x

Iklan

Sari Novita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Teknologi Terkini Untuk Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia

Hidup pada era digital mau tak mau manusia ‘dipaksa’ berubah, berpikiran terbuka, mengikuti perkembangan teknologi sekaligus menggunakannya secara bijak

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Jangan sendiri dalam berinovasi pada era digital,” ujar Haryono.

Hidup pada era digital mau tak mau manusia ‘dipaksa’ berubah, berpikiran terbuka, mengikuti perkembangan teknologi sekaligus menggunakannya secara bijak. Yang paling mempengaruhi kehidupan manusia pada era ini adalah internet. Ruang maya besar ini kerap membuat kita dilemma, selain bermanfaat besar dalam sharing ilmu pengetahuan, juga dapat memberikan dampak psikologis negative. Tapi apakah kita terus-terusan menyalahkan kemajuan teknologi yang telah  banyak memberikan kemudahan?

Pada tanggal 18 Mei 2017, Grand Sahid Hotel Jakarta, Media Perkebunan menggelar acara bertajuk  “Inovasi dan Teknologi Terkini Dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Kelapa Sawit Secara Berkelanjutan”. Kini segala sektor  harus serba sustainable dengan maksud agar bertahan dalam kehidupan jangka panjang, untuk generasi-generasi berikutnya. Menurut Haryono, Ketua Komisi Teknis Pangan dan Pertanian, Dewan Riset Nasional, jika bicara keberlanjutan kelapa sawit di Indonesia, berarti sektor lain juga harus dibawa, itu baru namanya sustainable.  

Keberlanjutan yang berhubungan dengan inovasi dan teknologi terkini. Ada formula dalam hal ini agar Negara menjadi maju, yaitu karya yang memiliki added value, di dalamnya memuat Open Sains, Inovation, dan Inovation Networking. Open sains berarti kita harus berpikiran luas dan terbuka, proses riset diperbarui secara efisien melalui digital dan bekerja sama dengan para pakar internal maupun eksternal. Misalnya saja peneliti ITB yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan, mereka tidak saja memanfaatkan peneliti internal perusahaan tapi juga peneliti di luar mereka. Pada era sekarang, kita harus melakukan tranformasi digital, hadirnya Web 3.0 memberikan peluang tersebarnya informasi yang semakin memudahkan, dan ini harus dimanfaatkan. Dengan mengunakan teknologi, pengetahuan, hasil riset bahkan harga sawit ini bisa dilihat dari internet.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pembicara kedua, Dr. Dwi Asmono, Director of Research & Development PT. Sampoerna Agro Tbk memperlihatkan produktivitas kelapa sawit [update 10 April 2017], Indonesia berada di peringkat pertama di dunia. Padahal jika bicara kemajuan teknologi, Indonesia masih berada jauh di bawah Malaysia dan Negara lainnya. Bayangkan, bila produktvitas kelapa sawit Indonesia menggunakan teknologi terkini [inovasi], Nusantara bisa menjadi Negara maju yang disegani. Untuk meningkatkan produtivitas diperlukan riset dan tentu anggaran yang besar. Alasan itulah dibutuhkannya kolaborasi dan kesadaran Negara termasuk rakyatnya agar Negara kita tidak tertinggal jauh dan kehilangan banyak.

Riset jelas menghasilkan inovasi. Dalam hal ini, ada beberapa factor yang menjadi indikasi berhasilnya produktvitas: Germplasm [bibit/benih] yang berpotensi, sumber daya manusia, kondisi area, pratek manajemen, dan kondisi lingkungan.

Dr. Dwi Asmono mengatakan bahwa bibit kelapa sawit Indonesia sebenarnya berasal dari Madagaskar, Afrika Barat yang hadir di bumi pertiwi pada tahun 1878 bahkan produksinya lebih baik daripada Negara asalnya. Kemudian, berkembanglah bermacam-macam varietas, di Indonesia sendiri memiliki 127 varietas kelapa sawit yang berasal dari perkawinan silang.

Ada 3 jenis kelapa sawit yang dibedakan menurut ketebalannya, yaitu: Dura [cangkang yang tebal], Tenera [tipis], dan Pisifera [tidak ada cangkang]. Riset terkini mengawinkan tipe Dura dan Pisifera agar menghasilkan Tenera yang memiliki kandungan minyak 100%. Perkawinan yang banyak dipengaruhi gen dan menghasilkan varietas diseleksi yang terbaik dengan cara  meningkatkan efisiensi pembiakan dan mengintegrasikan metode molekuler dan Pengetahuan. Program pembiakan molekuler [molecular breeding] merupakan lingkaran yang terdiri dari: Field sample origin -> R/DNA Bank -> Genomic Reseacrh -> Genomic Application ->Field Application.

Dalam program tersebut, kita melihat adanya aplikasi yang berperan. Seperti kita ketahui atau prediksi, digitalisasi akan menjadi raja yang baik hati, membantu juga memudahkan kehidupan orang-orang dalam banyak hal. Tony Liwang, peneliti, mengungkapkan bahwa pembudidayaan dua tanaman unggulan Indonesia, padi dan kelapa sawit bergerak lamban. Selama 5000 - 6000 tahun, padi menggunakan cara yang sama, sedangkan kelapa sawit lebih 100 tahun, juga masih menggunakan cara yang sama. Peningkatan produktvitas kelapa sawit hanya 34% selama 44 tahun atau 0.77% per tahun. Salah satu penyebabnya, pohon kelapa sawit membutuhkan waktu 3 – 5 tahun untuk berbuah. Waktu yang tidak sebentar sedangkan kebutuhan minyak kelapa sawit meningkat, mengingat manfaatnya yang banyak bagi manusia dan bumi.

Hal kedua yang diangkat Tony Liwang ialah “Teosinte”, sumber pembelajaran genetika yang merupakan salah satu sistem karakteristik genetika molekuler tanaman yang paling baik, termasuk studi yang memanfaatkan sampel DNA yang diperoleh dari spesimen arkeologi. Sebelumnya telah dilakukan terhadap tanaman jagung yang tidak saja menghasilkan satu warna kuning tapi ada juga campuran pada tubuh jagung yang berwarna putih dan kuning, dan putih dengan ungu.

Mengingat luasnya penggunaan teosinte dalam analisis genetika, pemahaman halus tentang struktur filogenetika dan kependudukannya dapat membantu memandu penelitian lebih lanjut pada  semua area. Setelah itu dilakukan maping genome yang hasil penelitian mengurutkan kelapa sawit  sebagai tanaman yang paling tinggi [1.71 GB] daripada tanaman lain [jagung, tomat, kedelai, dll] yang mempunyai perbaikan genetic yang cepat dan bervariatif,  memiliki gen asam lemak yang tinggi representasinya. Dan zat yang mirip dengan minyak bumi ialah zat yang mengandung asam lemak.

Melalui teknologi finger print yang berhasil diciptakan, kita bisa melihat jenis, karakter [misal ketahanan pada penyakit], ketebalan, dan warna kelapa sawit. Tidak hanya itu, kita juga bisa mengetahui secara akurat berapa lama tanaman kelapa sawit akan menghaslkan buahnya. Karya bioteknologi, tidak saja seputar itu, tapi juga mampu melahirkan tanaman-tanaman kelapa sawit yang memiliki karakter yang diinginkan. Artinya kelapa sawit tidak perlu waktu 4- 5 tahun untuk berbuah, cukup di bawah 1 tahun. Melalui pemuliaan tanaman berdasarkan marka molekuler, peningkatan produktivitas kelapa sawit bisa lebih efisien dan efektif. Dan dua hal yang utama adalah…

“Dalam menciptakan bioteknologi bagian terpenting adalah harus heritagable dan stabilize,” Tony Liwang

Ikuti tulisan menarik Sari Novita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler