x

Iklan

Susianah Affandy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Peran Muslimat NU Dalam Menghadapi Tantangan Pengasuhan

Posisi dan peran majlis taklim yang sangat melekat dengan struktur sosial di masyarakat diharapkan dapat menjadi benteng ketahanan keluarga

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Marilah hai kaum bimbinglah putra-putrimu…” lirik Mars Muslimat NU tersebut terdengar sampai ke pelosok negeri. Pesannya tegas, mengapa kaum Ibu-Ibu dari kalangan NU itu menggabungkan diri dalam organisasi Muslimat NU, untuk menjaga ketahanan nasional yang dirajut melalui ketahanan keluarga. Isu sentral ketahanan keluarga di tubuh NU ini sudah muncul jauh sebelum berdirinya Muslimat NU. Merujuk pada referensi historinya, pada Kongres NU ke-13 tahun 1938 di Menes Banten, Ibu-Ibu Muslimat NU saat itu sudah mulai menghimpun diri dalam permusyawaratan pentingnya peran Ibu-Ibu NU dalam ikut mensyiarkan ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah.

Pada upacara pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Muslimat NU pada 25 Maret 2017 di Sentul Bogor, di usianya yang ke 71 tahun Muslimat NU Khofifah mengingatkan kembali kepada seluruh pengurus dari tingkatan pusat sampai pimpinan cabang untuk misi ketahanan keluarga. Tulisan ini bermasuk menafsirkan pikiran Khofifah sebagai nahkoda Muslimat NU yang kian hari kian rajin turun gunung ke pelosok negeri untuk bersama-sama “Deklarasi Laskar Anti Narkoba Muslimat NU”.

Tantangan Teknologi Digital

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perkembangan teknologi informasi dan digital telah membawa dampak pada pola relasi keluarga. Di masa silam, masing-masing anggota keluarga melakukan komunikasi dan interaksi langsung tatap muka, kini dengan dukungan teknologi dua hal tersebut dilakukan dengan system jarak jauh dengan menggunakan mobil phone. Teknologi digital yang kian hari kian canggih tersebut di satu sisi memudahkan kita tak hanya sebagai alat komunikasi handal di antara anggota keluarga namun juga memudahkan kita dalam kehidupan mulai dari teknologi memasak, transportasi sampai teknologi dalam ilmu pengetahuan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan digital tersebut juga membawa dampak pada pola pengasuhan anak.

Mobile phone yang memiliki fasilitas digital kini sangat mudah diakses oleh anak-anak karena selain harganya yang sangat terjangkau, juga mudah memperolehnya di pasaran. Pertanyaan kita, apa yang dilakukan anak-anak dengan mobile phonenya? Kenyataannya, mobile phone kini tak hanya berfungsi untuk melakukan komunikasi dua arah, smart phone dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya lintas batas.

Survey yang digelar Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) sebagaimana dirilis oleh Kompas (24/10/2016) menyebutkan sebanyak 132,7 juta penduduk Indonesia berbelanja internet. Survey ini menunjukkan trend belanja internet tahun 2016 naik sampai 51,8% dibandingkan dengan survey pada 2014 di mana pengguna internet di Indonesia sebanyak 88 juta penduduk. Pertanyaannya dari belanja internet tersebut, pertanyaanya lebih spesifik apa yang dilakukan anak-anak di dunia maya? Mereka terpapar pornografi. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) tahun 2016, sebanyak 75 ribu penduduk mengkonsumsi pornografi setiap harinya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 ribu usia anak nonton film porno setiap harinya.

Apalagi yang dikonsumsi dari belanja internet? Game kekerasan. Kita sangat mudah menemukan aktivitas anak-anak di tengah kota maupun di sudut-sudut kecamatan atau desa bermain game online. Anak-anak ini menghabiskan waktu senggang maupun tidak sedikit yang bolos sekolah karena kecanduan game. Game kekerasan dan game online lainnya dalam pandangan penulis merupakan musuh besar pengasuhan anak. Penelitian yang dilakukan para ahli di Brock University di Kanada Amerika Serikat (2012) menyebutkan game kekerasan sangat mempengaruhi perilaku anak menjadi cenderung agresif/menyerang. Penelitian yang melibatkan 1492 anak ini dilakukan selama beberapa tahun untuk melihat dampak bermain game kekerasan pada perilaku anak. Game kekerasan dalam jangka panjang membetuk perilaku anak yang cenderung mudah marah dan menjadikan kekerasan sebagai jalan penyelesaian masalah meski sepele. Penelitian yang dilansir dalam jurnal Developmental Psychology ini menunjukkan adanya variable lain mengapa anak menjadikan kekerasan sebagai penyelesaian konflik selain dampak game kekerasan yakni dampak perceraian orang tua dan pengaruh obat-obatan/ganja.

Di dunia maya seperti yang saat ini sedang menjamur yakni media sosial menjadikan tumbuh kembang anak mengalami hambatan manakala mereka mengkonsumsi dan berinteraksi dengan hal-hal yang membahayakan. Salah satu materi membahayakan yang banyak tersebar di media sosial adalah materi yang mendorong gerakan terorisme dan mencipta kebencian dalam kehidupan sehari-hari. Data Kominfo RI tahun 2016 menyebutkan situs yang menyebarkan berita bohong dan mencipta kebencian mencapai 800-ribuan situs. Jika di masa lalu, kelompok garis keras yang banyak dibincang di forum kajian kampus keberadaannya jauh dari kita, namun kini kelompok-kelompok tersebut sangat dekat dan dapat diakses dengan mudah dengan jari-jari anak-anak. Survey Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) sebagaimana dikutip oleh Puspitawati (2016) membuat orang tua dan lembaga pendidikan harusnya prihatin. Dari sebanyak 993 siswa SMP dan SMA yang menjadi repondennya, hampir 50% mendukung aksi kekerasan dan tindakan toleran demi agama dan moral. Data sebanyak 84,8 % responden menganggap perlunya diberlakukan syariat Islam.

Media sosial kini juga banyak menyediakan fasilitas komunikasi dan interaksi yang mengarah pada tindak criminal dan membahayakan bagi anak-anak. Banyak aplikasi berbasis smart phone yang menyediakan forum chat yang sangat rentan menjadi sarang kaum pedofilia. Pada September 2016 silam Kementerian Komunikasi dan Informasi mengirimi surat kepada Google Play dan App Store agar menutup aplikasi Grindr, Blued dan BoyAhoy. Mabes Polri sendiri banyak menerima laporan dan menangani kasus yang sama terkait dengan aplikasi digital yang menjurus pada tindak pidanba prostitusi anak. Data mabes Polri terdapat 18 aplikasi LGBTyang sangat rentan menyasar anak-anak sebagai korban. Atas laporan masyarakat Mabes Polri menemukan 12 akun facebook berisi video seks anak-anak dan foto-foto vulgar anak. Akun Facebook Official Loli Candy’s 18+ yang beranggotakan 7479 anggota memuat setidaknya 600-an foto dan video seks yang melibatkan anak-anak di dalamnya. Kejahatan pedofilia terbongkar setelah anggota polisi menyamar menjadi anak-anak dan bergabung dalam group tertutup tersebut.

Konsumsi anak-anak di dunia maya tersebut yang sangat dikwatirkan Khofifah sebagai pribadi maupun sebagai pimpinan Muslimat NU. Pada awal tahun 2015 Khofifah giat melakukan kunjungan ke daerah-daerah untuk mengajak warga masyarakat untuk mewaspadai anak-anak dalam menggunakan smart phone. Khofifah menyatakan dengan tegas tentang “Darurat Pornografi”. Fenomena kekerasan seksual anak yang sangat mengkwatirkan selain merupakan dampak dari perilaku konsumsi pornografi juga terdapat persoalan dalam struktur sosial yang timpang dalam relasi gender.

Muslimat NU Mengantar Dari Galau Menuju Peduli

Dalam berbagai pesannya di podium, Khofifah menyeru agar anggota Muslimat NU tidak buta dengan teknologi digital. Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi informasi digital yang tak terbendung harus dapat disikapi dengan arif dan bijaksana. Minimnya pengetahuan orang tua dan keluarga dengan produk teknologi digital menurut Khofifah dapat melengahkan ancaman pengasuhan anak. Orientasi orang tua di masa lalu, yang menganggap anak diam sebagai anak yang baik, saat ini harus ditinjau ulang. Justru diamnya anak dari sekelilingnya karena mereka fokus dengan produk digital seperti game kekerasan, pornografi, interaksi online akan berdampak pada struktur otak dan pembentukan perilaku di masa depannya.

Keluarga harus membangun kepedulian terhadap perilaku anak sehari-hari. Orang tua dan anggota keluarga harus mengetahui lingkungan interaksi anak, pun demikian dengan konten-konten apa saja yang dikosumsi anak di dunia maya. Inilah pentingnya orang tua dan keluarga tidak gagap tekonologi. Pada konteks pembangunan keluarga, Muslimat NU hadir di tengah-tengah masyarakat dengan perangkat sistemnya yang telah  mengakar seperti majlis taklim dan layanan PAUD.

Majlis taklim Muslimat NU menyapa anggotanya secara rutin. Mengambil contoh majlis taklim Muslimat NU Kab. Jombang Jawa Timur, di sana terdapat majlis taklim yang kerap disebut-sebut masyarakat dengan istilah “rutinan”. Setiap minggu di satu desa bisa ada sampai tiga kali “rutinan”, yakni yasin-tahlil, dibaan dan sholawatan serta pengajian Ibu-Ibu. Forum majlis taklim inilah terjadi transformasi “kepedulian sosial”.

Pengajian Ibu-Ibu di desa jangan pernah dipikirkan seperti acara seminar formal di ruangan, di mana antar peserta tidak saling kenal. Nah, di pengajian atau majlis taklim pesertanya adalah tetangga dekat. Sambil menunggu ustadzah datang, kaum Ibu-Ibu ini biasanya berinteraksi satu sama lain, saling tukar informasi bahkan saling curhat masalah kehidupan termasuk masalah rumah tangga dan pengasuhan anak. Momen seperti ini sangat dipahami oleh Muslimat NU sebagai satu keberkahan, sebagaimana tersirat dalam hadist Nabi Muhammad bahwa manfaat silaturrahim adalah untuk memperpanjang umur dan rizki. Rizki bagi Muslimat NU tak bermakna sempit berupa uang, namun juga berwujud kepedulian, teman yang banyak, kesehatan dan ilmu pengetahuan.

Majlis Taklim Muslimat NU di bawah kepemimpinan Khofifah melakukan banyak terobosan. Khofifah berhasil mendorong majlis taklim memiliki kurikulum sehingga bahan ajar dan materinya jelas. Di masa lalu setiap orang bebas keluar masuk majlis taklim tanpa bahan ajar yang jelas. Para ustadzah majlis taklim juga orang-orang yang telah terdidik agama baik di pesantren maupun pendidikan tinggi.

Dari uraian di atas, penulis optimis majlis taklim Muslimat NU menjadi alternative kelembagaan sosial yang dapat diharapkan kepedulian sosialnya dalam turut membangun ketahanan keluarga dengan system alaminya yang saling “share and care”. Posisi dan peran majlis taklim yang sangat melekat dengan struktur sosial tersebut kedepan sangat diharapkan dapat menjadi benteng ketahanan keluarga yang nantinya menjadi menopang ketahanan nasional. Wallahu’alam

 

Susianah Affandy

Anggota Pimpinan Pusat Muslimat NU & Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU)

Sumber foto : Istana Pos 

 

 

Ikuti tulisan menarik Susianah Affandy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler