x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apa Kabar Demokrasi?

Demonstrasi bukan untuk “mati konyol”, namun mahasiswa berusaha menunjukkan dan memaksa kebusukan itu untuk keluar dari zona nyamannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembubaran aksi damai Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (AMPEK) melalui tindakan represif aparat Kepolisian patut disayangkan. Aksi tersebut merupakan tindak lanjut atas kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rangka peresmian Rumah Sakit di Universitas Andalas pada Sabtu, 04/11/2017.

Aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat, khususnya mahasiswa, seharusnya diperhatikan oleh pembuat kebijakan. Aksi yang terjadi, menandakan kondisi negara kita sedang tidak baik-baik saja. Demonstrasi bukan untuk “mati konyol”, namun mahasiswa berusaha menunjukkan dan memaksa kebusukan itu untuk keluar dari zona nyamannya. Demonstrasi bukan berarti memberi ancaman berupa fisik kepada pembuat kebijakan, sehingga tindakan represif sebagai respon tidak dapat dibenarkan. Apalagi yang datang adalah Wakil Presiden, tentu hal yang tidak mungkin jika mahasiswa melukai simbol negara.

Sejatinya, kampus patut bangga dengan masih adanya mahasiswa-mahasiswanya yang turun ke jalan menyampaikan kegelisahannya atas kondisi negara. Dalam hal ini, artinya kampus masih menjadi tempat bagi para intelektual untuk mengasah kepekaan sosialnya. Namun, jika kampus melarang mahasiswanya untuk demonstrasi, itu berarti kampus tersebut turut serta dalam mematikan ruh gerakan pemuda atau mahasiswa yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, dan itu tidak baik. Bukan cuma itu, jika kampus juga ingin terlihat baik di depan elit nasional, sehingga melarang demonstrasi mahasiswa, maka kampus tersebut berpartisipasi dalam menepikan marwah intelektual kampus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengutip puisi WS. Rendra, “Maksud baik saudara untuk siapa? Saudara berdiri di pihak yang mana?”, maka akan jelas bahwa aksi mahasiswa ini membela kepentingan umum, khususnya sektor pendidikan. Posisi ini tampak jelas dalam tuntutan-tuntutan mahasiswa dalam aksinya, dan tercantum dalam rilisnya. Pertama, menolak Universitas Andalas menjadi PTN-BH. Kedua, transparansi penggunaan anggaran kampus. Ketiga, memaksimalkan penyeleksian dan penyaluran beasiswa bidikmisi dan PPA. Keempat, jangan bungkam suara mahasiswa, kebebasan berekspresi, dan berpendapat. Jadi, bagaimana mungkin demonstrasi untuk menyampaikan empat tuntutan yang mulian ini dicemaskan sebagai ancaman?

Quo Vadis Demokrasi?

Tindakan represif dari alat negara, dalam hal ini kepolisian, menampilkan wajah lain dari negara dalam hal demokrasi. Respon represif dari aparat, seakan-akan menempatkan demonstrasi sebagai sesuatu yang mengancam. Padahal, aksi demonstrasi kemarin merupakan aksi yang bersifat damai, menampilkan spanduk dan berorasi. Cukup pengamanan ataupun pengawasan dari aparat sebagai respon,  itu sudah cukup, bukan malah tindakan represif. Dalam hal ini, muncul dua pertanyaan, apakah elit kita tidak siap atau tidak ingin dikritik? Kemudian, apakah ada perbedaan pemaknaan mengenai demokrasi, antara mahasiswa dengan elit dan alat negara?  

Dengan melihat pola aksi yang bersifat damai dan tuntutan yang demikian, kemudian respon represif aparat, patutkah kita mengernyitkan dahi sambil tetap berfikir bahwa demokrasi dan kebebasan berpendapat sedang tidak baik-baik saja? karena ini adalah hal yang paradoks. Bahkan, dalam rilis yang dikeluarkan aliansi mahasiswa, tercatat delapan orang mengalami luka-luka dan belasan lainnya ditangkap.

Apakah demokrasi itu telah bersifat klaim semata? Sebegitu menyedihkannya kah kondisi kita? Tentu tidak. Sebagai negara yang sudah 3 dekade lebih dalam kurungan rezim otoritarianisme, demokrasi menjadi harga yang patut untuk diperjuangkan, salah satunya perihal kebebasan berpendapat. UUD 1945 pun juga telah memberi dan menjamin berlangsungnya hal tersebut. Akan menjadi riskan ketika pemimpin tidak ingin mendengar suara rakyatnya yang sudah turun ke jalan, terutama jika yang turun ke jalan itu adalah mahasiswa, yang notabene menyuarakan tentang kepentingan umum. Kemudian, jika tindakan represif dari aparat yang didapat sebagai respon atas aksi turun ke jalan, akan menjadi paradoks dalam kebebasan berpendapat.

Selain itu, apakah demokrasi justru melahirkan pemimpin-pemimpin yang antikritik dan cenderung main aman dengan kekuasaannya? Sekali lagi, tentu tidak. Pascareformasi kita bersama-sama menumbangkan rezim pemerintahan yang mengekang kebebasan kita, dan merasakan benar bagaimana kondisi ketika pemerintah bersifat antikritik. Sehingga, apabila di era demokrasi kini masih ada pemimpin yang demikian, menjadi pertanyaan besar, mengapa pemimpin yang bermental demikian masih ada di era demokrasi ini? dan menjadi indikasi kuat bahwa mental otoritarianisme atau mental tidak siap dikritik melekat padanya.

Reaksi pemerintah melalui alat negara bisa dilihat sebagai jawaban atas cara pandangnya terhadap demokrasi. Hal ini juga dapat dipecah dua, pertama apakah pemerintah dengan jiwa besar mau mendengar keluh kesah rakyatnya yang memutuskan melakukan demonstrasi sebagai langkah terakhir dalam mengajukan pendapat? Kedua, apakah alat negara bisa tidak melakukan tindakan represif ketika rakyat atau mahasiswa melakukan aksi damai? Hal-hal seperti ini menjadi sangat penting untuk disorot, karena dapat menjadi tolak ukur mengenai demokrasi.

Konsensus nasional kita, bahwa pascareformasi kita sama-sama bergerak ke arah demokrasi, janganlah dirusak hanya karena posisi. Kita harus adil sejak dalam fikiran, bahwa pemerintah di Orde Baru melarang aksi demonstrasi karena merusak tatanan sosial-politik yang di bangun rezim, maka pascareformasi aksi demonstrasi itu harus di pandang sebagai masukan untuk pemerintah, atau bahkan laporan dari mahasiswa bahwa kondisi negara kita sedang tidak baik-baik saja.

Ikhsan Yosarie 

Sumber Foto : Gelora Nurani - Arif Novianto - WordPress.com

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler