x

Iklan

Heru Utomo Adji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Peningkatan Independensi Partai Melalui Dana Parpol

Kebijakan menaikkan dana parpol dapat menjadi sarana peningkatan kemandirian partai politik

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam beberapa waktu terakhir, isu dana partai politik (parpol) kembali muncul dalam perpolitikan di Indonesia. Hal ini dipicu oleh RAPBD DKI Jakarta tahun 2018 yang mengusulkan anggaran untuk dana partai politik yang meningkat hingga mencapai sepuluh kali lipat dari tahun sebelumnya. Sehingga dengan kenaikan yang terbilang tinggi tersebut, membuat isu ini kembali naik ke permukaan.

Mengingat di pertengahan tahun lalu penulis mendapatkan kesempatan magang di DPR RI, tepatnya di Komisi II yang mengurus persoalan yang berkaitan dengan pemilu, dalam negeri dan lainnya. Maka pada kesempatan ini penulis tidak akan membahas mengenai persoalan anggaran parpol di DKI Jakarta, melainkan penulis akan memperluas wilayah kajiannya. Sebab, pada pertengahan tahun yang lalu juga, tepatnya pada bulan Agustus, pemerintah Indonesia juga mengusulkan untuk menaikkan anggaran dana parpol. Kenaikan tersebut juga sama seperti halnya dengan kenaikan dana parpol dari APBD DKI Jakarta, yakni sekitar sepuluh kali lipat. Kemudian, DPR selaku lembaga yang berwenang dalam menetapkan APBN, menyetujui usulan tersebut dan telah masuk ke dalam APBN 2018. Oleh karena itu, dalam uraian berikutnya penulis akan membahas mengenai dana parpol yang ada di Indonesia dengan mengacu pada APBN.

Namun, sebelum membahas lebih jauh mengenai anggaran dana parpol tersebut. Perlu kiranya kita untuk mengetahui tentang dana parpol tersebut berserta urgensinya. Menurut hemat penulis, dana parpol dapat kita pahami sebagai segala biaya yang perlu dikeluarkan oleh parpol dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai salah satu instrumen dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Sementara itu, menurut Rizal Djalil (2014:99), dana politik atau dana parpol adalah keseluruhan anggaran yang digunakan partai politik dalam penyelenggaraan organisasi, mulai dari pembentukan, pendaftaran, sampai keikutsertaan dalam pemilu dan pemilukada. Sehingga berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam agar dapat menjalankan perannya, partai politik tidak dapat dipisahkan dari dana politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selanjutnya, dengan besarnya peran yang dimiliki oleh dana parpol dalam kehidupan partai politik, mengharuskan adanya kejelasan terkait sumber dari dana parpol tersebut. Berkaitan dengan hal ini, idealnya pendanaan parpol harus bersumber dari negara. Alasan tersebut didasari pada tujuan yang ingin dicapai dengan yakni untuk menjaga independensi parpol. Sebab jika dana parpol bersumber dari sumbangan individu atau kelompok, maka dikhawatirkan akan timbul kepentingan-kepentingan lain dalam tubuh parpol tersebut. Sehingga dengan disediakannya dana parpol oleh negara, diharapkan parpol tersebut dapat berperan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.

Meskipun begitu, penulis tegaskan bahwa pendapat tersebut adalah berangkat dari pemikiran yang ideal. Sedangkan apabila kita mengacu pada realitas yang ada, maka kondisi tersebut sulit untuk direalisasikan. Sebab, besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh parpol dalam menjalankan peranannya tidak didukung dengan anggaran negara yang sifatnya terbatas. Oleh karena itu, dibuka pula kesempatan anggota maupun sumbangan non-anggota untuk menjadi sumber bagi dana parpol.

Terkait jumlah nominal yang harus dikeluarkan oleh negara terkait pendanaan parpol, pada dasarnya tidak ada angka baku terkait hal tersebut karena akan disesuaikan kembali dengan kondisi dan kebijakan oleh suatu negara tertentu. Sebagai contoh, terdapat negara yang mendominasi dalam memberikan bantuan terhadap dana parpol, seperti di Austria, Swedia dan Meksiko. Juga terdapat negara yang memberikan bantuan kepada parpol yang nilainya lebih kecil dari pada sumbangan, yakni Inggris, Italia dan Australia, bahkan juga terdapat yang sama sekali tidak memberikan bantuan seperti Selandia Baru. Sedangkan negara yang memberi bantuan pada tingkat pertengahan seperti negara Perancis, Denmark dan Jepang (Supriyanto & Wulandari, 2012:39).

Sedangkan dalam konteks di Indonesia, peraturan mengenai bantuan dana oleh negara kepada parpol diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Peraturan yang pertama mengenai pendanaan parpol oleh pemerintah terdapat pada UU No. 2 Tahun 1999, yang kemudian dilengkapi dengan PP No. 51 Tahun 2001. Dalam peraturan tersebut, parpol mendapatkan anggaran dari pemerintah sebesar Rp. 1000 untuk tiap suara  yang diperoleh pada pemilu 1999. Peraturan yang kedua adalah dengan dikeluarkannya UU No. 31 Tahun 2002 yang dilengkapi dengan PP No. 29 Tahun 2005. Dalam peraturan ini, pendanaan dari pemerintah hanya dapat diberikan kepada parpol yang memperoleh kursi di DPR dengan nilai bantuan sebesar Rp. 21 juta/kursi. Peraturan yang Ketiga adalah dengan dikeluarkannya UU No.2 Tahun 2008 yang dilengkapi dengan PP No.5 Tahun 2009. Dalam peraturan ini, pemerintah kembali mengubah besaran dana yang dikeluarkan oleh negara untuk parpol.  Besaran tersebut didasari pada suatu formula perhitungan yang dimiliki oleh pemerintah, yang mana dengan menggunakan formula tersebut menghasilkan nominal yang hanya sebenar Rp. 108 /suara untuk setiap parpol yang memiliki kursi di DPR. Kemudian yang terakhir adalah pada Agustus tahun 2017 lalu, yang mana telah ditetapkan peningkatan bantuan negara untuk parpol sebesar Rp.1000/suara dalam APBN 2018.

Kenaikan terhadap dana parpol tersebut lantas menimbulkan pro dan kontra. Hal ini dapat dilihat dari artikel yang dimuat dalam laman web berita TEMPO.CO, yakni seperti yang halnya Agung Laksono, selaku mantan Ketua DPR, menilai bahwa tindakan tersebut patut diapresiasi, namun beliau berharap bahwa lebih baik kalau angkanya berada di antara Rp.5000-10.000, sehingga mampu menutupi 20 persen anggaran parpol Sejalan dengan hal tersebut, KPK yang juga memberikan kajiannya terhadap dana parpol kepada pemerintah, dalam hal ini diwakilkan oleh Pahala Nainggolan selaku Deputi Pencegahan KPK berpendapat bahwa yang ideal untuk dana parpol adalah Rp. 10.000, yakni untuk operasional dan pendidikan politik. Disisi lain, pihak yang menolak akan kebijakan ini seperti Ray Rangkuti selaku pengamat politik yang dimuat dalam sebuah artikel di laman web berita Republika.co, dalam artikel tersebut beliau menilai bahwa keputusan pemerintah sangat mengecewakan. Argumennya tersebut didasari pada kondisi ekonomi yang melempem serta perilaku partai politik yang masih belum berubah dalam menggunakan dan mengelola dana negara.

Kemudian, terkait seluruh uraian tersebut, penulis sendiri berada posisi yang menyetujui adanya kebijakan untuk menaikkan dana parpol yang bersumber dari bantuan negara tersebut. Pendapat tersebut turut didasari atas penelitian yang pernah penulis lakukan bersama beberapa rekan terkait keuangan partai politik pada suatu daerah di Banten. Dalam penelitian tersebut, penulis melihat bahwa persoalan minimnya keuangan partai politik dalam membiayai segala kegiatannya telah menjadi masalah yang nyata. Penyebabnya tidak lain adalah karena rendahnya bantuan dari negara dan tidak berjalannya sistem iuran anggota partai. Dengan terciptanya kondisi tersebut, maka partai terpaksa untuk bersandar pada pendanaan dari para elite partai, baik itu yang menduduki jabatan tinggi di partai maupun di pemerintahan.

Masalah ini juga telah menjadi rahasia umum bagi semua partai-partai besar di Indonesia. Adanya elite partai yang memiliki latar belakang sebagai pengusaha sehingga mendapat posisi tinggi di partai maupun yang memiliki jabatan publik di pemerintahan merupakan cara terbaik partai untuk dapat memenuhi segala kebutuhannya melalui iuran atau sumbangan pribadi dari mereka. Lalu, dampak terburuk dari hal ini adalah kendali partai yang kemudian beralih untuk memenuhi segala kepentingan para elite maupun pendonor tadi. Dengan hilangnya kendali atas partai tersebut, maka juga akan berdampak pada peran dan fungsi partai yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga secara luas juga akan berdampak pada kehidupan berdemokrasi negara tersebut.

Maka dari itu, dengan adanya peningkatan bantuan negara terhadap keuangan partai melalui pendanaan parpol, dapat mengurangi ketergantungan parpol terhadap sumbangan para elit. Di samping itu, juga perlu kebijakan tambahan untuk memperketat pengawasan terhadap partai politik, agar dana tersebut dapat dikelola secara maksimal demi kepentingan masyarakat. Sehingga dengan adanya dua kebijakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kualitas partai politik di Indonesia dalam menjalankan fungsi dan perannya tersebut.

 

Daftar Pustaka

Adji, Heru U., Nathasya P. Putri & Rizki K. Ichwan. 2016 Analisis Pengaruh Strategi Pendanaan Partai yang Bersifat Elitis Terhadap Terbentuknya Model Partai Elite di DPD Tingkat II P. Golkar Kota Cilegon Pada Tahun 2016. FISIP UI: Depok.

Djalil, Rizal.2014. Akuntabilitas Dana Politik di Indonesia:Konsep dan Implementasi, Jakarta: PT Mizan Publika

Supriyanto, Didik & Lia Wulandari. 2012. Bantuan Keuangan Partai Politik : Metode Penetapan Besaran, Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan. Jakarta: Yayasan Perludem.

Mansur, Ali. Kenaikan Dana Parpol Dinilai Tidak Pengaruhi Kinerja dan Moral. Diakses melalui laman web http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/08/29/ovffci382-kenaikan-dana-parpol-dinilai-tak-pengaruhi-kinerja-dan-moral pada 19 Desember 2017

Putri. Budiarti U. Dana Partai Politik Naik, Agung Laksono: Akuntabilitas Harus Naik. Diakses melalui laman web  https://nasional.tempo.co/read/904365/dana-partai-politik-naik-agung-laksono-akuntabilitas-harus-naik  pada 19 Desember 2017 

Ikuti tulisan menarik Heru Utomo Adji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler