x

Iklan

Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tidak Ada Impor LNG dari Singapora, Benarkah?

Kalau benar tidak ada impor gas dari Singapora, kebijakan Jonan itu patut diapresiasi, sekaligus perlu dikawal agar tetap konsisten

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada saat menjadi pembicara kunci dalam seminar di Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada,  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan bahwa Pemerintah tidak memiliki rencana untuk mengimpor Liquid Natural Gas LNG) dari Singapora. Pasalnya, Indonesia hingga kini masih mampu untuk memproduksi gas secara mandiri guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Produksi gas bumi Indonesia pada 2016 tercatat mencapai 6.775 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sebanyak 59 persen atau 3.997 MMSCFD digunakan di dalam negeri. Sedangkan sisanya sebesar 41 persennya atau 2.778 MMSCFD diekspor dalam bentuk LNG 29,36 persen dan pipa 11,55 persen. Dengan masih meruahnya produksi gas Indonesia, tidak saja “anomaly”, tetapi juga “pamaly” bagi Indonesia untuk melakukan impor gas dari Singapora, negara yang tidak memiliki sumber gas sama sekali.

Lebih lanjut Jonan mengatakan bahwa penandatanganan Heads Of Agreement (HOA) antara PLN dengan Offshore and Marine dan Pavilion Gas bukanlah kotrak impr LNG, tetapi sekedar sewa tangker mini LNG, yang akan mendistribusikan gas produksi Indonesia ke pembangkit listrik PLN di beberapa wilayah Indonesia. Jonan mengibaratkan bahwa Indonesia memiliki sawah yang menghasilkan gabah dalam jumlah besar, tetapi tidak memiliki kecukupan alat trasnpotasi, sehingga perlu menyewa kendaraan untuk mendistribusikan gabah yang dihasilkan di sawah Indonesia, bukan gabah dari Singapora, ke berbagai daerah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi PLN, sebagai business entity, sebenarnya syah-syah saja untuk mengimpor LNG, yang dibutuhkan pembangkit listrik, selama harganya lebih murah dibanding harga gas di dalam negeri. Dengan harga impor gas yang lebih murah, PLN dapat menekan biaya produksinya sehingga bisa menurunkan Tarif Dasar Listrik (TDL), yang lebih terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.

Masalahnya, jika impor gas yang dilakukan oleh PLN diikuti oleh semua indutri Indonesia, yang menggunakan gas dalam menghasilkan produk, impor gas rame-rame itu berpotensi mematikan indstri gas di Indonesia. Ujung-ujungnya, Indonesia akan sangat tergantung dari impor dalam memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.  Selain itu, impor gas dalam jumlah besar akan mengundang Mafia Migas untuk berburu rente di balik impor gas, seperti yang terjadi sebelumnya pada impor BBM.

Kalau benar tidak ada impor gas dari Singapora, kebijakan Jonan itu patut diapresiasi, sekaligus perlu dikawal agar terjadi kongsi antara “pernyataan dan perbuatan”. Jangan sampai pada saat harga gas dalam negeri lebih mahal, lalu Menteri ESDM mencari jalan pintas dengan  memutuskan untuk impor gas, tanpa mengatasi mahalnya harga gas di Indonesia. 

Dr. Fahmy Radhi, MBA., Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas

Ikuti tulisan menarik Fahmy Radhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB