x

Lansia saat menunggu di Poli Lansia Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta, 26 Mei 2017. TEMPO/Subekti.

Iklan

FX Wikan Indrarto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dikriminasi Layanan Kesehatan

Diskriminasi dalam rangkaian layanan kesehatan masih tersebar luas di seluruh dunia dan membutuhkan banyak bentuk koreksi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

FX Wikan Indrarto*

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prinsip utama dari Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan adalah untuk memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal (ensure that no one is left behind)  dan mencapai yang terjauh terlebih dahulu (reach the furthest behind first). Diskriminasi dalam layanan kesehatan merupakan hambatan utama bagi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG atau Sustainable Development Goals). Apa yang harus kita lakukan?

Pada Selasa, 14 Februari 2017, sembilan negara tidak termasuk Indonesia meluncurkan jaringan baru untuk mempromosikan kualitas, keadilan dan martabat dalam layanan kesehatan. Program tersebut  terutama ditujukan bagi para ibu dari masyarakat yang terpinggirkan, untuk memerangi tingginya tingkat kematian bayi baru lahir. Sembilan negara tersebut adalah Bangladesh, Cote d’Ivoire (Pantai Gading), Ethiopia, Ghana, India, Malawi, Nigeria, Tanzania dan Uganda. Jaringan baru tersebut pada Selasa, 27 Juni 2017 berniat akan mengakhiri diskriminasi layanan kesehatan bagi ibu dan bayi (Joint United Nations statement on ending discrimination in health care settings).

Diskriminasi dalam rangkaian layanan kesehatan masih tersebar luas di seluruh dunia dan membutuhkan banyak bentuk koreksi. Hal ini karena melanggar hak asasi manusia yang paling mendasar, yang dilindungi dalam perjanjian internasional, undang-undang nasional bahkan konstitusi. Diskriminasi dalam rangkaian layanan kesehatan dialami beberapa populasi terpinggirkan dan terstigmatisasi, yang diprioritaskan melalui Agenda 2030, karena terlalu sering dikecualikan atau ditinggalkan. Banyak individu dan kelompok menghadapi diskriminasi berdasarkan usia, jenis kelamin, ras atau etnis, status kesehatan, kecacatan atau kerentanan terhadap kesehatan, orientasi seksual atau identitas gender, kewarganegaraan, status suaka atau migrasi, bahkan catatan kriminal.

Diskriminasi mempengaruhi keduanya, baik pengguna layanan kesehatan, maupun juga para petugas kesehatan. Hal ini merupakan penghalang untuk mengakses layanan kesehatan, mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang diberikan, bahkan memperkuat pengecualian dan pengucilan oleh masyarakat sekitarnya, baik untuk individu maupun kelompok. Diskriminasi dalam layanan kesehatan banyak sekali dilakukan dan sering dimanifestasikan ketika individu atau kelompok, ditolak mengakses layanan kesehatan yang tersedia bagi orang lain. Contohnya individu atau kelompok tertentu yang menjadi sasaran pelecehan fisik, verbal atau kekerasan, perlakuan tidak disengaja, pelanggaran kerahasiaan informasi medis, penolakan pengambilan keputusan otonom, seperti persyaratan persetujuan perlakuan oleh orang tua, pasangan atau wali, dan kurangnya persetujuan tanpa paksaan (lack of free of informed consent) untuk tindakan medis.

Mengatasi diskriminasi dalam layanan kesehatan akan berkontribusi terhadap pencapaian banyak SDG dan dapat memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal. Hal ini penting untuk menjamin kemajuan menuju SDG 3, yaitu kesehatan dan kesejahteraan yang baik, termasuk mencapai cakupan kesehatan universal dan mengakhiri epidemi AIDS dan tuberkulosis; SDG 4, yaitu pendidikan berkualitas; SDG 5, yaitu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; SDG 8, yaitu pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi inklusif; SDG 10, yaitu mengurangi ketidaksetaraan; dan SDG 16, yaitu perdamaian, keadilan dan institusi yang kuat.

Negara wajib memberikan jaminan anti diskriminasi dalam hukum, kebijakan, dan peraturan dalam berbagai bentuk. Misalnya meninjau dan memperkuat undang-undang untuk melarang diskriminasi dalam penyediaan dan pendistribusian layanan kesehatan, serta pendidikan dan pekerjaan di sektor kesehatan. Hukum dan kebijakan harus menghormati asas otonomi dalam pembuatan keputusan layanan kesehatan. Menjamin dilaksanakannya kebijakan tentang ‘informed consent’ sebelum sebuah tindakan medis, privasi dan kerahasiaan data medis pasien. Melarang tes HIV wajib dan melarang prosedur penyaringan atau skrining yang tidak bermanfaat bagi individu atau masyarakat. Selain itu, juga melarang terapi pada relawan atau involuntary treatment.

Negara juga berkewajiban untuk memberdayakan pasien dan pengguna layanan kesehatan, agar mereka sadar dan mampu menuntut haknya. Kegiatan ini akan memungkinkan para petugas kesehatan untuk bertanggung jawab atas layanan kesehatan yang bebas diskriminasi. Mendukung akuntabilitas dan kepatuhan terhadap asas non-diskriminasi dalam layanan kesehatan dapat dilakukan dengan menjamin akses terhadap mekanisme ganti rugi perdata dan akuntabilitas yang efektif. Program ini mencakup pengembangan perangkat legal untuk solusi individual dan prosedur ganti rugi bagi pasien korban pelanggaran layanan kesehatan. Selain itu, juga sebuah sistem yang konstruktif akuntabel di bidang sengketa hukum pada layanan kesehatan, untuk mencegah pelanggaran agar tidak terulang di masa depan. Tentu saja juga dengan memperkuat mekanisme pelaporan, pemantauan dan evaluasi proses diskriminasi layanan.

Tujuan ini dapat dicapai melalui dukungan dan partisipasi masyarakat dan petugas kesehatan, dalam pengembangan kebijakan layanan kesehatan. Pada tahun 2016, kematian ibu bersalin di Indonesia masih mencapai 4.912 ibu, tetapi tidak bergabung dalam jaringan 9 negara yang berniat akan mengakhiri diskriminasi layanan kesehatan, khususnya bagi ibu dan bayi. Meskipun demikian, dengan layanan kesehatan non diskriminatif, kematian  sekitar 400 ibu hamil dan 22.000 bayi baru lahir setiap bulan di Indonesia, diharapkan dapat ditekan. Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 15 Juli 2017

*) dokter spesialis anak di RS Siloam @ LippoPlaza dan RS Panti Rapih, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM

Ikuti tulisan menarik FX Wikan Indrarto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler