x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sepak Bola, Seru Namun Berisiko Tinggi

Sepak bola memang permainan olah raga yang seru, namun risikonya sangat tinggi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kematian kiper Persela Lamongan Choirul Huda menunjukkan bahwa sebagai permainan dan olah raga yang mengasyikkan, sepak bola memang mengandung risiko tinggi, bahkan berpotensi fatal. Kematian terjadi di lapangan atau akibat pertandingan di lapangan, bukan karena perkelahian antar pendukung klub. Choirul tercatat bukan pemain pertama yang menemui ajal sebagai akibat permainan yang berlangsung keras.

Sejak tahun 2000, setidaknya sudah ada tiga pemain sepak bola Indonesia yang mengalami nasib serupa Choirul. Stadion Gelora 10 November di Surabaya, pada 3 April 2000, menjadi tempat berpulangnya Eri Irianto, gelandang Persebaya. Dalam pertandingan saat timnya menjamu PSIM Yogyakarta, Eri bertabrakan dengan Samson Noujine Kinga, pemain PSIM asal Gabon. Eri langsung tidak sadarkan diri dan kemudian meninggal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemain BKT Bontang Jumadi Abdi mengalami benturan keras di bagian perutnya ketika ia membela timnya melawan Persela, 7 Maret 2009. Seperti halnya Eri, Jumadi sempat tidak sadarkan diri di lapangan pertandingan. Jumadi, yang mengalami luka serius di bagian perut, sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit, namun usus halusnya robek. Setelah delapan hari dalam kondisi kritis, Jumadi meninggal.

Pemain lain yang nyawanya tidak tertolong menyusul benturan dengan pemain lain adalah Akli Fairuz. Dalam pertandingan melawan PSAP Sigli di Banda Aceh, 10 Mei 2014, penyerang Persiraja Banda Aceh ini terkena tendangan penjaga gawang Agus Rohman. Sempat dioperasi karena luka-luka dalam, Akli akhirnya meninggal.

Di tengah sorak-sorai yang menyemangati para pemain dan kegembiraan yang meledak tatkala sebuah gol tercipta, terdapat risiko yang mengintai para pemain di lapangan. Meskipun pemain sempat mencuri waktu istirahat saat permainan berlangsung, terutama bila pertandingan tidak berjalan sengit atau tidak seimbang, namun pada umumnya pertandingan yang minimum berlangsung 2x45 menit itu sangat menguras tenaga, pikiran, dan emosi.

Di lapangan sepak bola, di samping pertarungan strategi permainan yang diatur oleh pelatih atau manajer, berlangsung pula unjuk kekuatan fisik, ketrampilan, dan kecerdikan para pemain. Risiko yang berpotensi fatal terkait dengan fisik: adu cepat lari jelas memacu detak jantung, adu kelincahan gerak ketika menggiring bola membuat otot berkontraksi dan sendi berubah-ubah posisi dengan cepat, tackling yang menghentikan gerak pemain lawan dengan seketika berpeluang menimbulkan cedera pada otot, tulang, dan jaringan, sundulan yang keras memengaruhi isi kepala, begitu pula benturan tubuh antar pemain yang berpotensi meretakkan atau bahkan mematahkan tulang dan merusak organ-organ dalam.

Menarik untuk mengutip pembicaraan Robert Cantu, guru besar bedah saraf di Boston University School of Medicine dan salah seorang pendiri Sports Legacy Institute, AS, dengan Scientific American. Menurut Cantu, sundulan kepala (heading) pada permainan sepak bola berkontribusi pada persoalan neurodegenerative (penurunan kemampuan saraf). Peneliti ini melihat kaitan erat antara frekeunsi heading yang dilakukan pemain dan gangguan pada kenormalan otak. Seperti diketahui, sel-sel saraf mengirim pesan ke sel-sel saraf lain melalui saluran yang disebut axon. Bila otak terguncang cukup keras saat pemain menanduk bola, axon akan mengalami gangguan.

Cantu mengingatkan, guncangan berlebihan pada otak dapat mengarah pada gejala gangguan kognitif, termasuk di dalamnya masalah ingatan serta perilaku dan suasana hati (mood). Cantu mengatakan, pemain-pemain yang sering menanduk bola cenderung mengalami kegelisahan dan merasa tertekan.

Riset yang dilakukan Cantu ini menyoroti secara khusus dampak heading (sundulan bola dengan kepala) dan tidak terkait dengan risiko lain yang berpotensi timbul, seperti cedera otot, retak tulang, maupun kerusakan jaringan. Kepergian Choirul Huda bahkan menunjukkan bahwa risiko dalam permainan sepak bola mampu mencapai tingkat yang maksimal, seperti halnya dialami oleh pemain yang menjumpai kematian di lapanngan oleh karena serangan jantung mendadak.

Selamat jalan, Choirul Huda! (Foto: tempo.co)

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB

Terkini

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB