x

Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kiri) bersama Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto melakukan jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, 19 Juni 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Iklan

Istiqomatul Hayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Densus Antikorupsi Tak Perlu, Jenderal Tito

Ikhtiar melahirkan Detasemen Antikorupsi ini justru berbahaya bagi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kepolisian RI berencana membentuk Detasemen Khusus Antikorupsi. Upaya ini bukanlah langkah tepat untuk memerangi korupsi di negeri ini. Ikhtiar melahirkan lembaga baru itu justru berbahaya bagi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Lalu, apa saja alasannya Densus itu akan lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya?

Tumpang Tindih Kewenangan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hadirnya Detasemen Khusus Antikorupsi bukan saja memboroskan keuangan negara tapi juga tumpang-tindih kewenangan dengan lembaga yang sudah ada. Sudah ada KPK yang sudah terbukti efektif menyidik kasus-kasus korupsi dan kehebatannya sudah diakui dunia.  

Selain itu, kepolisian juga telah memiliki lembaga khusus yang juga menangani perkara korupsi, yakni Direktorat Tindak Pidana Korupsi di bawah Badan Reserse Kriminal Polri.

Ide Usang

Empat tahun lalu, gagasan mendirikan Densus Antikorupsi ini sudah muncul tak lama setelah Jenderal Sutarman pernah menjabat sebagai Kapolri. Tapi gagasan ini dicabut setelah DPR menolak pembentukan detasemen baru tersebut.

Legal Formal Tak Jelas

Dari sisi legal formal, keberadaan Densus Antikorupsi ini patut dipertanyakan. Berbeda dengan KPK yang bertugas melaksanakan Undang-Undang Antikorupsi dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi serta Densus Antiteror yang berkewajiban menjalankan Undang-Undang Terorisme, lembaga baru ini tidak memiliki dasar hukum pembentukan yang kuat. 

Upaya pelemahan KPK Makin Kuat

Rencana Kapolri Jenderal Tito Karnavian menghidupkan kembali ide lawas tersebut justru sokongan dari Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Sokongan ini bertolak belakang dengan sikap DPR empat tahun lalu.

Gagasan itu menjadi semakin janggal karena seirama dengan upaya pelemahan KPK yang tengah berlangsung saat ini lewat Panitia Angket DPR. Skenario memangkas kewenangan hingga membubarkan KPK itu ditengarai juga melibatkan sejumlah oknum petinggi kepolisian. Mereka disebut-sebut mengerahkan bekas penyidik kepolisian yang pernah bekerja di KPK untuk mencari kesalahan lembaga itu. 

Perkuat Lembaga yang Sudah Ada

Kapolri sebaiknya menghentikan rencana pembentukan institusi baru tersebut. Ketimbang repot-repot membentuk detasemen baru yang ditargetkan beroperasi tahun depan, Tito seharusnya mengoptimalkan lembaga yang sudah ada, yakni Direktorat Tindak Pidana Korupsi, yang selama ini tak terlihat tajinya. Pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan Tito adalah meningkatkan kemampuan personel dan teknologi yang digunakan di direktorat tersebut.

Bila serius ingin memerangi korupsi, kepolisian seharusnya mendorong penguatan KPK, bukan malah ikut-ikutan melemahkannya. Sudah selayaknya KPK, yang telah teruji kinerjanya, diperkuat dan diselamatkan. 

Disarikan dari Editorial Koran Tempo edisi Senin, 24 Juli 2017

Tim TEMPO| ISTI

 

 

Ikuti tulisan menarik Istiqomatul Hayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB