x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sejarah Versi Siapa?

Tak ada sejarah yang tunggal, rupa-rupa alasan mengapa peristiwa masa lampau ditulis dan bagaimana menuliskannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Masa lampau tak bisa diubah, apa lagi dihapus, yang bisa dilakukan ialah menulis masa lampau itu. Rupa-rupa alasan melatari penulisan peristiwa masa lampau. Sebagian orang menulis biografi ataupun otobiografi atau memoar untuk menuturkan momen-momen penting dan bersejarah dalam hidupnya kepada orang lain. Cindy Adams menulis biografi “Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat”. Bung Hatta menulis sendiri memoirnya.

Kelompok masyarakat ataupun bangsa juga menuliskan sejarah masing-masing. Salah satu tujuannya ialah agar anak-cucu mereka mengetahui apa yang dialami bangsanya di masa lalu. Seperti kata Marcus Garvey, “Seseorang yang tak memiliki pengetahuan tentang sejarah masa lampaunya, asal-usul dan budayanya, ia bagaikan sebatang pohon tanpa akar.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejarah ditulis bisa pula karena alasan lain: agar keluarga, masyarakat, ataupun bangsa menghindari kesalahan yang terjadi di masa lampau (bukan sekedar untuk mengenang jasa-jasa baik para pendahulu). “Mereka yang tidak mengingat masa lampau dikutuk untuk mengulanginya,” kata George Santayana.

Bagaimana menulis masa lampau itu menjadi perkara yang lebih pelik daripada menemukan alasan untuk menulisnya. Siapapun tak bisa menyangkal bahwa peristiwa bisa sama, tapi bagaimana orang melihat peristiwa itu bisa berbeda. Sudut pandang dan cara seseorang melihat sebuah peristiwa akan memengaruhi bagaimana ia menuliskannya.

Itulah yang membuat orang berselisih pendapat mengenai ‘apa yang disebut sejarah’. Perselisihan ini merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat manapun, pada masa kapanpun, dan sampai kapanpun. Latar belakang sejarawan memengaruhi sudut pandang dan bagaimana ia menulis sebuah peristiwa masa lampau. Betapapun penulis sejarah berusaha untuk bersikap obyetif, di dalam upaya rekonstruksi yang ia lakukan terkandung tafsir yang dipengaruhi oleh data, cara ia meneliti, bahkan juga gagasan yang sudah ada dalam benaknya.

Seorang pemenang pertempuran akan menulis pertempuran yang ia menangkan menurut versinya. “Sejarah ditulis oleh pemenang,” kata Winston Churchill ketika berbicara tentang bagaimana narasi tentang perang dunia akan diwariskan kepada anak cucunya. Ini yang berpotensi mendorong orang untuk menulis-ulang sejarah yang sudah ditulis orang lain. Saat berada di atas panggung, mereka yang pernah kalah akan menulis kembali sejarah menurut versi mereka.

Sukar melepaskan gagasan, teori, dan juga kepentingan dalam upaya melakukan rekonstruksi sebuah peristiwa, apa lagi jika peristiwa itu sudah berpuluh tahun berlalu. Bangsa-bangsa kolonial barangkali menulis praktik penjajahan terhadap bangsa lain di masa lampau sebagai bukti historis keperkasaan moyang mereka. Sebaliknya, bangsa-bangsa terjajah memandang peristiwa penjajahan sebagai bentuk penindasan.

Sungguhpun sangat penting sebuah sejarah masyarakat (“Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” kata Bung Karno), namun teramat sukar menulis sejarah secara jujur. Barangkali karena inilah, Napoleon Bonaparte bersikap demikian sinis terhadap sejarah. Kata Napoleon: “Sejarah adalah serangkaian dusta yang disepakati bersama.”

Ketika orang mengatakan akan menulis-ulang sejarah dengan alasan untuk menyampaikan kebenaran, orang lain akan bertanya: “Kebenaran menurut siapa?” Sejarah pada akhirnya adalah ikhtiar rekonstruksi untuk menemukan makna atas sebuah peristiwa. Namun, dalam ikhtiar rekonstruksi itu ada gagasan yang menjadi titik tolak, sedangkan gagasan juga memengaruhi tafsir terhadap data dan cara pandangnya terhadap peristiwa.

Sampai kapanpun, menyepakati  tentang apa yang sebenarnya terjadi di masa lampau sungguh tidak mudah. Mengakui bahwa masing-masing orang bisa berbeda pendapat dalam memandang sebuah peristiwa mungkin akan membuat kita lebih mampu memandang masa depan tanpa kaki terbelenggu oleh masa lampau. Barangkali karena pertimbangan inilah Thomas Jefferson berkata: “Aku lebih menyukai mimpi tentang masa depan daripada sejarah masa lampau.” **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler