x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tragedi Kematian Joya, Sakitkah Kita?

Layakkah kematian Joya berjalan begitu mengenaskan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Belum jelas benar, apakah Joya (atau Zoya)—nama panggilan Muhammad Alzahra—memang benar mencuri amplifier sebuah masjid di Bekasi. Jikalaupun benar ia mencuri, mestikah ia dihukum mati oleh massa dengan cara yang memilukan dan mengerikan? Bagaimana ‘massa’ mampu berpikir seperti itu, sehingga sampai kepada keputusan untuk membakar hidup-hidup Joya?

Bayangkan, karena sebuah amplifier, Joya menjumpai kematian dengan cara yang tragis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harga amplifier merentang dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Tapi, sekalipun harganya jutaan rupiah, layakkah kematian Joya berjalan begitu mengenaskan? Bagaimana ‘nurani massa’ dapat tertutup oleh kegelapan sehingga mereka sanggup menyaksikan seorang manusia terbakar hidup-hidup di depan mata dan tak seorangpun berusaha menyelamatkannya? Mungkin ada yang berniat menolong, tapi diam terpaku.

Secara sosial, apakah kita sedang mengalami kesalahan berpikir? Entah berapa ratus kontainer diperlukan untuk mengangkut amplifier apabila hasil bancakan KTP elektronik dipakai seluruhnya untuk membeli peranti ‘pengeras’ suara itu. Tapi mengapa kemarahan kita terhadap aksi bancakan itu tidak sedahsyat terhadap Joya? Apakah karena kita tidak cukup punya nyali untuk melakukan hal serupa oleh karena pelaku bancakan proyek KTP elektronik itu ‘orang-orang besar’?

Secara individual, kemampuan kita untuk berempati mungkin memang semakin surut. Kita tidak lagi sedih melihat orang lain menderita, apa lagi menolong. Merespon peristiwa bunuh diri di sebuah apartemen di Bandung, beredar foto dan segala cerita dengan bumbu-bumbu yang tidak terverifikasi kebenarannya namun dianggap benar. Kita mengirim komentar di media sosial maupun situs media umum dengan nada menertawakan, mengolok-olok, maupun melecehkan. Seolah kita menikmati penderitaan orang lain.

Barangkali ada yang mengatakan, pembakaran Joya terjadi karena spontanitas massa. Apakah dengan demikian, cara seperti itu dapat diterima dari sudut kemanusiaan? Dalam banyak peristiwa, kekerasan telah jadi jalan untuk menyelesaikan persoalan, dan akan cenderung semakin banal. Rasa empati semakin tergerus. Kita semakin senang mengolok-olok orang lain, menertawakan, mencibir, memaki-maki, juga mendoakan yang buruk. Kita semakin menjaga jarak terhadap kesengsaraan orang lain dan merasa telah cukup bersimpati hanya dengan berkata: “Kasihan.”

 Bila Joya benar mencuri amplifier, pernahkah kita bertanya: “Mengapa ia mencuri?” Samakah alasan Joya dengan alasan mereka yang ikut dalam bancakan anggaran e-KTP? Pernahkah para pemimpin masyarakat mencari tahu mengapa rakyatnya mencuri? Pernahkah para pemimpin mencari tahu mengapa rakyatnya sanggup melakukan penghakiman dengan begitu kejam?

Setiap yang berjiwa berhak atas kematian yang layak. Termasuk Joya. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler