di atas, dapat disimpulkan bahwa menurutnya, Al-Quran jelas mengatakan “itu” (yakni, bahwa gubernur harus orang Islam). Ketika dikonfirmasi, Anies menjawab bahwa dia “mentaati Al-Maidah 51.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa menurut Anies Baswedan, Al-Maidah 51 memang berisi larangan mutlak menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin (ini sesuai dengan terjemahan Al-Quran versi Depag RI edisi lama, yang mengartikan awliyaa dalam ayat itu menjadi “pemimpin”. Dan, ini sesuai dengan tafsir sebagian orang bahwa larangan itu bersifat mutlak, bukan larangan bersyarat).

Pendapat Anies ini sebenarnya akan bertabrakan dan menimbulkan konflik dengan ketentuan UUD 1945 pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Sebab, jika umat Muslim hanya boleh memilih gubernur Muslim, ini sama artinya dengan mencegah non-Muslim menjadi pemimpin pemerintahan karena alasan ke-non-muslim-annya. Dan, ini sama saja dengan mengatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dengan perkecualian non-Muslim yang tidak boleh dipilih menjadi pemimpin pemerintahan.” Kondisi ini akan terus-menerus menyebabkan pertentangan antara hukum agama dan hukum negara, kecuali jika kita:

1. mengamandemen UUD 1945 pasal 27 ayat (1) dengan memberlakukan diskriminasi berdasarkan agama; atau,

2. memakai terjemahan Al-Maidah 51 versi Depag RI terbaru, yang mengartikan awliya sebagai “teman setia”, dan bukan “pemimpin”; dan/atau

3. menerima tafsir bahwa larangan berteman setia dengan non-Muslim dalam Al-Maidah 51 bukan larangan mutlak, tetapi hanya berlaku dalam situasi ketika non-Muslim itu memerangi umat Muslim. Dengan kata lain, larangan Al-Maidah 51 hanya berlaku dalam konteks perang agama, bukan dalam suasana damai seperti di Indonesia saat ini.  

(Butir ketiga ini sebenarnya diisyaratkan dalam Al-Quran Surah Al-Mumtahanah [60]:8-9:

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu (tawallau) orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.” 

(Tawallau = kamu menjadikan sebagai wali [teman setia, atau pemimpin]).

 ***

Gus Dur: Muslim Boleh Memilih Calon Gubernur Non-Muslim

Adapun bagi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), non-Muslim boleh-boleh saja dipilih menjadi gubernur oleh umat Muslim. Itulah sebabnya mengapa cucu pendiri NU ini dengan bersemangat sekali bersedia menjadi juru kampanye untuk memenangkan Ahok pada Pilkada Gubernur Bangka Belitung pada 2007 lalu.

Bahwa Ahok beretnis Tionghoa dan beragama Kristen, sama sekali bukan masalah bagi Gus Dur, sang kiai besar yang menjadi panutan sekaligus pemimpin organisasi massa Muslim terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.

Saksikan pidato Gus Dur, Presiden ke-4 Indonesia, yang tegas dan lantang berkampanye untuk Ahok dalam video ini: "Gus Dur: Saya Minta Anda Nanti Nyoblos Ahok, Karena Ahok Jujur dan Memberantas Korupsi." dan ini: "Gus Dur: Hidup Ahok, Hidup Ahok, Hidup Ahok!" 

Begini katanya (cetak miring adalah transkripsi cuplikan pidato Gus Dur. Tanda baca dan kalimat dalam kurung adalah tambahan penulis):

Hidup Ahok! Hidup Ahok! Hidup Ahok!

Alhamdulillah, saya baru dapat cerita, katanya ada yang pidato: "Tidak boleh memilih orang Tionghoa." SALAH! SALAH!

Kenapa? Karena milih gubernur, milih gubernur tidak ada urusan dengan agama. Setuju? Kenapa tidak ada urusan dengan agama? (Karena) dia ngurus pemerintahan. Jadi kalau ada orang yang ngomong "Gak boleh pilih Tionghoa", itu orang bodo...

Ada yang bilang bahwa memilih seorang Tionghoa artinya meninggalkan agama kita. Itu pembicaraan orang tolol. Betul? Betul apa nggak? (Hadirin ramai-ramai menjawab: “betuuuuul”) Ini rakyat semua ngerti. Masa pura-pura nggak tahu. Jadi gak ada urusan agama dan ras dengan soal gubernur! Setuju? Kita pilih gubernur, orang yang pantas jadi gubernur....”

...Ada yang mengatakan, orang Kristen dan orang Yahudi tidak akan rela dengan kamu Muhammad, sampai kamu ikut agama mereka. Saya bilang, ayat ini tidak ada urusannya dengan gubernur. Betul? Kenapa? Karena kalau orang Kristen dan orang Yahudi tidak rela dengan kita, kita juga tidak rela dengan agamanya siapa pun. Betul gak? Apa Anda mau sholat di belakangnya orang Yahudi? Gak mau. Sholat di belakangnya orang Kristen? Sholat di belakangnya orang (beragama tradisional) Cina? Gak mau. Tapi kalau pemerintahan, TIDAK APA-APA! Kita harus tahu dong, dimana makenya ayat. Jangan sembarangan aja.   

Karena itu kita tidak perlu takut-takut. Anda semua harus bersama-sama memilih orang yang pandai untuk pemerintahan. Betul? Basuki Ahok sudah membuktikan diri menjadi bupati yang baik di Belitung Timur. Betul?

Di sana sekarang orang berobat gak bayar. Bayar lima ribu. Lima ribu rupiah untuk semua penyakit. Kenapa? Kenapa itu bisa? Karena JUJUR. Jadi, dia gak ikut makan. Yang lain malah, duit pengobatan itu ditilep. Betul gak? Itulah sebabnya, saudara-saudara.

Karena itu, saya harap Anda semua tenang saja. Biar saja orang marah-marah mengancam, ya biar saja. Ancaman orang gila tidak pernah kita perhatikan. Betul? Anggap aja kalau ngomong begitu tuh orang gila. Selesai udah. .. Hidup Ahok! ....

...Gak usah takut-takut.

Saya datang dari Jakarta, hanya untuk menyatakan bahwa, mari bersama-sama kita menyoblos Basuki Ahok... Itulah yang menjadi keinginan. Jauh-jauh datang (ke Belitung) gak apa-apa. Yang terpenting kita bebas merdeka, di alam merdeka, dan ingin memberantas korupsi.

Ya begitulah para hadirot dan hadirin, maka sekali lagi saya minta Anda nanti nyoblos Ahok. Jadi ini penting sekali diingat. Karena itu kita tidak boleh takut-takut. Kemerdekaan kita, kita pertahankan habis-habisan di hadapan orang gila yang lagi marah. Betul? Kalau kita kehilangan keberanian, itulah yang salah. Mengapa? Karena hidup kita hanya sekali saja, demi kebenaran. Ya?

Baiklah para hadirin dan hadirot. Saya gak usah panjang-panjang. Saya udah nyampaikan tadi, bahwa urusan politik, itu tidak ada hubungannya dengan soal agama. Betul kan? Jadi kalau nyoblos Ahok, tidak berarti kita ikut agamanya dia. Kita lihat dia sebagai calon gubernur yang baik. Setuju? Baik, saya rasa demikian saja. Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

(sekian cuplikan transkripsi pidato Gus Dur saat mengkampanyekan Ahok sebagai gubernur Babel, 2007)

***

Kedatangan Gus Dur untuk mengkampanyekan Ahok di Pilkada Bangka Belitung 2007 adalah untuk meluruskan salah paham sebagian orang yang memakai ayat-ayat Al-Quran tertentu untuk kepentingan politik. Hal ini ditegaskan Gus Dur di akhir pidatonya: “urusan politik, itu tidak ada hubungannya dengan soal agama... Jadi kalau nyoblos Ahok, tidak berarti kita ikut agamanya dia. Kita lihat dia sebagai calon gubernur yang baik.”

Maksud Gus Dur jelas: umat Muslim diharapkan memilih calon gubernur yang baik, yang pandai untuk urusan pemerintahan, dan yang jujur, terlepas bahwa calon gubernur itu non-Muslim dan beretnis Tionghoa.

Dari pernyataan Gus Dur ini, kita juga bisa menyimpulkan hal sebaliknya: umat Muslim diharapkan tidak memilih calon gubernur yang tidak baik, tidak pandai untuk urusan pemerintahan, atau tidak jujur, walaupun agamanya Islam.

Bagi Gus Dur, kemampuan dan kejujuran dalam memimpin jauh lebih penting dari sekadar sama-sama beridentitas Islam. Mungkin Gus Dur berpegang pada hadis Nabi Muhammad Saw., “Jika suatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.

***

Jadi, Anda ikut pendapat siapa? Anies atau Gus Dur? Atau, Anda punya pendapat sendiri?

Selamat memilih gubernur DKI pada 19 April 2017! 

*<:-P Party

- ilham -

PS:

1. Menurut saya, bertengkar itu dosa. Adapun berbeda pendapat boleh. Jadi, silakan berbeda pendapat, tapi jangan bertengkar.

2. Klarifikasi tentang Surah Al-Baqarah [2]:120.

Dalam pidato tersebut, Gus Dur juga mengklarifikasi penggunaan ayat Al-Quran Surah Al-Baqarah [2]:120 ini dalam kampanye: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”

Ayat ini rupanya dipakai kalangan tertentu sebagai alasan untuk jangan memilih gubernur non-Muslim. Namun menurut Gus Dur, ayat tersebut tidak tepat dipakai sebagai alasan untuk melarang gubernur non-Muslim. Bagi Gus Dur, ayat tersebut hanya berlaku dalam hal kepemimpinan agama (dicontohkan dengan shalat: orang Islam tidak boleh shalat di belakang imam yang beragama Yahudi atau Kristen). Adapun dalam urusan kepemimpinan dalam pemerintahan, Gus Dur tegas menyatakan “TIDAK APA-APA”.  

3. Surah Al-Maidah 51: Umat Muslim terbelah dua.

Dalam pidato di atas, Gus Dur memang tidak membahas Al-Quran Surah Al-Maidah 51. Tapi, dari pernyataan-pernyataan Gus Dur yang tegas membolehkan gubernur non-Muslim, kita bisa menduga keras bahwa menurut Gus Dur, Al-Maidah 51 pun bukan alasan untuk melarang non-Muslim menjadi gubernur.

(Tentang hal ini, umat Muslim memang terbagi ke dalam 2 pendapat. Lihat ulasannya dalam tulisan berikut: Al-Maidah 51: MUI vs Buya Syafii Maarif 

Dalam sejarah kekhalifahan Islam, ada banyak non-Muslim yang ditunjuk khalifah menjadi gubernur dan pejabat di wilayah Muslim. Lihat disini: Logika dan Illat Hukum. PPP Kubu Djan Faridz adalah partai Islam, tapi dalam Pilkada DKI 2017 partai Islam ini mendukung Ahok menjadi gubernur DKI. Bahkan Humphrey Djemat, wakil ketua umum partai Ka’bah ini, justru dengan gigih dan lantang menjadi tim pengacara yang membela Ahok dalam dakwaan kasus penistaan agama.

PKS, sebuah partai Islam lainnya, mengeluarkan fatwa “Boleh Memilih Pemimpin Non-Muslim”. Itulah sebabnya PKS mengusung calon gubernur Tionghoa-Kristen di pilkada Sula. Lihat di sini: "Hasil Pilkada Kabupaten Kepulauan Sulu; KPU"  dan di sini: "ICMI: Ada Bupati Tionghoa di Kabupaten 99% Muslim" 

Pimpinan GP Anshor Jakarta, Gus Tutut, misalnya, juga menyatakan dukungan terhadap Ahok, menyusul rekannya, Nusron Wahid. Gus Tutut, putera dari KH Muhammad Cholil Bisri, ini bahkan menginstruksikan pendirian posko-posko satgas untuk mengamankan warga dari risiko mengalami intimidasi saat pilkada DKI 2017. Lihat: "Datangi GP Ansor, Ahok Disambut Pekik Takbir".

Dalam hal ini, pernyataan Ibn Taimiyyah juga kerap dikutip: “Allah akan menolong negara yang adil sekali pun kafir dan akan membinasakan negara yang zalim sekali pun beriman.” Dari kalimat ulama ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang identitas KTP-nya beriman tetapi berperilaku zalim (tidak jujur, korupsi misalnya) tidak akan ditolong Allah. Adapun pemimpin beridentitas kafir tetapi adil, akan ditolong Allah.    

Karena adanya perbedaan pendapat soal kepemimpinan non-Muslim inilah maka pendapat umat Muslim Jakarta pun terbagi: ada yang lebih mementingkan identitas agama sang calon gubernur, ada yang lebih mementingkan integritas, rekam jejak, dan bukti kemampuan menangani masalah-masalah perkotaan Jakarta. Karena itu, sebagian Muslim memilih Anies, dan sebagian Muslim lagi memilih Ahok.

Menariknya, tidak semua orang Arab dan orang Islam memilih Anies (malah ada orang Arab-Islam yang justru menjadi timsesnya Ahok). Dan, tidak semua orang Tionghoa dan orang Kristen memilih Ahok (karena ada yang justru bersemangat jadi timses Anies). Lihat di sini: "Tionghoa-Kristen Dukung Anies, Arab-Islam Dukung Ahok"

Seru kan Indonesia kita?

Hayo, jadi Anda pilih siapa? *:-? bin am Denken

***

(penulis adalah penerjemah dan penyunting lepas di penerbit buku-buku Islam tanah air).

Bagikan Artikel Ini
img-content
ilham ds

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler