x

Iklan

Zakiyatur Rosidah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bhinneka Tunggal Ika: Ciri Multikulturalisme Bangsa

Multikulturalisme adalah anugerah Tuhan. Sudah seharusnya diinsafi secara sadar. Bukankah pelangi tak akan indah bila hanya satu warna?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia adalah negara multikultural. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang beragam dan luas. Indonesia yang terdiri dari sejumlah etnis, budaya, dan agama membuatnya menjadi negara yang plural dan heterogen. Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin pada bangsa Indonesia ini diikat dengan sebuah semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang mengandung arti berbeda-beda tetapi tetap satu.

Semboyan yang menunjukkan persatuan dan kesatuan bangsa ini merupakan suatu keunikan tersendiri bagi Indonesia yang bersatu dalam kemajemukan dalam segala hal yang sudah sepatutnya diinsafi secara sadar. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa kemajemukan terkadang membawa berbagai konflik yang berujung pada perpecahan. Azyumardi Azra (2004) memaparkan bahwa “multikulturalisme adalah landasan budaya terkait dengan pencapaian civility (keadaban), yang amat esensial bagi terwujudnya demokrasi yang berkeadaban, dan keadaban yang demokratis”. Oleh karena itu, kesadaran dan pengembangan wawasan multikultural mutlak harus ditanamkan dalam suatu kehidupan masyarakat yang majemuk.

Dilema Multikultural bangsa Indonesia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kondisi Indonesia yang multikultural sangat bergantung pada bagaimana masyarakat membawanya. Kondisi ini bisa dibawa pada jalur yang menjadikan multikultural sebagai suatu kekayaan dan kekuatan bangsa, namun bisa juga pada jalur yang akan menjadi pemecah belah dan penyulut konflik di masyarakat. Karena kemajemukan adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa disangkal, maka tidak ada cara lain selain dengan teguh berkomitmen merawat keragaman ini menjadi sebuah kemungkinan dan tidak menoleransi segala bentuk tindakan yang diindikasi dapat menghancurkan tatanan masyarakat yang majemuk tersebut.

Munculnya benih-benih yang menimbulkan perpecahan pada masyarakat multikultural sangat rawan terjadi jika masyarakat menyikapi perbedaan sebagai sekat yang mengakibatkan menguatnya sentimen primordial. Masyarakat yang hidup dalam keadaan multikultur selama ribuan tahun lamanya bukan berarti telah kebal terhadap segala kemungkinan gesekan konflik antaragama, budaya, etnis, sosial, politik, dan ekonomi. Pengalaman hidup dalam perbedaan nyatanya belum cukup untuk menanamkan rasa bangga akan perbedaan, memandang sebagai suatu kekayaan, dan menyadari sebagai suatu keniscayaan.

Hidup dalam perbedaan tidak lepas dari berbagai tantangan yang seringkali muncul dalam bermasyarakat. Diantaranya adalah menyikapi masalah intoleransi, mempertentangkan ideologi orang lain yang tidak sejalan, memperdebatkan segala perbedaan, bahkan melakukan tindakan represif dan kekerasan yang bisa memicu konflik masal bahkan sampai berkelanjutan. Hal ini rentan terjadi pada bangsa Indonesia yang dihadapkan pada perubahan hingga kebebasan di era globalisasi.

Konflik bernuansa SARA (Suku, Ras, Agama, dan Antar golongan) di berbagai daerah di Indonesia kian menggurita. Konflik tersebut kebanyakan dipicu oleh beberapa kelompok tertentu yang intoleran dengan mengatasnamakan background agama, suku, ras, dan budaya.

Kesadaran masyarakat untuk hidup saling berdampingan dan damai sesuai dengan makna Bhinneka Tunggal Ika seakan mulai luntur. Akibat ego individu, atau kelompok tertentu ini dapat memunculkan konflik besar yang membawa bencana. Bahkan pihak yang tidak terlibat pun terkena imbasnya. Sebetulnya, multikulturalisme yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini memiliki optimisme tersendiri untuk menjadi sebuah potensi kekayaan dan kekuatan bangsa, bukan justru menjadi sumbu yang mudah tersulut oleh konfrontasi SARA.

Bhinneka Tunggal Ika Ciri Multikulturalisme

Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu kemajemukan bangsa Indonesia merupakan ciri persatuan bangsa Indonesia sebagai negara yang multikultur. Bhinneka Tunggal Ika mempunyai kekuatan besar untuk mempersatukan keragaman dan perbedaan. Namun, hal ini harus didukung oleh kesadaran semua elemen masyarakat. Kalimat  bijak yang diambil dari kitab Sutasoma karangan Empu Tantular tersebut menunjukkan bahwa kesadaran akan kebhinnekaan telah disadari masyarakat Indonesia sejak dulu. Kesadaran tersebut kemudian dibangkitkan kembali pada masa perjuangan kemerdekaan untuk menggali semangat persatuan dan kesatuan Indonesia yang ketika itu sedang dalam belenggu penjajahan. Sejak saat itu, muncul gagasan ataupun gerakan perlawanan hingga kongres Sumpah Pemuda terselenggara sebagai inisiatif para pemuda kala itu. Maka dari itu, Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu pilar kebangsaan harus diaktualisasikan oleh masyarakat dalam kehidupan nyata dengan lebih baik. Adapun rekonstruksinya adalah semuanya harus siap untuk saling belajar. Bukan hanya menghargai perbedaan dan toleransi saja, namun harus mampu menahan diri agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang disinyalir dapat saling melukai.

Ikuti tulisan menarik Zakiyatur Rosidah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler