x

Iklan

Don Gusti Rao

Rileks sejak dalam pikiran | donirao14@gmail.com
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gus Dur, Konflik Internal dan Suksesi Panglima TNI

Gus Dur yang selalu revolusioner, bahkan dalam sikap politiknya terhadap militer

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak dipungkiri, secara historis, peristiwa politik di Indonesia ikut juga mendinamisasi polemik di internal tentara. Jauh kebelakang saat republik baru berumur Tiga tahun, meletuslah Peristiwa Madiun, yang ditengarai sebagai prakondisi dari konflik internal Angkatan Darat antara Divisi Siliwangi dan Senopati (David Anderson : 2013) saat itu. Peran politik dan ideologisasi Musso dan PKI nya juga merupakan varian lain yang mewarnai peristiwa bersejarah tersebut. Belum lagi, kebijakan reorganisasi-rasionalisasi (re-ra) tentara Hatta yang dinilai oleh kekuatan kiri sebagai sikap yang provokatif, yang mendikotomi tentara dan laskar rakyat.

Tak lama usai peristiwa yang banyak memakan korban itu berakhir, terjadi peristiwa 17 Oktober 1952, konflik internal antara kubu Nasution dan Bambang Supeno yang dipicu oleh keyakinan bahwa intervensi politisi kedalam urusan tentara, hingga kemudian muncul mosi Manai Sophiaan. Dampak dari peristiwa tersebut, timbulah perpecahan dalam tubuh TNI AD yang meluas sampai ke divisi di daerah (Soebijono dkk : 1995. Konflik 65 pun, dari angle lain, dimaknai sebagai bagian dari konflik militer, terlebih tatkala Omar Dhani sebagai elit AU menjadi tersangka.

Sebagai kekuatan besar dan disegani, embrio konflik internal memang sangat kental dalam tubuh TNI khususnya Angkatan Darat, maklum, prestis sebagai matra terbesar yang mempunyai struktur sampai tingkat Kecamatan. Maka tak heran, Panglima TNI, setidaknya sampai era Gus Dur, selalu dijabat oleh matra Angkatan Darat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semangat reformasi ala Gus Dur

Pasca reformasi, dominasi Angkatan Darat sebagai Panglima TNI juga tetap hegemonik. Hal ini, juga diperparah dengan aspek sukuisme yang kontroversial, tak heran, ada joke bahwa syarat menjadi Panglima TNI haruslah mempunyai nama yang berakhiran “O”, dari Wiranto sampai Gatot Nurmantyo. Meski juga kita harus fair menilai bahwa, bisa saja itu pilihan Presiden sebagai panglima tertinggi TNI yang disertai dengan berbagai pertimbangan, politik misalnya.

Gus Dur mencoba mendobrak tradisi dengan menjadikan Widodo AS sebagai panglima TNI, sebagai KSAL ke 15 dengan pengalaman mumpuni, ia mencatatkan sejarah sebagai Laksamana dari matra laut yang menjadi Panglima TNI.

Gus Dur, dengan paradigmanya yang futuristik, pandai melihat situasi internal militer. Bagaimana tidak, semangat reformasi bisa saja tercedarai bila kembali mengangkat matra darat sebagai panglima, baginya, kecemburuan sosial menjadi niscaya dalam tubuh militer, dan tentunya punya dampak berbahaya.

Pasca Gus Dur, ritme merotasi panglima TNI diteruskan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai mantan Jenderal, tentu SBY jeli melihat rotasi, dengan mengoptimalkan jatah semua matra, mulai dari Marsekal Djoko Suyanto (udara), Jenderal Djoko Santoso (darat), Laksamana Agus Suhartono (laut) hingga Jenderal Moeldoko (darat).

Era Jokowi, yang mengklaim konsepsi Nawacita sebagai bagian dari memperkuat jati diri Negara maritim, dituding menjadi bias tatkala menunjuk matra darat sebagai panglima, bukan matra laut.

Jokowi tentu saja dihadapkan pada kelanjutan ritme rotasi Panglima TNI pasca Gatot Nurmantyo, meski secara “jatah” harusnya matra udara, Jokowi tentu punya pertimbangan sosial-politik lain. Bila asumsi subjektif rotasi dan joke tentang Panglima TNI pasca reformasi menjadi perhatian, maka bisa saja KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto yang menjadi gilirannya. Entahlah, apa Jokowi mau mengikuti irama Gus Dur?

Rambutan, 14 Oktober 2017

Pict : Istimewa

Ikuti tulisan menarik Don Gusti Rao lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu