x

Iklan

Jalal

Keberlanjutan; Ekonomi Hijau; CSR; Bisnis Sosial; Pengembangan Masyarakat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jokowi, Sumpah Pemuda Jaman Now, dan Bisnis Sosial

Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2017 didominasi oleh para wirausahawan sosial.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Istana Bogor disesaki oleh para pemuda yang sarat prestasi di acara perigatan Hari Sumpah Pemuda ke-89, 28 Oktober 2017.  Konsepnya sangat berbeda dengan acara-acara peringatan Hari Sumpah Pemuda di masa lalu.  Kali ini, Presiden Indonesia, Joko Widodo, menginginkan sebuah acara yang ‘kekinian’, atau—menurut istilah yang lebih baru lagi—acara ‘jaman now’. Jokowi memang presiden ‘jaman now’.

 

Acaranya bak festival, dengan dentuman musik yang menggelegar, pembacaan puisi oleh Jokowi sendiri, tiga lapangan olah raga—bulu tangkis, basket, dan panahan—di mana Jokowi unjuk kebolehan, dan deretan booth yang dipergunakan oleh beberapa kelompok untuk menggelar apa yang mereka kerjakan dan hasilkan.  Tentu, ada juga para hadirin lain yang memenuhi halaman Istana, namun jumlahnya tak begitu besar.  Atlet, pramuka, dan kelompok-kelompok pemuda ikut memeriahkan acara itu.  Mereka juga khusuk dalam menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan himne Padamu Negeri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Namun, buat saya, ada satu hal yang sangat menggelitik benak.  Booth yang disediakan itu seluruhnya diisi oleh berbagai bisnis sosial!  Hal ini sangatlah menggairahkan, mengingat hingga sekarang tampaknya perhatian pemerintah terhadap bisnis sosial bisa dikatakan nihil.  Atau setidaknya tidak tampak jelas di permukaan.  Bandingkan dengan Singapura yang sudah beberapa tahun 10 pebisnis terbaiknya ditugaskan Perdana Menteri untuk menjadi mentor bisnis sosial rintisan.  Di Tiongkok, pemerintahnya mengalokasikan sebagian keuntungan BUMN-nya untuk modal bisnis sosial, sehingga dengan sangat cepat menumbuhkan sektor baru ini.  Di berbagai negara, fasilitasi oleh pemerintahnya memang membuat mereka tumbuh bak jamur di musim hujan.   

 

Tapi kondisi di Indonesia itu mungkin akan segera berubah.  Hari ini saya menyaksikan bahwa para wirausahawan sosial benar-benar mendominasi.  Ambil contoh dua pemuda yang didaulat memberikan masukan langsung kepada Presiden.  Yang pertama adalah Belva Devara, pendiri Ruang Guru.  Ruang Guru adalah sebuah perusahaan teknologi yang memiliki misi memecahkan masalah-masalah pendidikan di Indonesia.  Sejak pendiriannya di tahun 2014, Ruang Guru sudah menjangkau lebih dari 27.000 dan 3 juta pengguna.  Perusahaannya itu sudah dinyatakan memiliki website pendidikan terbaik di Indonesia, diakui oleh Unicef sebagai innovation to watch, dan memenangkan berbagai pernghargaan internasional lainnya.  Belva sendiri, bersama dengan Iman Usman, co-founder Ruang Guru, dinyatakan sebagai pengusaha sukses di bawah usia 30 oleh majalah Forbes, 30 under 30.

 

Belva menyatakan kepada Jokowi bahwa jalan keluar dari permasalahan akses terhadap pendidikan berkualitas di Indonesia adalah teknologi informasi dan komunikasi.  Belva bercerita bahwa salah seorang profesornya di Universitas Harvard, tempat dia mendapatkan gelar masternya, pernah menghitung waktu yang diperlukan Indonesia untuk menutup kesenjangan dalam ilmu pengetahuan.  Hasilnya, tanpa terobosan, kesenjangan itu baru akan ditutup dalam 128 tahun.  Hanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang bisa diharapkan menjadi terobosan.  Gayung bersambut, Jokowi setuju dengan masukan tersebut.  Dia berjanji akan memertemukan Ruang Guru dengan Menteri Pendidikan.  Kalau selama ini Ruang Guru sudah berhasil bekerja sama dengan 305 kabupaten/kota di 33 dari 34 provinsi, maka janji Jokowi akan membuat Ruang Guru semakin menguat perannya di Indonesia.

 

Siti Soraya Cassandra, atau Sandra, adalah perwakilan pemuda berikutnya yang memberi saran langsung kepada Jokowi.  Dia adalah pendiri Kebun Kumara, sebuah kebun belajar pertanian permakultur di perkotaan, dan dengan bangga memerkenalkan dirinya sebagai petani.  Sandra menyatakan kepada Jokowi bahwa makna persatuan seharusnya juga mencakup persatuan antara manusia dengan alam, seraya mengingatkan bahwa diskoneksi dengan alam adalah sebuah kondisi memrihatinkan yang perlu ditangani dengan serius, di antaranya dengan belajar di alam, sebagaimana yang dia promosikan lewat Kebun Kumara.

 

Sama dengan Belva, Sandra mendapatkan sambutan yang positif dari Presiden.  Jokowi menyatakan bahwa dia percaya bahwa belajar yang baik adalah 40% waktu di kelas, dan 60% di luar kelas.  Kalau kepada Belva Jokowi menyatakan pentingnya pelajar untuk mengunjungi pabrik dan museum untuk mendapatkan pengetahuan, kepada Sandra Jokowi kemudian menambahkan pentingnya mengunjungi tanah pertanian dan hutan, untuk membangun koneksi dengan alam.  Upaya Sandra melalui perusahaan sosialnya untuk memerkenalkan pertanian tanaman obat dan bahan pangan organik kepada ‘orang kota’—terutama para pelajar—sangat diapresiasi oleh Presiden.

 

Saya sendiri hadir dalam kapasitas sebagai pendukung Project Semesta yang didirikan oleh Rinda Liem.  Project Semesta hingga sekarang merupakan platform bagi berkumpulnya sekitar 20 perusahaan sosial yang menawarkan berbagai macam produk yang ramah sosial dan lingkungan.  Salah satu anggotanya adalah Burgreens, sebuah jaringan restoran yang menyediakan hidangan vegetarian organik, dengan sentuhan tampilan seperti makanan ‘modern’, seperti burger.  Ada juga Waste4Change, sebuah perusahaan sosial yang memberikan konsultasi, melakukan kampanye, melakukan pengumpulan sampah, dan melakukan upcycle—sebuah istilah yang diciptakan oleh William McDonough dan Michael Braungart, yang berarti upaya memanfaatkan material dengan cara membuat produk yang memiliki kualitas dan/atau nilai yang lebih tinggi dibandingkan aslinya—atas sampah organik maupun non-organik yang dikumpulkan.

 

Di depan booth Project Semesta saya bertemu dengan Melia Winata, yang merupakan salah seorang pendiri Du’Anyam, perusahaan sosial yang misinya adalah untuk membantu meningkatkan kesahatan ibu dan anak di Nusa Tenggara Timur.  Caranya adalah dengan menyediakan pekerjaan alternatif bagi ibu yang sedang hamil.  Mengapa demikian?  Karena di sana, ibu-ibu yang sedang hamil biasanya terus dibebani pekerjaan berat di ladang-ladang pertanian.  Akibatnya, 1 dari 220 ibu meninggal karena kehamilan, 26 dari 1.000 bayi meninggal, dan angka kekurangan gizi kronik di provinsi itu mencapai 52%.  Berbekal observasi bahwa kebanyakan ibu di sana memiliki keterampilan menganyam lontar, maka Du’Anyam didirikan untuk membantu dalam desain, pengerjaan akhir, dan pemasaran.  Menganyam tentu menurunkan beban kerja dibandingkan dengan mengerjakan pertanian ladang; dan pendapatan yang diperoleh kemudian bisa dimanfaatkan untuk mengakses layanan kesehatan ibu dan bayi.  Saya sendiri terpesona pada desain dan kualitas pekerjaan yang ditunjukkan di booth mereka.      

 

Di sebelahnya saya bertemu dengan Adrian Ilman yang lewat perusahaan sosial Niora-nya membawa kain-kain hasil tenunan dari, lagi-lagi, Nusa Tenggara Timur.  Adrian masih duduk di bangku kuliah Teknik Mesin di ITB.  Cita-citanya menjadi Elon Musk Indonesia.  Dia bercerita kepada saya bahwa dia sedang mengembangkan panel surya yang bisa dicetak dan ditempelkan ke kaca, sehingga kaca-kaca jendela rumah bisa menjadi sumber listrik.  Tapi, dia yang senang mengunjungi daerah-daerah terpencil menemukan passion-nya untuk membantu para penenun kain di Sika.  Mereka menggunakan pewarna alami—dari kunyit, indigo, kulit mangga, dan lainnya—dan menghasilkan kain yang indah.  Sayangnya, kebanyakan kain itu dijual oleh pihak ketiga yang mengambil keuntungan kelewat besar.  Oleh karenanya, ia bertekad membantu dengan memberikan harga yang pantas bagi para penenun itu, dan memutus eksploitasi.  Dia juga berpikir untuk menghasilkan mesin yang bisa memroduksi benang dari kapas dari dalam negeri, sehingga makin tinggi manfaatnya.

 

Saya juga mendapat informasi yang menyenangkan dari booth Osem, yang membawa kain-kain yang mereka warnai dengan pewarna alami dari indigo.  Mereka dengan semangat menjelaskan mengapa pewarna alami mereka pilih—yaitu karena tingkat pencemaran yang sangat mengerikan dari pewarna sintetis yang selama ini dipergunakan untuk mewarnai tekstil—dan cita-cita mereka untuk membuat orang sadar atas dampak pilihan mereka dalam berpakaian.  Saya juga mendapati booth Avani, yang menyediakan innovative eco-friendly alternatives for everyday life, sebagaimana yang bisa dibaca pada kartu nama mereka.  Tulisan I am not plastic terbaca jelas, ditulis keseluruhannya dengan huruf kapital.  Perusahaan ini menggunakan biopolimer untuk menggantikan plastik yang selama ini dibuat dengan material dari limbah bahan bakar fosil yang memiliki dampak lingkungan yang buruk.  Dengan menggantikan material dasar penyusunnya, Avani menurunkan dampak lingkungan dari produksi dan penggunaan plastik dengan menyediakan produk yang tak kalah kualitasnya.

 

Kesadaran sosial dan lingkungan dari para pemuda dengan bisnis sosialnya ini benar-benar luar biasa.  Mereka tampak tidak terpengaruh sama sekali dengan bisnis-bisnis konvensional kapitalistik yang hingga sekarang masih mendominasi negeri ini.  Mereka menciptakan sendiri bisnis yang memiliki purpose yang jelas-jelas bukan sekadar pencarian uang.  Setiap cerita yang saya dengar adalah soal memecahkan masalah tertentu, yang mereka lihat memang dialami oleh masyarakat Indonesia, dan mereka bisa pecahkan dengan mekanisme pasar. 

 

Dari perbincangan dengan mereka, saya percaya bahwa pergeseran besar dalam dunia usaha, disrupsi bisnis, memang sedang terjadi dan terus menguat.  Dan aktor-aktor utama disrupsi itu adalah para wirausahawan sosial muda, yang di antaranya berhasil dikumpulkan Presiden Jokowi di Istana Bogor hari ini.  Demi keberlanjutan Indonesia, saya berharap Sang Presiden tidak berhenti di sekadar memajang mereka di perhelatan seperti peringatan Sumpah Pemuda, melainkan melakukan berbagai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan Pemerintah untuk mendukung tumbuh pesatnya ekosistem bisnis sosial di negeri ini.     

 

 

Sumber foto: https://nasional.tempo.co/read/1028633/jokowi-gelar-acara-sumpah-pemuda-kekinian-di-istana-bogor

Ikuti tulisan menarik Jalal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB