Setiap orang memiliki cara menuntun tunanetra yang berbeda. Selama ini cara menuntun yang digunakan oleh para penyintas adalah membiarkan tunanetra memegang salah satu siku atau lengan dari penuntun. Cara seperti ini adalah cara yang direferensikan oleh Lektor Kepala di Fakultas Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Didi Tarsidi Dan dijadikan patokan pula oleh Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni).
Cara ini membiarkan tunanetra berjalan sejajar bersama dengan penuntunnya. Dan tidak memberikan jarak antara penuntun dengan tunanetranya. Jarak minimal antara penuntun dan tunanetra dapat mengurangi resiko Tunanetra tertinggal atau tersangkut sesuatu benda yang tidak terlihat atau tidak dapat diperkirakan penuntun selama berjalan. Benda benda itu misalnya seperti kaca spion, tong sampah ataupun keset Yang sering luput dari pandangan penuntun. Benda benda tersebut kadang membuat resiko terluka atau terjatuh bagi Tunanetra menjadi lebih besar.
Karena Tunanetra berjalan sejajar dengan penuntun maka ketika menemui ruang atau jalan yang sempit penuntun harus melipat lengannya ke belakang punggung. Cara ini digunakan sebagai bentuk pemberitahuan atau kode bagi tunanetra agar berjalan ke belakang penuntun. Setelah jalan kembali melebar, tunanetra kembali dituntun di posisi semula.
Ada pula yang menuntun tunanetra dengan cara memegang tangan tunanetra secara berhadap-hadapan. Sehingga penuntun berjalan dengan berlawanan arah atau mundur kebelakang. Cara menuntun seperti ini biasanya diterapkan paramedis di Rumah Sakit yang spesial menangani penyakit mata. Cara menuntun seperti ini sebagai bentuk asumsi untuk melindungi tunanetra agar tidak terjatuh atau menabrak sesuatu di depannya.
Namun, cara seperti itu tidak terlalu aman untuk menuntun tunanetra berjalan.Sebab, penuntun tidak dapat memperkirakan segala bentuk halangan yang ada di belakangnya, terutama ketika berjalan. Berjalan mundur memperbesar risiko penuntun terjatuh atau tersandung benda benda yang diletakkan di bawah. Cara menuntun dengan berjalan berhadapan malah mempersulit Penuntun saat menghadapi jalan yang berbelok. Cara ini dapat membuat penuntun tersangkut di ujung meja atau sudut benda tertentu.
Salah satu cara menuntun yang paling nyaman bagi tunanetra adalah penuntun berjalan satu garis dengan tunanetra yang dituntunnya. Berjalan satu garis yang dimaksud adalah penuntun berjalan di depan dan Tunanetra berjalan mengikuti penuntun dari belakang. Tunanetra berjalan dengan cara memegang salah satu bahu penuntun dengan salah satu tangannya.
Cara menuntun dengan berjalan di depan tunanetra memiliki risiko yang paling kecil. Salah satu kelemahan cara menuntun seperti ini adalah pegangan tunanetra pada bahu penuntun mudah terlepas. Akibatnya tunanetra dapat tertinggal ketika penuntun berjalan terlalu cepat. Sering pula kejadiannya setelah itu, penuntun tidak sadar bila tunanetra yang dituntunnya tertinggal.
Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.