x

Iklan

Fajar Anugrah Tumanggor

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dialog Terbuka dengan Paduka Istana

Pak Jokowi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Halo pak Jokowi, apa kabar hari ini? Semoga tetap dalam lindungan Allah Swt. Oh iya pak, gimana puasanya, lancar kan pak? Masih cleansheet kan? Ekh, maksud saya, ga ada yang bolong kan pak? Syukur deh. Karena hari ini, ada kabar baik yang ingin saya sampaikan pada bapak. Ok pak, siap-siaplah pak. Ini dijamin menjadi perbincangan yang menarik. Eitss, ada yang lupa pak. Bisa tidak paspampres amankan dialog ini pak? Takut ada  yang ngintip dan mata-mata yang intai nantinya pak. Ini hanya rahasia kita berdua. Joss, mari kita mulai...

Pak, bapak mungkin sudah tahu bagaimana keadaan negeri kita saat ini. Perpecahan dimana-mana, ketimpangan dimana-mana, ketidakadilan dimana-mana, hingga ragam-ragam masalah yang saya pikir sekaliber bapak tidak akan ceroboh untuk tidak mengetahuinya. Ya,ya, ya pastilah pak. Bapak kan punya intel dimana-mana. Di masyarakat, di lingkungan birokrasi, hingga di kampus, mata-mata bapak itu bisa berbicara dan menyampaikannya pada bapak. Saya yakin seyakin-yakinnya, bapak mengerti perihal itu.

Kehadiran intel-intel bapak itu wajar. Bapak tidak akan mungkin dapat mengetahui informasi-informasi di seluruh Indonesia ini bahkan sampai ke pelosok-pelosok dalam negeri tanpa bantuan mereka. Lagipula, tempat bapak itu bukan disitu, tapi di istana. Kalau bosan di Istana Negara Jakarta, ya pindah ke Bogor. Atau pun sebaliknya. Jadi, tak berlebihan bila saya bilang bapak tak usah lah kotor-kotori tangan untuk berjabat tangan dengan rakyat jelata dan menyusuri pelosok-pelosok negeri, kan sudah ada ajudan bapak. Saya sarankan berterima kasihlah kepada mereka, pak. Oleh mereka, bapak tetap kuat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kehadiran intel-intel itu semacam menjadi peniup peluit akan permasalahan yang kami-kami (tanpa ragu menyebut masyarakat miskin) suarakan. Mereka menjadi hebat disisi lain, tapi, barangkali mereka juga menjadi pintu awal kami akan diciduk, ditangkap, bahkan dipenjara. Betul pak. Kami mungkin dituduh makar, markus, dan menjadi pemicu timbulnya perlawanan akar rumput. Singkat kata, kami diwajibkan tak bisa terlalu ribut. Kalau terlalu ribut, konsekuensinya kami akan ‘dijewer’, dibekukan untuk beberapa saat, atau bahkan selamanya layaknya Munir. Akh, betapa nikmatnya itu pak.

Suara-suara yang kami sampaikan, baik melalui medsos, media cetak, dan media daring pastinya dipantau. Kami sebenarnya tidak suka dibeginikan pak. Lebih tepatnya, tidak suka bila kami harus diintip-intip.  Masalahnya pak, si pengintip melihat itu karena kesukaan dan ketertarikan. Ini, intel mengintip karena curiga dan skeptis. Mereka seperti mengalami sindrom takut dan ketakutan. Takut bila dibocorkan masalah-masalah bangsa ini. Takut bila sampai mengusik mereka. Takut bila itu sampai mengusik bapak. Takut, takut, dan takut. Akh, apa namanya ini pak? Ya, pasti bapak tahulah apa maksud saya. Si jendral piye kabare, bapak tidak ingin sama dengan beliau kan? Barangkali saya sudah tak tabu lagi mengatakannya pak.

Apa ini masih menjadi rahasia umum atau menjadi rahasia khusus, bapak tentu yang memerintahkan mereka, bukan? Intel-intel itu bergerak pasti karena disuruh bapak. Pastilah, bapak kan pemimpin tertinggi institusi intel itu. Jadi, bila ditemukan kecurigaan disana-sini, maka intel ini-itu siap melaksankan itu-ini. Dan setelah ini, akan terjadilah itu. Itu loh pak, akh, bapak sok polos. Kepriben kue pak.

Oh iya pak, kok jadi ngarol-ngidul, ayo kita diskusikan masalahnya pak. Kehadiran saya disini sebenarnya bermaksud menyampaikan keluh-kesah kami masyarakat papa dan miskin perihal harga listrik yang bapak sudah dan saya yakin akan terus naikkan. Bapak berdalih, tidak ada kenaikan. Keroco bapak sebut penghapusan subsidi untuk hal-hal yang (sama sekali tidak) produktif. Kami belum yakin. Produktif  apa yang bapak maksudkan itu? Dan untuk siapa? Silakan jawab dalam hati pak... Dan jangan baper pliis....

Harga listrik naik drastis. Untuk kategori 900 VA (rata-rata penggunaan masyarakat Indoensia) naik dari Rp. 1.034 per KWH (bulan Maret) menjadi Rp.1.352 per KWH (Mei) hingga Rp.1.467.28 per KWH (Juli). Ini tentunya berimbas pada pengguna listrik dengan daya segitu. Dikabarkan, ada sekitar 23 juta pelanggan daya 900 VA. 18,9 juta diantaranya dikategorikan mampu untuk membayar kenaikan itu. Sedangkan, 4,1 juta sisanya layak disubsidi...

Hufff, saya mau tanya pak, dalih yang 18,9 juta tidak dapat subsidi (atau mampu) dan 4,1 juta disubsidi apa pak? Coba jelaskan pada saya pak. Maklum pak, masih polos adek pak, mohon pencerahannya...........

Bagaimana pak, sudah ketemu jawabannya? Apa pak? Oh.. Belum tahu ya pak. Baiklah, kalau sudah ada jawabannya boleh lah beri datanya pada saya ya pak. Tenang saja, tidak akan saya gembor-gemborkan. Seperti saya katakan diatas. Ini rahasia kita berdua. Hehe, hoho, hahaha...

Tidak tahukah bapak, listrik yang naik drastis itu pastinya menyebabkan inflasi di masyarakat. Ini berimbas pada daya beli dan kemampuan ekonomi masyarakat. Tragis pak bila kami tidak bisa beli kue lebaran. Tidak bisa beli baju baru yang momennya sekali setahun. Beli bahan bakar pun mesti irit, seirit-iritnya. Tidak bisa pulang kampung hanya karena memikiri listrik pak. Tidak bisa ini, itu, dan sebagainya, dan seterusnya. Oh, Tuhan, andaikan petir bisa kami sambungkan langsung ke sakelar kami, betapa nikmatnya kehidupan kami. Bukankah bapak berharap gitu juga? Oh, tidak. Baiklah pak. Saya mengerti.

Itu belum cerita yang mengerikan pak. Lebih mengerikan lagi kawan-kawan, saudara, dan keluarga kita yang ada di Papua. Jangankan berbicara tentang pembangunan bla, ble, blo, blu, dan bli. Mereka masih banyak yang tidak merasakan listrik. Bahkan, benda macam apa pun listrik itu tidak bisa dideskripsikan mereka. Ini bukan saya mengada-ada pak. Teman saya satu kelas yang asli Papua bercerita demikian pak. Tapi begitulah pak, kita yang jauh dari mereka, tak akan mengetahui kehidupan asli mereka. Barangkali, bapak perlu tinggal lama disana. Eitss, tapi ingat, saya tidak menyuruh bapak untuk pencitraan. Pakai sepeda motor jenis trail, dan dikawal oleh intel bapak. Coba betul-betul membumi pak...

Pak, sudah terlalu panjang dialog kita pak. Barangkali pak, setelah ini, saya bisa mendengar kabar baik pak. Bapak yang dulu katanya merakyat dan rajin blusukan harus merealisasikan nawacita yang salah satunya memuat program pembangunan daerah-daerah pinggiran dan tertinggal. Bapak perlu merenungi ini pak. Jangan sampai timbul ketidakpercayaan yang semakin menjadi-jadi di akar rumput.

Pak, harapan saya, bapak menjadi sang fajar dari keadaan negeri yang sudah semakin gelap ini. Seperti pagi yang memancarkan mentari. Demikian juga bapak, harus bisa mencerahkan negeri yang saat ini tengah diguncang permasalahan akut. Pak, jangan lupa, masalah listrik ini pun harus segera diselesaikan (khusunya di Papua). Jangan sampai yang primer seperti ini sulit kami jangkau. Kalau sudah sulit dijangkau, maka disitulah kehancuran negeri ini dimulai. Hiks, hiks, hiks......

Astaga, kok jadi baper ya. Baiklah pak, kita sudahi perbincangan kita sampai disini. Sebelum pulang, ini ada sedikit bingkisan pak. Mohon bapak tidak membuangnya. Ikhlaslah menerimanya pak.... Terima kasih banyak pak atas waktunya. Saya ucapkan selamat menjelang hari raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin..

Upss.. ada yang lupa, cekrek sekali ya pak... Cisssss.....

 

(Setelah perbincangan itu, beberapa hari kemudian si penulis cerita ini raib entah kemana)............. Keberadaannya masih menjadi misteri...

 

Ikuti tulisan menarik Fajar Anugrah Tumanggor lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu