x

Pilkada Sumatera Utara. TEMPO/Sahat Simatupan

Iklan

Sahat Hotmangaraja Simatupang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menang Pilkada Tanpa Isu SARA

Saya melihat tiga paslon Pilkada Sumut tidak akan efektif menggunakan mitos politik SARA.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

Suhu politik Sumatera Utara (Sumut)  mulai menghangat 4 Januari 2018. Pemicunya adalah pengumuman PDI Perjuangan yang mendukung Djarot Saiful Hidayat,mantan Bupati Blitar dan mantan Gubernur DKI Jakarta sebagai calon gubernur Sumut 2018 - 2023. Sejak di umumkan bakal calon gubernur,banyak dugaan dia akan dipasangkan dengan birokrat Sumut atau Wakil Gubernur Sumut Brigadir Jenderal (Purn) Nurhajizah Marpaung yang juga politikus lokal Partai Hanura Sumut. Satu lagi kejutan Pilkada Sumut adalah  pengumuman resmi Partai Keadilan Sejahtera,Gerindra dan PAN mendukung Letnan Jenderal (Purn) Edy Rahmayadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Di penghujung manuver Partai Golkar dan NasDem mendukung Edy Rahmayadi sehingga dukungan untuknya jumbo: 50 kursi dari 100 kursi DPRD Sumut.

Koalisi gemuk ini tentu 'raksasa pilkada'. Rakyat tentu berharap ide dan gagasan Edy memajukan Sumut dalam tiap topik kampanyenya. Sedangkan Djarot yang berpengalaman mengelola APBD Pemprov DKI tentu akan mengandalkan itu dalam tiap kampanyenya. Isu dua Gubernur Sumut berturut-turut terjerembab kasus korupsi yaitu Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho menjadikan peluang bagi Djarot yang 'lolos' jeratan KPK mulai jadi Bupati Blitar hingga Gubernur DKI Jakarta.

 

Sekarang mari kita lihat anatomi dukungan partai pengusung tiga pasangan calon (paslon) di Pilkada Sumut 2018 - 2023. Pasangan calon Edy Rahmayadi Haji Musa Rajekshah awalnya didukung 28 persen atau 28 kursi DPRD Sumut yg didapat dari partai 'tidak pendukung' pemerintah Joko Widodo - Jusuf Kalla yakni Gerindra, PAN, PKS. Kemudian diujung manuver Golkar dan NasDem masuk membawa 22 persen saham di koalisi paslon ini. Golkar dan NasDem pro pemerintah dan pendukung Jokowi dua periode. Kemudian ada paslon Djarot Saiful Hidayat -  Sihar Sitorus 30 persen suara dari PDI Perjuangan, Hanura dan PPP. Ketiga partai ini pendukung total pemerintah dan Jokowi dua periode. Dan paslon terkecil dukungannya 20 persen suara adalah Jopinus Ramli Saragih atau yang akrab disapa JR Saragih. Purnawirawan perwira menengah TNI dan Bupati Simalungun dua periode itu berpasangan dengan politikus lokal PKB Ance Selian. Demokrat, PKB dan PKPI berhak mengusung calonnya dengan syarat minimal 20 persen kursi DPRD. Pencalonan JR Saragih tertolong PKB dan PKPI yg punya 6 persen saham di koalisi itu. Sekarang mari kita teliti arah koalisi Gerindra, PKS dan PAN di Pilpres 2019 jika kita sepakat bahwa Pilkada Sumut sebagai salah satu Pilkada terpanas karena kehadiran Letjen Edy Rahmayadi yang rela pensiun dini demi ikut Pilkada. Sikap partai pengusung Edy Rahmayadi di Pilpres 2014 lalu jelas mendukung Prabowo Subianto.Rasanya dari berbagai lembaga sigi,Prabowo masih berpeluang besar calon presiden 2019. Dititik ini tentu Prabowo berharap Edy menang di Sumut,dan itu lumrah. Lalu koalisi JR Saragih - Ance Selian ? Demokrat yang posisnya tidak anti pemerintah dan tidak pendukung total pemerintah tentu berpeluang mendukung capres koalisi Gerindra,PKS dan PAN. Sebab sejatinya SBY juga mendukung Prabowo - Hatta saat Pilpres 2014. Lalu koalisi Djarot - Sihar Sitorus dengan 30 persen suara di DPRD Sumut pasti pendukung Jokowi.

Jika parpol pendukung Jokowi yakni Golkar,NasDem,PKB dan PKPI yang sepertinya 'sengaja' dimasukkan ke paslon yang bukan 'muhrim' nya, ditambah parpol pengusung Djarot - Sihar Sitorus dihitung kekuatannya, maka ketemu angka 58 persen kursi DPRD Sumut. Persentase itu cukup kuat.Dan angka itu bisa jadi alat ukur awal peluang Djarot - Sihar memenangkan Pilkada. Tapi kalau Djarot - Sihar tidak merawat komunikasi dengan elit lokal parpol pendukung Jokowi itu,maka mereka bisa kalah telak.

 

Adapun parpol koalisi Edy Rahmayadi - Haji Musa Rajekshah yakni Gerindra, PKS dan PAN akan lebih memungikinkan bergabung dengan Partai Demokrat jika bicara kepentingan capres 2019.Pada titik ini politik Pilkada menjadi sangat dinamis. Andai kata ketiga paslon Pilkada Sumut memainkan isu pencapresan 2019 selain isu-isu lokal Sumut,maka Pilkada Sumut menjadi tontonan menarik. Sebab ketiga paslon akan diuji kepiawaiannya membuka ruang komunikasi dengan elit-elit lokal parpol. Bobot pembicaraannya tentu tak sekedar Pilkada Sumut,namun Pemilu 2019 serentak dengan Pilrpes.Maka hasil Pilkada Sumut 2018 bisa sebagai gambar serupa dengan presiden pilihan warga Sumut di 2019 mendatang.Saya menyebut Pilkada Sumut duel 2 lawan 1 di Pilpres 2019 nanti. Paslon Edy Rahmayadi - Haji Musarajekshah akan kompak dengan JR Saragih dan Demokrat mendukung capres mereka meskipun di Pilkada Sumut seolah berkompetisi. Adapun Djarot - Sihar Sitorus akan dikepung parpol pendukung Edy Rahmayadi - Haji Musa Rajekshah bersama JR Saragih.

 

Mitos Hantu SARA di Pilkada Setelah Al Maidah 51 ?

 

Banyak pihak memilih tidak percaya dan sebagian cukup percaya bahwa Pilkada 2018 termasuk di Sumut akan dipenuhi isu agama dan kesukuan (SARA) utamanya dampak kasus Ahok saat Pilkada DKI Jakarta yang dipersalahkan menista agama yang dikenal dengan kasus Surat Al Maidah 51 yang berbuntut demonstrasi 212. Apakah di Sumut itu akan terjadi ? Mitos hantu SARA muncul sebagai produk politik tradisional. mitos memiliki fungsi khusus, yaitu menjelaskan sesuatu yang belum mampu disentuh oleh logos (nalar, akal). Seiring perjalanan waktu, mitos mengalami komodifikasi, yakni dirancang sebagai komoditas guna memenuhi berbagai jenis tujuan termasuk politik.

 

Komodifikasi mitos paling mutakhir adalah hadirnya mitos politik SARA menjadi faktor penentu kemenangan Pilkada. Apalagi paslon Pilkada akan menghitung jumlah pemilih berdasarkan agama dan suku sehingga akal sehat para kandidat tak lagi mengejar ide atau gagasan yang ditawarkan.

Banyak bentuk mitos politik Pilkada selama ini muncul dan penting dipahami secara empirik dan ilmiah agar kita tak terjebak pada hadirnya mitos politik SARA sehingga paslon yang memiliki gagasan membangun daerahnya harus dikalahkan dengan isu SARA. Saya melihat tiga paslon Pilkada Sumut tidak akan efektif menggunakan mitos politik SARA karena dukungan kepada Djarot Saiful Hidayat - Sihar Sitorus ; Edy Rahmayadi - Haji Musarajekshah dan JR Saragih - Ance Selian, lintas parpol pengusung Ahok - Djarot saat Pilkada DKI Jakarta.

Bahwa sisa- sisa Pilkada DKI Jakarta yang riuh rendah karena Ahok - Djarot yang didukung semua partai minus Gerindra,PKS,PAN dan Demokrat , tentu saja jauh berbeda kondisinya dengan di Sumut. Apalagi kekerabatan di Sumut sangat kuat dan hampir semua elit lokal pengendali partai politik masih saling memiliki pertalian kekerabatan baik dekat maupun jauh. Selamat berkompetisi sehat. Satyam Eva Jayate.

Sahat Simatupang Aktivis 98

Ikuti tulisan menarik Sahat Hotmangaraja Simatupang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler