x

Iklan

Gendur Sudarsono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemilu 2019: Elektabilitas Jokowi, Penantang & Isu Kunci

Hadirnya tokoh penantang baru tidak otomatis menggerus elektabilitas Jokowi jika...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hasil sejumlah sigi  mengindikasikan adanya pergeseran politik.  Elektabilitas Presiden Joko Widodo--pada 20 Oktober  mendatang ia genap tiga tahun memerintah--cukup  lumayan kendati masih di bawah 50 persen.  Peta pertarungan mulai berubah karena elektabilitas  Prabowo Subianto,  pesaingnya pada pemilihan presiden 2014, semakin turun.

Sesuai  hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), elektabilitas Jokowi pada September 2017 adalah 38,9 persen. Angka ini  naik tipis dibanding elektabilitasnya  pada Maret lalu sebesar 34,1 persen. Adapun  tingkat keterpilihan Prabowo  hanya  12 persen, turun dibanding elektabilitasnya pada Maret lalu dan 17,2 persen.

Hasil survei Media Survei Nasional (Median) menunjukkan  elektabilitas Jokowi  36,2 persen dan elektabilitas Prabowo 23,2 persen. Adapun hasil  survei kedai kopi,  elektabilitas  Jokowi  44,9 persen. Pilihan pada tokoh selain Jokowi sebesar  48,9 persen  yang terbesar ke banyak tokoh seperti Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo, Tri Rismaharini, dan  Agus Harimurti Yudhoyono.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penantang  baru

Jika Jokowi ingin  maju lagi, kemungkinan besar ia akan mendapatkan calon penantang kuat  yang baru selain Prabowo.  Celah itu terbuka menyusul turunnya elektabilitas Prabowo di banyak survei.  Ia bisa saja tokoh yang   belum muncul atau belum diperhitungkan,  karena masih ada waktu buat menyiapkan diri, setidaknya sepanjang tahun 2018 hingga  awal 2019.

Tokoh di luar Jokowi dan Prabowo, selama ini muncul nama-nama lain dipilih dalam berbagai survei, walau angkanya  masih  amat kecil.   Dalam survei SMRC, misalnya, muncul nama Susilo Bambang Yudhoyono (1,3 persen),  dan sederet nama lain yang mendapat angka di bawah 1 persen seperti  Anies Basdewan, Basuki Tjahaja Purnama,  Jusuf Kalla, Hary Tanoesudibjo, Ridwan Kamil,  Agus Yudhoyono, Gatot Nurmantyo, Sri Mulyani.

Di antara nama-nama itu, yang cukup menarik  adalah munculnya  Gatot  dalam radar survei. Nama Panglima TNI itu juga terdeteksi  dalam survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada September lalu.  Kini  Gatot  yang akan pensiun  pada Maret tahun depan sering disorot lantaran kerapa bikin manuver  agak aneh, mulai dari perintah menonton bersama film G30S/PKI hingga ribut soal pesanan senjata illegal.  Banyak orang melihat serangkaian manuver itu  berkaitan dengan pertarungan pada pemilihan presiden 2019.

Hadirnya tokoh penantang baru tidak otomatis menggerus elektabilitas Jokowi.  Yang terjadi bisa sebaliknya, suara pesaing-pesaing Jokowi akan terpecah jika di antara  tak ada penantang yang betul-betul kuat. Hanya, kedigdayaan Jokowi kelak amat tergantung pula kinerja pemerintahannya. mendatang.,

Isu Kunci

Sesuai hasil survei CSIS September lalu,   tiga besar masalah yang dikeluhkan masyarakat  berkaitan dengan ekonomi, yakni  tingginya harga sembako ( 27,9 persen responden),  minimnya lapangan kerja ( 20 persen),  dan tingginya angka kemiskinan (14,1 persen).  Isu urutan berikutnya pun masih berkaitan dengan ekomomi dan kesejahteraan, yakni  biaya kesehatan (9,4 persen), ketimpangan ekonomi (8,6 persen), dan layanan pendidikan  (5,4 persen).

Hasil  survei  SMRC pun melihat kinerja pemerintah Jokowi masih kurang maksimal dalam soal ekonomi yang menyentuh langsung kehidupan rakyat.  Ini terlihat dari kecilnya pendapat “semakin baik” untuk soal  mengatasi penganggur ( 26 persen responden), mengurangi kemiskinan (29 persen), membuat harga terjangkau (32 persen).Untuk hal lain, pemerintah Jokowi mendapat banyak respon “semakin baik”  dalam hal  membanguna jalan (74 persen), sarana transportasi (59 persen), dan layanan kesehatan (59 persen).

Menurut catatan SMRC, situasi yang dihadapi Jokowi sekarang bahkan lebih buruk dibanding  yang dilakoni Susilo Bambang Yudhoyono pada September 2007, dua tahun menjelang pemilu 2009.  Saat itu elektabilitas  SBY  sempat terpuruk pada angka 27,6 persen. Metode  SMRC saat itu sama dengan dipakai mengukur elektabilitas Jokowi saat ini, yakni   top mind atau diajukan pertanyaan secara spontan.

Bila Jokowi bisa mengatasi berbagai isu yang masih mendapat penilaian negatif, ia berpeluang besar untuk menang lagi pada pemilu 2019.  Sebaliknya, Jokowi akan kesulitan memenangi pemilu 2019 bila tak bisa membuat perekonomian lebih baik antara lain  dengan cara memacu pertumbuhan ekonomi. *

Baca juga:

Presiden Jokowi, Ternyata Inilah Pemicu Heboh Senjata Brimob

Penyebab Pidato Gubernur Anies Soal Pribumi Bikin Geger

Ikuti tulisan menarik Gendur Sudarsono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB