Surat Tercela Fadli Zon

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fadli Zon mengklaim suratnya tidak mengatasnamakan para pemimpin Dewan dan bukan merupakan keputusan DPR.

Perbuatan Fadli Zon sungguh tak patut. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra ini mengintervensi pengusutan kasus megakorupsi e-KTP, dengan meminta penangguhan pemeriksaan tersangka Setya Novanto, sejawatnya di DPR. Motif di balik surat itu harus ditelisik Badan KehormatanDPR karena ada indikasi Fadli Zon menggunakan kekuasaannya untuk menghalangi penegakan hukum.

Fadli mengirim surat itu kepada KPK pada Selasa lalu. Ia mengklaim suratnya tidak mengatasnamakan para pemimpin Dewan dan bukan merupakan keputusan DPR. Surat itu hanyalah bagian dari tugasnya sebagai pemimpin Dewan yang membawahkan bidang politik dan keamanan, untuk meneruskan apa yang diklaim sebagai “aspirasi masyarakat”.

Memang tidak ada aturan yang melarang ia berkirim surat ke KPK. Namun Fadli seharusnya menyadari bahwa jabatannya melekat pada dirinya. Ia harus tahu bahwa inilah untuk pertama kalinya KPK menerima surat dari salah satu pemimpin lembaga tinggi negara yang meminta penangguhan pengusutan tersangka korupsi.

Surat itu juga dikirim lewat “kurir” khusus, Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan DPR RI. Buntut dari tindakan itu muncul kesan kuat Fadli memakai kekuasaannya untuk menunjukkan kepada KPK bahwa surat tersebut sangat penting.

Dalam suratnya, ia meminta komisi antikorupsi itu mempertimbangkan kondisi Setya yang sakit. Tanpa diminta pun, KPK telah melakukannya, setelah Setya mengaku terserang vertigo dan sejumlah keluhan sakit yang bisa mengganggu pemberian keterangan dengan baik dan jernih.

Soal permintaan Fadli agar mengedepankan asas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum praperadilan, KPK semestinya tak perlu pusing. Hal ini juga sudah dilakukan. Dalam hal ini, KPK lebih baik berfokus menyiapkan jawaban untuk mematahkan gugatan Setya. Soal gugatan praperadilan ini perlu mendapat perhatian penuh karena ada indikasi kubu Setya ingin masuk ke materi perkara, seperti yang tecermin dalam berkas praperadilan. Padahal praperadilan adalah hak tersangka yang fungsinya menguji sah atau tidaknya prosedur penetapan tersangka, tapi tidak masuk ke materi perkara.

Ihwal klaim Fadli bahwa suratnya hanya meneruskan ratusan surat masyarakat yang diterimanya juga perlu dibuktikan. Ini tugas Badan KehormatanDPR. Jika pun surat itu benar adanya, KPK tak perlu gentar. Surat itu bisa dipesan, seperti halnya demonstrasi. Yakinlah bahwa masyarakat luas sungguh ingin kasus megakorupsi ini segera kelar dan yang bersalah dihukum seberat-beratnya.

Publik pun bisa belajar dari kasus ini untuk berhati-hati memilih wakil di DPR pada masa depan. Kekuasaan anggota parlemen sangat besar, sehingga, ketika masyarakat salah memilih, untuk menurunkannya nyaris mustahil. Namun masyarakat bisa menghukum mereka. Jangan memilih kembali anggota DPR yang melakukan perbuatan tercela.

 

Editorial Koran Tempo, 15 September 2017

Bagikan Artikel Ini
img-content
Indonesiana

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler