Hasil sejumlah sigi mengindikasikan adanya pergeseran politik. Elektabilitas Presiden Joko Widodo--pada 20 Oktober mendatang ia genap tiga tahun memerintah--cukup lumayan kendati masih di bawah 50 persen. Peta pertarungan mulai berubah karena elektabilitas Prabowo Subianto, pesaingnya pada pemilihan presiden 2014, semakin turun.
Sesuai hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), elektabilitas Jokowi pada September 2017 adalah 38,9 persen. Angka ini naik tipis dibanding elektabilitasnya pada Maret lalu sebesar 34,1 persen. Adapun tingkat keterpilihan Prabowo hanya 12 persen, turun dibanding elektabilitasnya pada Maret lalu dan 17,2 persen.
Hasil survei Media Survei Nasional (Median) menunjukkan elektabilitas Jokowi 36,2 persen dan elektabilitas Prabowo 23,2 persen. Adapun hasil survei kedai kopi, elektabilitas Jokowi 44,9 persen. Pilihan pada tokoh selain Jokowi sebesar 48,9 persen yang terbesar ke banyak tokoh seperti Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo, Tri Rismaharini, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Penantang baru
Jika Jokowi ingin maju lagi, kemungkinan besar ia akan mendapatkan calon penantang kuat yang baru selain Prabowo. Celah itu terbuka menyusul turunnya elektabilitas Prabowo di banyak survei. Ia bisa saja tokoh yang belum muncul atau belum diperhitungkan, karena masih ada waktu buat menyiapkan diri, setidaknya sepanjang tahun 2018 hingga awal 2019.
Tokoh di luar Jokowi dan Prabowo, selama ini muncul nama-nama lain dipilih dalam berbagai survei, walau angkanya masih amat kecil. Dalam survei SMRC, misalnya, muncul nama Susilo Bambang Yudhoyono (1,3 persen), dan sederet nama lain yang mendapat angka di bawah 1 persen seperti Anies Basdewan, Basuki Tjahaja Purnama, Jusuf Kalla, Hary Tanoesudibjo, Ridwan Kamil, Agus Yudhoyono, Gatot Nurmantyo, Sri Mulyani.
Di antara nama-nama itu, yang cukup menarik adalah munculnya Gatot dalam radar survei. Nama Panglima TNI itu juga terdeteksi dalam survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada September lalu. Kini Gatot yang akan pensiun pada Maret tahun depan sering disorot lantaran kerapa bikin manuver agak aneh, mulai dari perintah menonton bersama film G30S/PKI hingga ribut soal pesanan senjata illegal. Banyak orang melihat serangkaian manuver itu berkaitan dengan pertarungan pada pemilihan presiden 2019.
Hadirnya tokoh penantang baru tidak otomatis menggerus elektabilitas Jokowi. Yang terjadi bisa sebaliknya, suara pesaing-pesaing Jokowi akan terpecah jika di antara tak ada penantang yang betul-betul kuat. Hanya, kedigdayaan Jokowi kelak amat tergantung pula kinerja pemerintahannya. mendatang.,
Isu Kunci
Sesuai hasil survei CSIS September lalu, tiga besar masalah yang dikeluhkan masyarakat berkaitan dengan ekonomi, yakni tingginya harga sembako ( 27,9 persen responden), minimnya lapangan kerja ( 20 persen), dan tingginya angka kemiskinan (14,1 persen). Isu urutan berikutnya pun masih berkaitan dengan ekomomi dan kesejahteraan, yakni biaya kesehatan (9,4 persen), ketimpangan ekonomi (8,6 persen), dan layanan pendidikan (5,4 persen).
Hasil survei SMRC pun melihat kinerja pemerintah Jokowi masih kurang maksimal dalam soal ekonomi yang menyentuh langsung kehidupan rakyat. Ini terlihat dari kecilnya pendapat “semakin baik” untuk soal mengatasi penganggur ( 26 persen responden), mengurangi kemiskinan (29 persen), membuat harga terjangkau (32 persen).Untuk hal lain, pemerintah Jokowi mendapat banyak respon “semakin baik” dalam hal membanguna jalan (74 persen), sarana transportasi (59 persen), dan layanan kesehatan (59 persen).
Menurut catatan SMRC, situasi yang dihadapi Jokowi sekarang bahkan lebih buruk dibanding yang dilakoni Susilo Bambang Yudhoyono pada September 2007, dua tahun menjelang pemilu 2009. Saat itu elektabilitas SBY sempat terpuruk pada angka 27,6 persen. Metode SMRC saat itu sama dengan dipakai mengukur elektabilitas Jokowi saat ini, yakni top mind atau diajukan pertanyaan secara spontan.
Bila Jokowi bisa mengatasi berbagai isu yang masih mendapat penilaian negatif, ia berpeluang besar untuk menang lagi pada pemilu 2019. Sebaliknya, Jokowi akan kesulitan memenangi pemilu 2019 bila tak bisa membuat perekonomian lebih baik antara lain dengan cara memacu pertumbuhan ekonomi. *
Baca juga:
Presiden Jokowi, Ternyata Inilah Pemicu Heboh Senjata Brimob
Penyebab Pidato Gubernur Anies Soal Pribumi Bikin Geger
Ikuti tulisan menarik Gendur Sudarsono lainnya di sini.